Kamis, 05 Juni 2025

BABEL MEMISAHKAN, PENTAKOSTA MENYATUKAN

Layaknya karya seni, sebuah bangunan mencerminkan siapa perancangnya. Contoh, Friedrich Silaban ketika memenangkan sayembara untuk merancang Mesjid Istiqlal. Padahal, ia adalah seorang non Muslim. Bangunan monumental rancangannya itu mencerminkan penghayatannya terhadap budaya Islam yang tumbuh subur di negeri Bhinneka Tunggal Ika. Silaban menggabungkan semangat kemerdekaan. O iya, Istiqlal sendiri berarti “kemerdekaan” atau “kebebasan” dalam Bahasa Arab. Silaban berhasil menggabungkan elemen-elemen modern dengan sentuhan Islam, seperti kubah dan Menara. Untuk penerangan, ia memanfaatkan penerangan alami yang menciptakan suasana nyaman dan damai. Kendati Silaban seorang penganut Kristen, seperti masjid yang dirancangnya, namanya terus dikenang dan dihargai banyak orang!

 

Nama yang monumental sepanjang masa, populer dan disanjung adalah buah dari talenta dan kesungguhan dalam mengerjakan sebuah karya. Namun, ada banyak orang justru mencanangkannya sejak dari awal. Aku mau membangun jembatan, gedung pencakar langit, Menara, atau tempat ibadah, supaya orang tahu dan mengenangku sebagai orang hebat yang pernah ada di muka bumi ini yang merancang dan mewujudkan bangunan ini spektakuler! Ternyata watak seperti ini tidak hanya sebatas pada karya seni arsitektur. Tetapi juga dapat merambah pada ruang lingkup kehidupan yang lainnya. Aku mau melayani, melakukan ini dan itu, supaya orang tahu bahwa aku adalah anggota gereja yang berdedikasi tinggi! Aku mau menjadi aktivis, penatua dan liturgos, supaya orang mengenalku sebagai orang yang menopang kehidupan gereja! Aku mau berbagi dengan orang miskin, memberikan persembahan tahunan yang besar, supaya namaku dikenal sebagai orang dermawan!

 

Semangat Babel! Ya, ketika seseorang mencanangkan melakukan segala tindakan dengan maksud agar namanya bisa melegenda, populer dan disanjung itu namanya semangat Babel. Kejadian 11 mencatat, bangsa Babel hendak mendirikan Menara tertinggi di dunia pada saat itu dengan tujuan untuk mencari nama. Mencari nama yang dimaksud adalah Babel terkenal sebagai bangsa besar yang mampu mendirikan bangunan tertinggi dan tiada bandingnya. Dampaknya, bangsa-bangsa lain yang melihatnya akan berdecak kagum! Lalu, apa yang terjadi dengan Babel? Hancur! Allah membuat rencana mereka berantakan. Komunikasi tidak berjalan dengan semestinya. Satu dengan yang lain tidak memahami bahasa yang disampaikan. Ya, akhirnya bangunan itu mangkrak dan orang-orangnya tercerai-berai. Berserakan ke pelbagai penjuru!

 

Semangat Babel selalu ada dalam setiap ruang gerak manusia di sepanjang zaman. Juga di gereja! Gereja menjadi terpecah belah dan lambat laun lenyap bukan tekanan, intimidasi, aniaya dari orang-orang di luar gereja. Tetapi dari virus Babel! Masing-masing punya mau dan ini ternama, disanjung dan dihargai. 

 

Situasi terbalik. Pada peristiwa Pentakosta, momen ketika orang-orang dari pelbagai penjuru yang terikat dengan tarekat dan kultus Bait Suci Yerusalem datang untuk memberikan persembahan hasil panen mereka, di situlah terjadi peristiwa menggemparkan. Para pengikut Yesus yang sebelumnya mengunci diri karena takut terhadap ulama dan umaroh Yahudi, kini tampil di depan umum. Penampilan mereka bukan untuk mencari nama, apalagi narsis. Bukan! Mereka berkata-kata tentang peristiwa yang belum lama menggemparkan Yerusalem. Ya, peristiwa Yesus yang tersalib, mati dan bangkit itu. Dahsyatnya, mereka berbicara dalam bahasa dan dialek yang dapat dimengerti oleh pendengarnya. Maklum, pada masa itu orang-orang Yahudi tersebar, terserak ke pelbagai penjuru – bahkan ada yang sampai ke Arab! Nah, kalau kondisi umat Yahudi yang berserakan ini jelas bukan karena mereka turut serta dalam pembangunan Menara Babel. Justru karena ulah Babellah beberapa ratus tahun yang lalu, mereka berserakan ke mancanegara!

