Jumat, 23 Januari 2015

DIPANGGIL UNTUK BERTOBAT, PERCAYA DAN MENGIKUT DIA

Peran Yohanes Pembaptis sudah mulai usai. Orang tidak lagi mendengar seruan pertobatannya. Mereka tidak lagi datang ke sungai Yordan untuk dibaptis olehnya. Dia sudah ditangkap! Dijebloskan ke penjara oleh para penguasa yang tersinggung atas kecamannya. Ya, Yohanes seolah menelanjangi kaum agamawan dan birokrat yang selama ini mengenakan topeng kesalehan. Yohanes menyerukan pertobatan, tidak ada jalan lain agar selamat dari murka Allah. Ketika suaranya mulai lenyap, kini tampillah Yesus menyerukan suara yang sama, bertobat! Suara yang sama dengan nuasa berbeda. Yohanes begitu tegas menyatakan bahwa manusia harus bertobat, kalau tidak maka Allah akan membabat habis, “Kapak telah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api.” (Matius 3:10). Tak pelak lagi, kita dapat mengartikan pertobatan diberitakan dengan ancaman hukuman dari Allah.

Pertobatan yang sama diserukan oleh Yesus, sekali lagi dalam nuansa berbeda. Yesus mengatakan, “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”(Markus 1:15). Berita pertobatan yang disampaikan Yesus jauh dari kesan ancaman. Orang yang mendengarnya diminta untuk percaya kepada Injil. Bertobat dan percaya kepada Injil, artinya bertobatlah dan engkau akan mendengar kabar baik! Pertobatan bukan hanya sekedar kembali mengerjakan syareat-syareat agama formal yang baku. Melainkan, berjumpa dan mengalami kasih karuniaNya. Orang yang mendengar dan menanggapi dengan positif maka ia akan hidup dalam kasih karunia itu. Inilah Injil! Di dalam Injil tidak ada ancaman dan ketakutan.

Waktunya sudah genap; Kerajaan Allah sudah dekat!” Kalangan Yahudi percaya bahwa Allah sejak semula telah menentukan kurun waktu sebelum datangnya zaman baru yang ditandai dengan kehadiran Sang Mesias. Melalui seruan-Nya, Yesus menyatakan bahwa kurun waktu itu sudah genap dengan kehadiran-Nya. Zaman baru yang dinanti-nantikan dan diungkapkan dengan gagasan “Kerajaan Allah”, kini sudah ada di tengah-tengah manusia. Kini ada seorang Anak Manusia yang membiarkan diri sepenuhnya dijadikan tempat berdiam bagi-Nya. Di dalam diri orang inilah dapat dikatakan “Allah meraja”. Dialah manusia yang dapat dengan sepenuh-Nya menghadirkan Kerajaan Allah. Melalui ucapan dan segala aspek tindakkanNya, manusia dapat berjumpa dengan Allah! Maka Dialah wujud sebenarnya dari Kerajaan Allah yang sudah dekat itu.

“Waktunya sudah dekat, Kerajaan Allah itu sudah datang!” Kalimat ini menyiratkan bahwa tidak banyak lagi waktu untuk diulur-ulur. Mendesak! Undangan pertobatan adalah undangan mendesak yang tidak dapat ditunda lagi. Hanya ada dua pilihan, menerima atau menolaknya. Menganggap sepi seruan itu maka sama saja dengan menolak dan tidak mempercayai kebenarannya. Mulai mencoba mendengar, memahami berarti menerimanya dan mengarahkan diri pada kehadiran Allah dalam wujud Manusia Yesus ini. Menerima-Nya berarti mengganti arah dan haluan hidup. Kini hidup dan kehidupan diarahkan hanya kepada-Nya karena keyakinan bahwa melalui Dialah ada pengharapan dan kasih sayang TUHAN sepenuhnya. Itulah Injil!

