Jumat, 06 Februari 2015

LEBIH DARI MUJIZAT

Mujizat, tidak bisa dipungkiri menyedot banyak perhatian. Pernahkan kita berpikir, andaikan Yesus tampil tanpa mujizat dalam memberitakan Injil. Masih adakah orang yang mau mengikuti dan mendengarkan-Nya? Masihkah orang berbondong-bondong mencari dan mengikuti ke mana pun Ia pergi? Pertanyaan yang sama bisa juga tertuju kepada kita: Masihkah kita setia dan mangasihi-Nya ketika Dia tidak menampilkan “mujizat”-Nya? Masihkah kita mencintai-Nya, ketika tidak ada uang di dompet dan dapur kita tidak mengepul? Sejak awal kemunculan-Nya di depan publik setelah pembatisan dan pemanggilan para murid pertama, hampir selalu Yesus tampil disertai dengan mujizat. Tak pelak lagi, mujizat itu bak gula yang manis, sehingga ke mana pun gula itu pergi, semut akan terus berbondong-bondong mengerumuninya.

Saya bisa membayangkan, andaikan ikut bersama para murid dalam rombongan Yesus, setidaknya sampai Markus pasal 1 ayat 39. Pasti seru! Yesus bak selebritis, berkeliling Galilea, Kapernaum dan daerah-daerah sekitarnya dengan dikerubuti orang banyak. Tentu, kita akan tersenyum manakala yang sakit demam seperti ibu mertua Petrus dapat pulih kembali, yang kerasukan setan disembuhkan, yang buta dapat melihat kembali, yang lumpuh dapat berjalan, sungguh peristiwa-peristiwa itu menyenangkan.

Mujizat bagaikan pertunjukan yang menyenangkan oleh karena itu kita sering lupa apa yang terjadi di balik mujizat yang Tuhan lakukan. Setidaknya ada tiga cerita dalam setiap mujizat yang dilakukan Yesus.

1.  Mujizat itu bercerita tentang Yesus. Bagaimana pun juga tokoh sentral dari sebuah mujizat adalah Yesus. Mujizat, pastilah tidak berdiri sendiri. Mujizat adalah tanda yang melengkapi pewartaan Yesus. Jadi, sebenarnya tugas pokok Yesus bukanlah melulu membuat mujizat melainkan pernyataan bahwa di dalam diri-Nya Kerajaan Allah sudah datang. Bukti bahwa kerajaan Allah sudah datang adalah menyingkirnya kuasa-kuasa jahat, Iblis, Setan, Genderewo, dan sejenisnya.  Pada zaman-Nya, mujizat selalu berkait erat dengan pengusiran dan menyingkirnya kuasa jahat. Contohnya, pengusiran setan dan penyembuhan penyakit. 

Yesus mengajak para pendengar-Nya untuk tidak menjadikan mujizat itu segalanya, melainkan pewartaan-Nya, yakni tentang Injil Kerajaan Allah itu. Tentu, Ia akan kecewa dan menghindar ketika orang banyak mengikuti-Nya hanya karena mujizat. Tidaklah mengherankan ketika orang banyak mengerubungi-Nya, Ia justeru memilih menghindar; lenyap dari kerumunan orang banyak. Hal yang sama dapat terjadi pada masa kini. Ketika kita mencari Yesus hanya karena mujizat-Nya, maka Dia pun pasti kecewa. Coba kita bayangkan, kalau ada orang yang mau berkawan dan mendekat kepada kita hanya karena uang dan fasilitas, pasti kita juga tidak senang. Namun, jika orang tersebut mendekat oleh karena kasih persahabatan yang tulus dan sejati, maka pastilah apa pun yang terbaik, tanpa diminta akan kita berikan demi kasih persahabatan itu.

2.  Mujizat itu bercerita tentang para murid dan orang banyak. Takjub dan terpesona, mungkin kata itu yang paling tepat dari reaksi para murid dan orang banyak yang menyaksikan mujizat itu. Takjub dan terpesona memunculkan reaksi lanjutan. Mereka “ketagihan” ingin melihat hal-hal spektakuler yang lebih ajaib. Atau mereka tergerak untuk menyebarkan berita itu, ada kemungkinan juga dilebih-lebihkan, dan kemudian peduli dengan kerabat atau temannya yang bermasalah dan kemudian membawanya kepada Yesus. Tanpa keinginan untuk mengenal Yesus lebih dekat maka kita bisa terjebak hanya menjadi penonton dan pengembira dari sebuah drama mujizat. Para murid masih harus terus belajar tentang karya Yesus hingga pada suatu waktu mereka memahami kompetensi inti dari pelayanan Yesus dan mereka mempunyai semangat yang sama dalam meneruskan pemberitaan Injil Kerajaan Allah.