 

Lantaran sudah ratusan tahun mereka tinggal mengembara di berbagai tempat, maka sudah barang tentu mereka tidak lagi memahami bahasa nenek moyang mereka. Ya, mirip-mirip etnis Tionghoa yang ada di GKI Mangga Besar, ngakunya Tionghoa, tetapi tidak mengerti bahasa Hokkian, apalagi Mandarin. Hadew! Para rasul ini mampu berbicara, berkomunikasi dengan semua orang yang datang ke Yerusalem bukan karena mereka sebelumnya kursus dahulu. Mana ada waktu untuk kursus! Mereka menerima karunia Roh Kudus yang dijanjikan oleh Yesus sebelum kepergian-Nya ke surga. Roh Kudus itulah yang menyatukan mereka dari pelbagai pelosok, berbagai bahasa dan latar belakang untuk mengerti karya Allah yang menyelamatkan segala bangsa!

 

Kita masih ingat perayaan kenaikan Yesus Kristus ke surga. Yesus berpesan kepada para murid untuk tidak meninggalkan Yerusalem. Mereka harus tekun berdoa dalam persekutuan kasih. Nah, inilah sarana yang baik untuk Roh Kudus berkarya. Ibarat tanah yang sudah digemburkan, diberi pupuk dasar, dibersihkan dari gulma, lalu siapa ditanam. Tanaman itu tumbuh subur dan pada waktunya berbuah. Roh Kudus yang berkaya itu disambut dengan persiapan yang baik oleh para murid. Dampaknya? Dahsyat! Semua orang dipersatukan dan mulailah dari situ gereja berdiri. Gereja yang berdiri itu terdiri dari berbagai orang dengan latar belakang yang berbeda-beda.   

 

Di sini kita menghayati peran Roh Kudus bukan semangat Babel, malahan Ia kebalikannya. Roh Kudus memainkan peranan penting dalam kehidupan orang-orang Kristen mula-mula. Ia mempersatukan mereka dengan kehidupan yang kekal di dalam Kristus, dan membuat kehadiran Kristus dikenal dalam keseharian hidup mereka. Roh Kudus juga datang untuk tinggal di hati orang-orang Kristen. Seperti yang pernah dijanjikan Yesus. Roh Kudus akan menyatakan kebenaran, Ia akan menghibur, memberi kekuatan dan menemani para murid untuk bersaksi. Roh Kudus mempersatukan mereka dengan satu tujuan, yakni: percaya pada Yesus!

 

Meski Roh Kudus mempersatukan, bukan berarti kita harus menjadi seragam. Bukan begitu! Roh Kudus tidak menghilangkan individualitas kita – kalau ini terjadi berarti Roh Kudus – menghianati karya Allah sendiri. Bukankah Allah menciptakan kita unik, tidak seragam! Roh Kudus mempersatukan kita di dalam diri Kristus sambil menghargai karakteristik setiap inidividu yang unik itu. Kita masing-masing diberi karunia yang berbeda-beda oleh Roh Kudus untuk digunakan dalam pelayanan bersama. Keunikan Anda akan mengisi kekurangan saya, demikian sebaliknya. Paulus mengatakan seperti tubuh yang anggotanya berbeda untuk fungsi yang berbeda tetapi punya tujuan yang sama, yakni menjadi berkat bagi sesama dan akhirnya memuliakan Tuhan!

 

Selama pemahaman ini menjadi landasan utama dalam hidup bergeraja, maka gereja akan terus dipakai Tuhan untuk menyelamatkan ciptaan-Nya. Namun, ketika semangat Babel yang menyebalkan itu dipelihara dan tumbuh subur dalam anggota-anggota gereja, maka kehancuran gereja tinggal menunggu waktu saja. Gereja akan hancur berkeping-keping dan kita seperti orang-orang Bebel, hanya mengenang masa lalunya yang jaya sambil menyesal karena waktu tidak dapat diulang lagi. Selamat merayakan Pentakosata, selamat merayakan perbedaan dalam persatuan di dalam Roh Yesus Kristus!

 

Jakarta, 5 Juni 2025 Pentakosta, tahun C 

Jumat, 30 Mei 2025

DIPERSATUKAN UNTUK DIUTUS

Apollo, atau tepatnya Apollo 11 adalah nama pesawat antariksa yang membawa Neil Amstrong dan Buzz Aldrin menjadi orang pertama yang mendarat di Bulan pada 1969. Jagat raya pada waktu itu gempar! Namun, tahukah Anda tentang Apollo? Apollo adalah salah satu dewa utama dalam mitologi Yunani. Ia adalah dewa matahari, musik, puisi, ramalan, pengobatan dan banyak lagi yang lainnya. Bak Tuhan! Dewa Apollo adalah anak dari mahadewa Zeus dan Leto, dan saudara kembarnya Artemis. Ia dikenal sakti mandra guna karena berhasil membunuh Python yang telah menghancurkan Delfos. Maka tidak heran kalau namanya begitu diagungkan dan sekaligus menjadi pelindung kota Delfos. Kuilnya sangat megah dan pengaruhnya mendunia!