Merespon Injil hanyalah dapat terjadi melalui pertobatan. Lalu pertobatan yang bagaimana? Dalam kitab Yunus kita dapat belajar tentang sebuah pertobatan. Yunus diutus ke sebuah kota yang bernama Niniwe. Kota yang masyarakatnya terkenal karena perbuatan jahatnya. Mereka digambarkan tidak lagi bisa membedakan tangan kiri dari tangan kanan. Paradigma Perjanjian Lama begitu jelas: Dosa harus dihukum dan jika tidak bertobat maka kota itu akan ditunggangbalikkan. Namun, kita masih bisa melihat dari kisah ini bahwa sebenarnya Allah begitu mengasihi, betapa pun warga kota Niniwe telah begitu banyak melakukan dosa. Niniwe dalam hitungan Yahudi adalah bangsa asing bahkan kelak akan menjadi musuh Israel, yang kemudian dikenal dengan Kasdim atau Babel. Namun, nyatanya Allah tidak ingin mereka binasa. Ia mengutus Yunus supaya bangsa itu bertobat. Bagaimana mereka merespon? Apakah mereka menunda-nunda dan mengulur waktu? Tidak!

Niniwe bertobat. Langkah apa yang mereka perbuat? “Orang Niniwe percaya kepada Allah, lalu mereka mengumumkan puasa dan mereka, baik orang dewasa  maupun anak-anak, mengnakan kain kabung.” Mereka percaya kepada Allah dan ditinjaklanjuti dengan puasa perkabungan yang menandakan penyesalan akan dosa-dosa mereka. Dampaknya, dalam ayat 10 Allah melihat perbuatan mereka yakni, mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat maka Allah tidak jadi menghukum penduduk kota itu. Jadi, pertobatan bukan hanya sekedar ucapan bibir atau emosional sesaat melainkan berbaliknya arah haluan hidup dari perbuatan jahat kepada perbuatan yang berkenan kepada Allah.

Selanjutnya setelah menyerukan pertobatan dan menerima Injil, Yesus memanggil para murid pertama-Nya. Ia datang ke tepi danau Galilea dan di situlah Ia berjumpa dengan para kandidat murid. Para murid itu adalah orang biasa, sederhana dan mereka adalah kelompok miskin. Sebab jika mereka kaya dan intelektual, mungkin mereka tidak ada di sana dan sedang mengais rejeki dengan perahu dan jaring sederhana. Mereka sedang bekerja menghidupi keluarganya. Dan di sinilah tempat mereka dipanggil.

Menarik untuk diperhatikan, Markus mencatat to the point, tanpa basa-basi, Yesus memanggil mereka, kata-Nya, “Mari, ikutlah AKu dan kamu akan kujadikan penjala manusia.”(Markus 1:17). Sama sepertitokoh-tokoh dalam Perjanjian Lama, TUHAN memanggil orang-orang sederhana dan dalam pekerjaan mereka. Musa dipanggil TUHAN ketika menggembalakan kambing domba sang mertua, Yitro. Daud dipanggil untuk diurapi menjadi raja ketika ia sedang menggembalakan domba. Amos dipanggil untuk menyatakan kebenaran ketika ia sedang bekerja sebagai petani di Tekoa. Kini, Yesus memanggil para murid ketika mereka sedang menjala ikan.

Penjala ikan diubahkan menjadi penjala manusia. Pekerjaan penjala atau penangkap tidak berubah. Namun kini, subyek dan orientasinya berubah. Apa yang dilakukan oleh penjala ikan pada umumnya? Ya, jelas! Mereka menangkap ikan. Memindahkan ikan dari air ke perahu, dari ikan hidup sekarang mati. Lalu, sesudah ikan-ikan tertangkap, selanjutnya? Selanjutnya, ikan itu dipilah. Mereka akan memilah yang besar dan membuang kembali yang kecil ke danau. Untuk apa ikan-ikan yang sudah dipilah itu? Tentu, untuk dikonsumsi sendiri dan sisanya dijual. Pendek kata ikan itu adalah penyambung hidup mereka.