Bisa saja saat ini kita, sama seperti para murid; takjub dan terpesona dengan karya Yesus. Mestinya jangan berhenti di sini. Kita harus terus membina diri, mengenal lebih dekat karya dan keprihatinan Yesus dan kemudian meneruskan apa yang dulu pernah dilakukan-Nya.

3.  Mujizat itu bercerita tentang orang-orang yang dipulihkan. Apa yang terjadi ketika mereka dipulihkan? Pada umumnya spontan gembira dan mengucap syukur, meskipun ada juga yang lupa untuk itu. Ungkapan syukur seseorang setelah dipulihkan bermacam-macam. Kita dapat mengambil salah satu contoh. Ibu mertua Petrus. Kalimat pendek namun lengkap tentang penyembuhan dan dampaknya, “Ia pergi ke tempat perempuan itu, dan sambil memegang tangannya Ia membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya. Kemudian perempuan itu melayani mereka.”(Markus 1:31). Sebuah mujizat telah memulihkan ibu mertua Petrus. Setelah sembuh, ibu itu kemudian melayani mereka. Ibu mertua Petrus mempergunakan kesehatannya yang sudah pulih itu untuk melayani. Dengan kalimat pendet, “Disembuhkan untuk melayani!” Sebuah keluarga terkenal di Scotlandia mempunyai moto, “Diselamatkan untuk melayani.” Di Indonesia banyak yang memakai moto serupa, misalnya, “Dilayani untuk melayani”, “Diberkati untuk memberkati”, dan seterusnya.

Dipulihkan untuk melayani, bagi ibu mertua Petrus bukanlah sekedar moto, melainkan nyata. Mestinya kita pun tidak sekedar berhenti dengan selogan atau moto. Setiap orang yang mengenal Tuhan pasti mengerti dan mengalami mujizat. Mujizat tidak harus diartikan perbuatan spektakuler di luar kemampuan nalar untuk mencernanya. Anda percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, itu juga sebuah mujizat. Anda yakin dosa-dosa Anda ditebus oleh darah Kristus juga adalah sebuah mujizat. Anda dapat bersyukur masih bisa bernafas dan membaca tulisan saya, itu juga adalah sebuah mujizat. Masalahnya, apakah mujizat yang kita alami mendorong kita untuk berbuat sesuatu atau tidak? Apakah mujizat demi mujizat yang kita alami disyukuri dan kemudian dijadikan kesempatan untuk melayani atau justeru kita memilih diam?

Saya percaya bahwa, Tuhan masih ingin terus ingin memakai mujizat-Nya sebagai tanda bahwa memang benar Kerajaan Allah telah hadir di dunia ini. Peran Yesus sebagai manusia yang melayani di bumi ini dengan kasat mata telah paripurna. Ia ingin supaya kita meneruskan karya Tuhan itu sampai kedatangan-Nya kembali. Tidak perlu dan rasanya bukan zamannya lagi, kini dan di sini memakai konteks zaman Yesus mendatangkan mujizat yang spektakuler yang sulit dicerna nalar apalagi dirancang seperti skenario film. Bukan, bukan begitu! Saya kira maksud semula Yesus dengan mujizat-mujizat-Nya juga bukan untuk show atau cari perhatian, melainkan sebagai tanda bahwa Kerajaan Allah sudah datang. Nah, sekarang bisakah melalui Anda, saya, kita semua ini adalah “tanda” bahwa di sini Kerajaan Allah itu sudah datang. Kerajaan Allah datang ditandai dengan enyahnya kuasa kejahatan. Bisakah kini orang merasakan kalau Anda, saya dan kita semua hadir atau ada, maka di situ tidak ada lagi kejahatan? Bisakah kehadiran kita membuat orang-orang yang ingin melakukan kejahatan itu menjadi sungkan, urung dan malu? Ini baru mujizat! Ataukah sebaliknya, dengan kedatangan kita justeru membuat orang lain bersemangat untuk melakukan tindakan kejahatan. 

Di mana ada mujizat di situ ada pemulihan baik fisik maupun mental spiritual. Yesus tidak pernah memisahkan antara kebutuhan fisik dan non fisik, sebagaimana Ia juga tidak pernah memisahkan kata dan perbuatan. Ia juga tidak pernah memisahkan sorga dan dunia. Jadi marilah kita meneruskan tugas pewartaan-Nya untuk menghadirkan pemulihan, melalui kata dan perbuatan, doa dan kerja, kini dan di sini untuk sebuah harapan kekal, yakni terwujudnya Kerajaan Allah yang sesungguhnya.