 

Kuil Dewa Apollo di Delfos mempunyai peran penting – kalau tidak mau dikatakan teramat penting – bagi kehidupan keagamaan, sosial, budaya dan politik di Yunani kuno. Nubuat-nubuat, atau tepatnya ramalan-ramalan yang diberikan oleh Pythia sering kali berpengaruh kuat bagi geo politik Yunani dan sekitarnya. O’ iya, Pythia adalah seorang imam perempuan yang dipercaya mempunyai hubungan istimewa dengan Apollo. Ia dipercaya dapat berkomunikasi langsung, meminta nasihat dan ramalan untuk masa depan kehidupan kepada Apollo.

 

Sejak lama, Delfos menjadi salah satu kiblat kehidupan agama dan politik Yunani. Keyakinan bahwa Apollo sebagai dewa pelindung, begitu kuat sehingga ritus-ritus pengurbanan kambing dan domba menyemarakkan kehidupan agama mereka. Pengaruh politik sangat terasa oleh karena ramalan-ramalan yang disampaikan oleh Pythia sangat menentukan keputusan untuk berperang atau tidak, untuk membentuk aliansi atau konfrontasi. Legitimasi dan wangsit Kuil Apollo di Delfos dapat menentukan siapa yang menjadi penguasa Yunani kuno!

 

Selain itu, Kuil Apollo di Delfos telah menjadi semacam pusat budaya di mana terjadi pertukaran tentang gagasan, seni, arsitektur, dan sastra. Tak dapat dipungkiri kultus Apollo di Delfos merupakan situs keagamaan paling penting pada zaman Yunani kuno!

 

Meskipun Kuil Apollo terletak di lereng Gunung Parnassus yang letaknya sekitar 340 Km dari Filipi di Makedonia Timur, lantaran begitu kuatnya pemujaan terhadap Apollo, maka tidaklah mengherankan jika Filipi yang merupakan “Roma Kecil” ini sangat terpapar oleh kultus Delfos. Perlu diingat juga bahwa Filipi sebagai kota yang terletak di jalur perdagangan dan komunikasi antara Yunani dan Asia Kecil, jelas memiliki koneksi budaya. Yang jelas, agama dan kepercayaan yang barang kali dikuasai oleh mitologi Yunani berpengaruh kuat di seluruh kekaisaran Roma yang pada saat itu menjadi penguasa adi daya.

 

Tidak mengherankan ketika Paulus dan teman-temannya memberitakan Injil di kawasan Makedonia, khususnya Filipi, mereka berjumpa dengan pengaruh kultus Delfos ini. Dalam Kisah Para Rasul 16 :16-34 (bacaan pertama Minggu ini), terjadi perjumpaan antara rombongan Paulus dengan seorang hamba perempuan yang mempunyai roh tenung atau yang diyakini mempunyai kemampuan untuk meramal. Indikasi ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Pythia, imam perempuan Kuil Apollo itu. Sebagai imam perempuan, tentu ia mempunyai kaki tangan yang diyakini dapat melakukan ramalan-ramalan ala imamnya itu.

 

Perempuan peramal yang berjumpa dengan rombongan Paulus itu tentu saja tidak bekerja sendiri. Ia mempunyai boss! Dari hasil ramalan-ramalan itu, koraborasi ini mendapatkan cuan! Kedatangan Paulus mengusik pundi-pundi cuan mereka. Buktinya? Baru saja Lidia, saudagar perempuan kain ungu itu telah mengikuti ajaran Paulus. Bayangkan, kalau seluruh penduduk Filipi, semua wilayah Makedonia dan kemudian dari Utara Yunani terus merambat ke Delfos bahkan Roma, apa yang terjadi dengan ritual dan kehidupan sosial mereka?

 

Tak pelak lagi, bagi orang-orang Yunani dan Romawi, gerakan Paulus dan teman-temannya dianggap sebagai pengacau dan harus segera ditumpas jika tidak ingin struktur sosial dan kekuasaan mereka runtuh! Bagi rombongan Paulus, ini merupakan tantangan maha berat. Ya, tampaknya hanya seorang hamba perempuan. Tetapi, di belakangnya ada kekuatan besar! Tidaklah mengherankan dilihat dari perspektif ini, konfrontasi antara Paulus dan hamba perempuan petenung ini menyeretnya masuk bui!