Nah, apa bedanya dengan penjalan manusia? Menjadi penjala manusia berbeda dengan penjala ikan. Kalimat ini sering diartikan mencari pengikut sebanyak-banyaknya, seperti mendulang lubuk misi! Tafsiran seperti ini tidak klop, baik pada jaman Yesus maupun masa kini bahkan bisa menodai makna panggilan Yesus itu. Dalam Lukas 5:10, “penjala manusia” dirumuskan sebagai kata anthrpōus zōgrōn, artinya “menangkap manusia untuk membawanya ke kehidupan”. Tanggungjawab para murid bukan menangkapi, tetapi mendukung, menuntun, memelihara, menguatkan orang agar bisa hidup terus, membuat orang menemukan jalannya sendiri. Dan bukan hanya dari aspek rohani saja!

Menangkap manusia berarti mengenalkannya kepada sumber kehidupan. Tidak seperti ikan ditangkap dari air kemudian mati. Penjala manusia sebaliknya, “menangkap” dari arus yang membawa kepada kematian, dan kemudian menempatkannya kepada kehidupan. Menjadi penjala manusia bukan seperti penjala ikan, memilah yang besar dan yang kecil dibuang. Penjala manusia akan melindungi yang lemah dan kecil dan yang besar tidak dimanfaatkan untuk diri sendiri melainkan bersama-sama membangun sebuah peradaban yang lebih baik. Dan di atas semua itu penjala manusia tidak akan memanfaatkan “hasil tangkapannya” itu untuk “komsumsinya” melainkan mengenalkannya pada sumber berkat yang sesungguhnya. Hanya manusia yang telah berjumpa dan mengenal-Nya yang dapat melakukan tugas ini. Marilah kita datang kepada-Nya sebelum terlambat!

Kamis, 15 Januari 2015

DIPANGGIL UNTUK MENGIKUT YESUS

Ketika pemilihan umum usai, Komisi Pemilihan Umum menyatakan siapa pemenang dari pesta demokrasi itu dan kemudian Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik sang presiden dan wakilnya, maka kurang dari tiga puluh hari sang presiden harus mengumumkan susunan kabinet. Para menteri dan pejabat setara dengan menteri. Mereka yang diangkat ini adalah orang-orang kepercayaan yang mengerti dan memahami visi, misi sang presiden. Mereka adalah orang-orang yang memahami kata hati dan keinginan presiden, mereka adalah orang-orang kepercayaan presiden. Oleh karena itu sang presiden diberi hak prerogatif, hak kebebasan untuk memilih. Idealnya begitu. Namun, dalam politik kontenporer masih ada saja “pesanan-pesanan” khusus dari orang atau kelompok berpengaruh dalam partai pendukung.

Pilihan sang presiden tidak selalu sesuai dengan kehendak sebagian orang. Ada yang mengukur dengan pengalaman, track record, ada yang menyaratkan keterwakilan agama, suku, golongan, gender dan seterusnya. Ada juga yang menghendaki latar balakang pendidikan yang mumpuni untuk membackup tugas-tugas yang diemban kelak. Yang lain menginginkan sopan-santun penampilan dan gaya komunikasi. Apa yang terjadi jika hal-hal ideal itu diabaikan oleh sang presiden? Tentu, banyak kritik ketidakpuasan.

Apa yang terjadi Presiden Jokowi mengangkat Susi Pudjiastuti, si pemilik Susi Air itu? Begitu banyak komentar-komentar miring. Mengapa presiden mengangkat orang yang SMA saja tidak tamat, penampilannya cenderung urakan, perempuan yang tidak santun, perokok lagi. Apakah tidak ada lagi orang yang berpendidikan, pengalaman di bidang kelautan dan berpenampilan lebih baik? Itulah ringkasan komentar miring. Apakah dengan demikian membatalkan keabsahan Susi Pudjiastuti menjadi menteri? Oh, ternyata tidak! Alih-alih sakit hati, marah, balik menyerang komentar, Susi menjawabnya dengan pembentukan satgas ilegal fishing, penenggelaman kapal-kapal pencuri ikan, perbaikan birokrasi, moratorium izin penangkapan ikan dan serangkaian reformasi fundamental di bidang perikanan dan kelautan. Dia berhasil menjawab keraguan publik dengan komitmen dan kompetensi!