Kamis, 29 Januari 2015

MENGAJAR DAN BERKATA-KATA DENGAN KUASA

Di tengah gunjang-ganjing prahara Polri VS KPK, muncullah beberapa spekulasi pendapat mengenai sosok sang Presiden, Jokowi. Para pengamat politik umumnya berkomentar bahwa sang Presiden sedang gundah-gulana, berada dalam tekanan maha berat sehingga terlihat gamang dalam mengambil keputusan. Seolah menjadi pembenaran bagi para pakar politik ketika sang Presiden menulis status di akun facebook dalam bahasa Jawa, “Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti…” Arti kalimat ini teramat dalam.

Suro : Keberanian yang ada dalam diri manusia. Manusia dianugerahi Tuhan dengan sifat keberanian, namun jika keberaniaan ini tanpa kendali, akibatnya menjadi destruktif. Manusia berani melakukan kesewenangan dan kejahatan.

Diro : Kekuatan, kekuatan yang ada dalam diri manusia bila diberdayakan akan menjadi kekuatan luar biasa, baik kekuatan lahir maupun kekuatan batin.

Joyo : Kejayaan. Apabila manusia sudah meraih kesuksesan/kejayaan dan lepas dari kendali nurani, yang terjadi adalah manusia itu menjadi pongah, sombong, angkuh dan jauh dari prinsip moral dan prikemanusiaan.

Ningrat : Bergelimang dengan kekayaan dan kenikmatan duniawi. Ningrat bisa juga berarti gelar bangsawan yang hidup dalam menara gading, serba mewah.

Lebur : Hancur luluh tak berbekas, sirna atau tunduk menyerah.

Dening : Dengan

Pangastuti : Kasih sayang, kebaikan.

Sederhananya Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti berarti : “Segala sifat keras hati, picik, serakah  dan angkara murka hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lemah lembut dan sabar sebagai bentuk nyata dari kasih sayang!

Betulkah kasih sayang berkuasa mengenyahkan segala bentuk keserakahan, penindasan dan penderitaan? Ataukah itu semua hanya sebuah jargon isapan jempol?

Dunia ini penuh dengan penderitaan. Penderitaan menurut kesaksian kitab suci bersumber dari kuasa jahat yang sering dinamai Iblis. Entah itu upaya mencari kambing hitam, melemparkan kesalahan kepada si Iblis agar manusia lepas dari tanggung jawab ataukah benar-benar si Iblis itu nyata, menjadi pengalaman empirik manusia? Pada jamannya dengan pemikiran sederhana, kuasa Iblis yang destruktif itu begitu nyata. Sehingga hampir semua penderitaan yang dialami manusia selalu dikaitkan dengan peran si Jahat itu.

Orang-orang Yahudi, termasuk juga orang-orang yang hidup di dunia kuno – mungkin juga sampai sekarang – percaya kepada setan-setan dan roh-roh jahat yang dapat mengganggu kehidupan manusia. Pertanyaannya kemudian, darimanakah setan-setan dan roh-roh jahat itu berasal. Mengenai pertanyaan ini, secara mitos ada beberapa jawaban: Ada yang percaya bahwa usia setan-setan itu sama tuanya dengan usia awal penciptaan alam semesta. Lalu ada pula yang meyakini bahwa setan-setan itu adalah roh-roh (arwah) orang jahat yang telah meninggal dunia dan yang masih meneruskan melakukan perbuatan jahat. Namun, banyak orang Yahudi yang menghubungkan roh-roh jahat ini dengan cerita lama dalam Kejadian 6 :1-8, tentang kejahatan manusia.

Orang Yahudi mengurai cerita tersebut sebagai berikut. Ada dua malaikat yang meninggalkan Allah dan turun ke bumi karena mereka tertarik pada kecantikan wanita-wanita fana. Nam mereka adalah  Assael dan Syemakhsai. Salah satu kembali kepada Allah. Yang lainnya tetap tinggal di bumi dan memuaskan nafsunya. Nah, roh-roh jahat ini adalah anak-anak yang dilahirkan mereka. Kata kolektif untuk roh-roh jahat adalah mazzikin, yang berarti “ia yang mengganggu”. Dengan demikian, roh-roh jahat adalah makhluk jahat yang berada di antara Allah dan manusia yang mendatangkan kerugian kepada manusia.

Menurut kepercayaan orang Yahudi, roh-roh jahat bisa makan dan minum serta melahirkan anak-anak. Jumlah mereka sangat banyak. Setiap orang memiliki sepuluh ribu roh jahat di tangan kanannya dan sepuluh ribu di tangan kirinya. Mereka tinggal di tempat-tempat kotor, seperti kuburan dan tempat-tempat di mana tidak ada air pembersih. Mereka tinggal di padang gurun di mana gaung suara mereka dapat didengar. Mereka diyakini berbahaya  bagi orang yang sedang melkukan perjalanan seorang diri, bagi perempuan yang sedang melahirkan, bagi pasangan mempelai, bagi anak-anak yang berada di luar rumah pada malam hari. Ada roh jahat yang membuat orang bisa buta, kusta, lumpuh. Ada juga yang membuat orang mengalami sakit jantung. Mereka bisa memindahkan sifat-sifat jahatnya kepada manusia. Misalnya, mata jahat yang bisa mengubah keadaan baik menjadi buruk. Mereka bisa bekerjasama dengan hewan-hewan, seperti: ular, sapi, keledai, dan nyamuk. Mereka bisa menyebarkan penyakit!