 

Ditempatkannya Paulus dan teman-temannya dalam penjara yang paling tengah dengan kaki yang dibelenggu dalam pasungan kuat dan yang sebelumnya berkali-kali didera, menunjukkan bahwa Paulus dan teman-temannya menjadi ancaman serius. Apa yang terjadi di dalam penjara itu? Paulus dan Silas berdoa dan bernyanyi! Dampaknya, terjadi gempa hebat yang mengguncang sendi-sendi penjara dan merobohkan pintu penjara. Jelas, ini bukan kuat dan gagah mereka. Namun, kuasa Tuhan dalam doa dan kekompakan dalam melayani; sehati-sepikir!

 

Ketika kepala penjara terjaga dari tidurnya, ia kaget dan berniat bunuh diri sebagai pertanggung jawaban dari kelalaiannya. Ia menyangka bahwa Paulus dan Silas telah kabur. Ternyata tidak. Inilah kesempatan baik, Paulus memberitakan Injil kepada kepala penjara itu. Hasilnya, ia dan seisi rumahnya percaya kepada Kristus dan mengobati, melayani Paulus. Lalu dengan sukacita mereka menjamu Paulus dan teman-temannya. 

 

Kisah ini tidak berhenti di situ. Paulus dan Silas yang telah dilepaskan dari penjara kembali menyambangi rumah Lidia. Di rumah Lidia rupanya telah terbentuk sebuah persekutuan, cikal bakal jemaat Filipi, jemaat pertama kawasan Makedonia. Persekutuan baru itu saling menguatkan dan menghibur. Mereka memberi dukungan untuk Paulus dan Silas dalam memberitakan Injil.

 

Apa yang dapat kita pelajari? Ternyata doa Tuhan Yesus dalam Yohanes 17 itu menjadi kenyataan! Paulus dan teman-temannya tidak steril dari aniaya dan kesulitan. Namun, dengan cara-Nya yang ajaib, Tuhan memberi pertolongan. Bahkan lewat kesulitan-kesulitan itu, mereka menemukan orang-orang yang diselamatkan. Di antara mereka ada Lidia dan kepala penjaga penjara. Pada pihak lain, kesatuan orang-orang yang telah menerima Injil itu sangat jelas. Paulus dan Silas, tentu saja ada teman-teman lain yang tidak disebutkan, mereka sehati sepikir dengan serius menanggapi panggilan Tuhan, memberitakan Injil di tengah tantangan yang begitu berat. Bahkan, orang-orang yang percaya karena pemberitaan Injil yang dilakukan oleh Paulus dan teman-temannya mengulurkan tangan untuk mendukung pelayanan itu. Ada yang memberi tumpangan, ada yang memberi makan dan seterusnya.

 

Akankah doa Tuhan Yesus tentang kesatuan para murid-Nya dan perlindungan Allah akan terjadi juga pada masa kini? Jawabannya: “Ya”! Pertolongan Tuhan akan terjadi sepanjang zaman. Namun, bagaimana dengan komitmen kita untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan; saling mendukung dan mendoakan; saling percaya satu dengan yang lainnya. Ingat, tantangan yang kita hadapi hari ini tidak lebih ringan dengan apa yang Paulus dan teman-temannya hadapi. Pengaruh global, egosentris ekonomi, keserakahan kekuasaan, pengrusakkan alam, penindasan dan ketidakadilan terus terjadi di depan mata kita. Lalu, apa yang kita kerjakan sebagai anak-anak Tuhan?

 

Tanpa Bersatu, tanpa berdoa, tanpa bersama-sama berbuat melakukan tindakan nyata kita akan tergerus oleh “kultus kuil Apollo”, terbuai oleh ramalan-ramalan “Pythia” dan terus melanggengkan ketidakadilan, penindasan dan keserakahan. Hari ini kita berteriak tentang ketidakadilan, tentang keserakahan, itu terjadi karena kita berada dalam keadaan tertindas dan tersisih. Bagaimana ketika kita berkuasa, kaya raya dan tenar apakah kita tetap menyuarakan kebenaran, keadilan, langit dan bumi baru

 

Lidia, kepala penjara, dan para pejabat Romawi yang mendengar berita Injil, mereka berkolaborasi untuk mendistribusikan kasih Allah dalam konteksnya. Ini sangat mungkin terjadi dalam konteks kita hari ini. Bersatulah untuk menebarkan kebaikan Tuhan dan menghadirkan Yerusalem baru kini dan di sini!

 

Jakarta, 30 Mei 2025 Minggu Paskah VII, Tahun C