Yesus bukan presiden! Namun, jelas Ia punya hak prerogatif dalam menentukan siapa orang-orang pertama yang akan mendukung tugas panggilan-Nya. Sehari sesudah membaptis Yesus, Yohanes tampil lagi di tempat yang sama (Yohanes 1: 35). Ada dua orang murid bersamanya. Yohanes bergumam, “Lihatlah Anak domba Allah!” Tanpa pamit, dua murid ini mengikut Yesus. Merasa ada yang mengikuti, Yesus menoleh dan bertanya, “Apakah yang kamu cari?” Mereka menjawab, “Di manakah Engkau tinggal. Yesus mengajak mereka untuk mengikuti-Nya. Salah seorang di antara mereka adalah Andreas, saudara Simon Petrus. Andreas kemudian mengajak Simon untuk berjumpa dengan Sang Mesias, Yesus. Pada keesokkan harinya Yesus memutuskan untuk pergi ke Galilea dan di sinilah kembali Yesus memanggil orang-orang lain untuk mengikuti-Nya. Begitu sederhananya Yesus memanggil murid-murid yang pertama ini.

Injil Markus menampilkan setting pemanggilan murid-murid pertama ini di tepi danau Galilea (Markus 1:16-20). Yesus tampil di tepi danau Galilea. Di sana diperkirakan terdapat 330 perahu nelayan. Ya, karena sebagian besar peduduk daerah itu adalah nelayan. Para nelayan menggunakan dua jenis jala. Sagēnē, sejenis pukat yang ditarik oleh dua perahu. Jenis ini biasanya digunakan oleh mereka yang bermodal besar. Sedangkan yang satu lagi amfiblēstron, jala ini jauh lebih kecil. Meskipun kecil dibutuhkan keterampilan khusus untuk bisa menebarkan jala tipe ini. Jala ini ditebarkan dengan kedua tangan, membentuk seperti payung lalu menghujam ke danau. Inilah yang dipergunakan oleh para kandidat pilihan Yesus.

Seperti orang bertanya kepada Jokowi, mengapa memilih Susi Pujiastuti, mungkin kita bertanya mengapa Yesus memilih kaum rendahan, nelayan sebagai orang-orang pertama yang diajak-Nya berbagi visi dan misi? Tidak adakah kaum intelektual berpengaruh lagi kaya sehingga memudahkan pekerjaan-Nya dapat segera terlaksana. Sekali lagi, ini adalah hak prerogatif Yesus. Namun, kita bisa belajar mempelajari orang-orang pilihan Tuhan ini. Dari mana kita mulai?

1.  Kita harus memperhatikan siapa mereka. Adalah benar bahwa mereka rakyat sederhana. Nelayan dengan jala yang sangat sederhana. Mereka adalah orang biasa yang mencari remah-remah rezeki di danau Galilea. Mereka bukan kaum terpelajar apalagi ahli agama dan pandai berdebat. Mereka kaum awam. Abraham Lincoln pernah berkata, “Allah pasti menyukai orang-orang biasa – Ia menciptakan banyak sekali orang-orang seperti itu”. Seakan Yesus berkata, “Berikan AKu dua belas orang biasa dan bersama dengan mereka, jika mereka menyerahkan diri total kepada-Ku, AKu akan mengubah dunia ini!”

Seseorang, Anda dan saya seharusnya tidak berpikir muluk-muluk tentang dirinya sendiri, Yesus Kristus dapat menjadikan siapa pun menurut kehendak-Nya asalkan siapa pun dia, mau menyerahkan diri kepada-Nya.