Mungkin kita yang hidup di dunia moderen akan tertawa dengan uraian asal-usul roh=roh jahat itu. Namun, setidaknya orang-orang sampai pada jaman Perjanjian Baru mengenalnya demikian. Pengalaman dan keyakinan itu begitu konkrit. Sama seperti suku-suku terasing di negeri kita merasakan begitu nyata roh-roh itu dapat bergaul dengan mereka. Maka firman Allah dalam diri Kristus menyapa “pengalaman yang konkrit itu” dan bukan sekedar menyapanya, melainkan sekaligus menjawab penderitaan dan menunjukkan kuasa-Nya kepada mereka! (Sumber: William Barclay: Injil Markus)

Markus 1:21-28 mengisahkan tentang Yesus mengajar di rumah ibadat di Kapernaun disertai pengusiran roh jahat. Markus lebih suka memotret reaksi orang banyak yang takjub dengan peristiwa itu ketimbang mencatat apa yang diajarkan Yesus. Yesus digambarkan sebagai sosok Guru yang berbeda dari pada rabi-rabi Yahudi yang biasa mengajar. Ia tampil penuh pesona, kharisma dan kuasa.

Tak pelak lagi banyak orang lebih tertarik pada kisah mengenai orang yang kerasukan setan itu. Padahal, Markus hendak menekankan hubungan antara kegiatan Yesus mengajar dan pengusiran roh jahat. Tujuan utama Yesus adalah mengajar. Apa yang diajarkan-Nya, tidak lain : Kerajaan Allah sudah dekat! Karena Kerajaan Allah sudah dekat bahkan sudah datang di dalam diri-Nya, maka kuasa-kuasa jahat harus mundur! Pengusiran roh dan penyembuhan ajaib adalah kelanjutan dari benarnya warta itu, bukan dibalik seperti kekristenan kontemporer yang gemar mengekspose mujizat.

Begitulah pada hari itu, di sebuah tempat ibadat, Ia mulai mewartakan Kerajaan Allah. Orang-orang datang untuk menjalankan ibadah Sabat dan mendengarkan bacaan dari Taurat dan Para nabi serta penjelasannya. Setelah itu mereka juga berbincang-bincang mengenai macam-macam hal. Markus mencatat bagaimana orang takjub mendengar Yesus berkata-kata. Hati mereka tersentuh. Ia dapat menyalurkan kekuatan batin kepada pendengarnya dengan kata-kata pengajaran. Namun, di antara pendengarnya, terselip orang yang kerasukan roh jahat. Apa yang terjadi dengan orang yang kerasukan ini? Tidak tahan! Ia berteriak. Lalu terjadilah dialog antara Yesus dengan kuasa jahat itu. Roh jahat itu merasa terganggu dengan kehadiran Yesus. Ia marah. Namun, Yesus menghardik dan menyuruhnya keluar.

Dalam peristiwa itu, Yesus bukan hanya berkuasa dalam mengusir setan, tetapi juga Ia mengajar dengan penuh kuasa. Markus hendak menyampaikan bahwa, ajaran Yesus dan tindakannya mengeluarkan roh jahat berhubungan erat satu dengan yang lainnya. Keduanya “disertai dengan kuasa”. Injil ini mengajak kita mendekat kepada pribadi Yesus. Bukan kepada sekumpulan ajaran belaka. Keterpukauan orang-orang yang mengenal Yesus itu disampaikan kepada kita supaya kita berani datang mendekat dan mendengarkannya. Markus juga hendak membuat kita melihat bahwa dalam memberi pengajaran, Yesus juga menyingkirkan pengaruh roh jahat yang mengancam kita. Inilah kebesarannya. Inilah kuasanya. Dan kita diajak mendekat kepadanya. (sumber: Agustinus Gianto, dlm: “Wah…Apa itu?”)

Kini kuasa-kuasa jahat itu dapat menjelma dari diri siapa pun.  Kuasa itu tercermin dalam diri manusia yang serakah, tamak dan gemar menindas. Dulu Yesus mengusirnya dengan pewartaan Kerajaan Allah. Inti Kerajaan Allah adalah kasih sayang-Nya kepada semua makhluk. Benar, kata Jokowi dalam statusnya di facebook, kuasa-kuasa demonic itu akan hancur lebur apabila setiap orang yang percaya kepada-Nya menghadirkan Kerajaan Allah! Kerajaaan cinta kasih!