2.  Kita harus memperhatikan apa yang sedang mereka kerjakan ketika Yesus memanggil mereka. Mereka sedang mengerjakan pekerjaan mereka sehari-hari, yakni menangkap ikan dan menambal jala. Kita juga mengingat, TUHAN memanggil Musa ketika ia sedang menggembalakan kambing domba Yitro, sang mertua. Hal yang sama terjadi pada diri Daud, ketika semua kakaknya tidak lolos fit and proper test oleh Samuel, dia sedang menggembalakan domba, lalu dipanggil. Lain lagi Amos, ia berkata, “Aku ini bukan nabi….., aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan. Tetapi TUHAN memanggil aku dari pekerjaan menggiring kambing domba, dan TUHAN berfirman kepadaku; “Pergilah…(Amos 7:14,15)

Panggilan Allah dapat datang kepada siapa pun, bukan hanya di rumah Allah, bukan pula di tempat rahasia, tetapi di tengah-tengah pekerjaan sehari-hari. Bapa-bapa reformasi mengatakan bahwa dalam pekerjaan kita Dia memanggil kita untuk memberitakan Injil-Nya. Yang namanya panggilan TUHAN tidak harus dibatasi oleh dinding-dinding gedung gereja dan biara.

3.  Kita harus memperhatikan bagaimana Yesus memanggil mereka. Ajakan Yesus adalah, “Ikutlah AKu”. Para kandidat murid pertama ini dipastikan sudah mendengar apa yang dilakukan Yesus. Orang-orang ini pasti, suatu kali pernah ikut bersama dengan rombongan orang banyak untuk mendengarkan ajaran Yesus, melihat Yesus melakukan mujizat dan seterusnya. Yesus tidak berkata, “Aku memiliki sistem teologi yang perlu kalian teliti, AKu punya sistem etis yang akan kubagikan kepada kalian. Sebaliknya, Ia berkata, “Ikutlah AKu!” Semua dimulai dengan reaksi dari pribadi lepas pribadi terhadap-Nya. Semua dimulai dengan sesuatu yang menyentak hati yang melahirkan kepastian yang tidak tergoyahkan.

Menjawab panggilan-Nya, jelas bukan dengan teori dan jawaban dimulut saja. Memerlukan sebuah gerak, melangkah…mengikuti-Nya. Ini hanya bisa “dijawab” ketika seseorang jatuh cinta kepada Yesus. Anda dan saya tidak mungkin mengikuti-Nya bila tidak ada cinta. Mengapa? Karena berjalan di belakang-Nya merupakan perjalanan yang curam dan terjal. Hanya cinta yang dapat mengatasinya!

4.  Akhirnya, kita harus memperhatikan apa yang ditawarkan Yesus kepada mereka. Yesus menawarkan tugas kepada mereka. Ketika Yesus memanggil mereka dari seorang nelayan menjadi murid-Nya bukanlah untuk bersenang-senang melainkan panggilan untuk melayani. Ada orang mengatakan bahwa yang diperlukan oleh manusia adalah “sesuatu yang bisa menginvestasikan hidupnya”. Jadi, Yesus memanggil pengikut-Nya bukan supaya mereka hidup dalam kemakmuran, bergelimpang harta-benda, hidup senang dan nyaman atau bermalas-malasan tanpa melakukan kegiatan. Yesus memanggil mereka untuk sebuah tugas yang menuntut mereka meninggalkan yang lain-lainnya, mengkhususkan diri kepada-Nya. Mereka harus siap berkorban dan akhirnya mati bagi-Nya dan bagi sesama mereka.

Sebagian orang mengira bahwa menjawab panggilan-Nya, itu berarti masuk dalam dunia serba sukses. Ingatlah, ketika kita menjawab panggilan-Nya, Anda dan saya menjadi pengikut-Nya. Pengikut itu adanya di belakang! Itu artinya, kita akan melangkah dan berjalan di jalan yang sama yang telah dilalui Yesus!

Dulu, Yesus menyatakan panggilan kepada orang-orang sederhana untuk terlibat aktif bersekutu dengan-Nya. Di sana mereka belajar gaya hidup, kepedulian, keprihatinan, ucapan, pikiran, sikap dan keberpihakan Yesus. Mereka ada bersama Yesus untuk belajar kehidupan dan pada saatnya, mereka diutus untuk berbagi Injil kehidupan kepada semua makhluk. Sampai hari ini pun panggilan-Nya tetap berlaku bagi semua orang karena misi-Nya untuk dunia ini belumlah rampung. Hanya ada dua kemungkinan menjawab, “ya” atau “tidak”! Sekarang apa yang Anda jawab? Semoga tidak salah memilih atau terlambat menjawab!