Rabu, 28 Mei 2025

MEMBUAT UTUH DAN JELAS

John Spilsbury, pria yang hidup di Inggris pada abad ke-18. Ia punya minat mengajar pelajaran geografi sangat luar biasa. Namun, ia mengalami kesulitan dalam mengajarkan peta kepada anak-anak. Ide kreatifnya menolong anak-anak untuk antusias belajar geografi. Sekitar tahun 1760 Spilsbury membuat peta dengan cara memotongnya menjadi bagian-bagian kecil, lalu anak-anak merangkainya menjadi utuh. Dan, wow… peta itu terbentuk. Puzzle!

 

Ya, meski penemu puzzle tidak dapat diidentikfikasi sebagai satu orang tertentu, tetapi nama John Spilsbury selalu dihubungkan dengan puzzle mula-mula. Sejak penemuannya, puzzle berkembang menjadi berbagai jenis dan ukuran, termasuk puzzle jigsaw, puzzle silang kata, puzzle logika, dan lain sebagainya.

 

Puzzle sangat erat kaitannya dengan teka-teki yang memerlukan pemecahan masalah, kesabaran, keuletan, ketelitian, pemikiran kreatif dan logis, analisis dan penalaran untuk mencapai jawaban atau solusi. Bagi orang yang menyukainya, ini merupakan tantangan sekaligus menghibur!

 

Bak puzzle, mungkin itulah yang dihadapi oleh para murid Yesus sampai di penghujung kehadiran-Nya secara fisik. Kepingan-kepingan dari “gambar besar” tentang Mesias tidak juga selesai dibingkai. Buktinya? Hanya beberapa saat menjelang perpisahan dengan Yesus, mereka masih keukeuh dengan gambar mesias ideal yang mereka bayangkan, “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel!” (Kisah Para Rasul 1:6). Padahal, Yesus bukan hanya memberi klu, melainkan potongan demi potongan gambar diri-Nya dinyatakan kepada mereka. Dalam Injil Lukas, Yesus menegaskan bahwa diri-Nya adalah Mesias. Ya, Mesias yang bukan mesias politis yang akan menggulingkan takhta kekaisaran Romawi. Bukan! Melainkan Mesias yang menderita, Ia harus menempuh jalan penderitaan dan bangkit pada hari ketiga!

 

Betapa sulitnya para murid menyusun puzzle itu. Padahal, Yesus telah menuntun mereka mulai dari yang tersingkap dalam Taurat Musa, Nabi-nabi, dan Mazmur. Empat puluh hari sejak kebangkitan-Nya, Yesus hadir di tengah-tengah mereka. Ia menuntun dengan sabar, menguatkan dengan lembut dan memulihkan dengan luka-luka-Nya. Tentu saja, Yesus mengharapkan mereka untuk mengenal diri-Nya dengan utuh dan tahu percis apa yang diperjuangkan-Nya. Sebab jika mereka gagal mengumpulkan puzzle itu dengan baik, maka tidak mungkin mereka dapat mewujudkan Kerajaan Allah yang sejati.

 

Dengan pengalaman hidup bersama Yesus baik sebelum dan sesudah kebangkitan setidaknya para murid mampu melihat gambaran besar Sang Mesias dan apa yang diperjuangkan-Nya. Jawaban Yesus yang tidak mempedulikan permintaan para murid untuk memulihkan Kerajaan Israel bisa jadi semacam shock therapy. Bukan itu yang harus mereka perjuangkan melainkan meneruskan karya pelayanan-Nya. Dengan demikian mereka menjadi saksi-saksi yang benar. Untuk menjadi saksi-saksi yang benar, diperlukan pengenalan yang utuh tentang Mesias yang sejati dan perjuangan-Nya. 

 

Tampaknya Yesus mengerti kapasitas mereka memahami diri-Nya. Tidak mungkin mereka bisa mengenal dengan utuh dan jelas tanpa pertolongan kuasa Roh Kudus. Yesus menyatakan kembali janji-Nya bahwa Roh Kudus akan turun dan menyatakan segalanya dengan utuh dan jelas. Roh Kudus juga yang akan memberi kekuatan agar mereka mampu menjadi saksi-saksi kebenaran yang selama ini dikerjakan oleh Yesus Kristus. Hanya saja mereka harus memberi diri, menyiapkannya dengan bertekun di dalam doa.  

 

Kerajaan Allah adalah inti perjuangan, kesaksian dan pewartaan Yesus. Itu memang sudah berlalu, menjadi bagian dari sejarah pelayanan Yesus. Kenaikan Tuhan Yesus ke surga bukan berarti selesai sudah segala karya-Nya di bumi ini. Tidak demikian! Para murid tidak dibiarkan menatap langit di mana Yesus terangkat ke surga. Suara langit, yang tidak lain adalah suara Tuhan sendiri meminta mereka pergi untuk menyiapkan diri dalam melanjutkan karya Kristus itu. Selanjutnya, episode baru dalam karya penyelamatan Allah bagi dunia ini terjadi.

 

Sampai hari ini kita mendengar berita gembira dari kesaksian turun-temurun tentang Kerajaan Allah oleh karena ada orang-orang yang bersedia berdoa dan bertekun dalam persekutuan. Ada kuasa Roh Kudus yang bekerja di antara mereka. Lalu, mereka terus berkarya melanjutkan apa yang diperjuangkan oleh Yesus. Saat ini, kita yang telah menerima berita gembira itu mestinya ada dalam ziarah yang sama; menjadi saksi-saksi kebenaran tentang Injil Kerajaan Allah; menghadirkan gambar utuh dan jelas dari kasih Allah kepada dunia ini.

 

Namun, sangat mungkin hari ini kita sedang berhadapan dengan puzzle kehidupan dan misteri kehadiran Roh Kudus. Kepahitan, tekanan, penderitaan dan ketidakadilan akan memunculkan gambaran pengharapan mesianik seperti para murid. Kita akan bertanya juga, “Tuhan, maukah Engkau memulihkan kejayaanku? Aku telah bosan dengan penderitaan ini, maka jadikan aku pemenang atas segala derita ini!” Salahkah pengharapan demikian? Saya kira, sama seperti Yesus menanggapi permintaan para murid-Nya dahulu. Tidak ada kata-kata Yesus yang menyalahkan mereka. Namun, Yesus menunjukkan sesuatu yang lebih besar, yang lebih agung dan mulia, yakni : Kerajaan Allah! Yesus menunjuk fokus yang lain, bukan diri sendiri. Fokus itu adalah Kerajaan Allah di mana kasih dan damai sejahtera menjadi landasannya.

 

Bisa jadi, puzzle yang sedang kita susun merupakan gambar diri yang belum pulih. Iri hati, takut, dan ingin mendominasi menjadi semacam kerangka di mana puzzle itu kita letakan. Maka tidak heran, mukjizat, kuasa dan pertolongan Roh Kudus kita pahami sebagai alat untuk memuluskan segala minat kita. Akibat darigambaran puzzle yang tidak utuh ini akan memunculkan kesaksian-kesaksian tentang kesuksesan, kekayaan, keberhasilan, dan penaklukkan sebagai tujuan utama dari iman dan bukan kesediaan diri untuk meneruskan karya Kristus. Inilah pentingnya bertekun di dalam doa. Doa yang bukan mengatur kuasa Roh Kudus melayani kita, tetapi doa dengan hati yang terbuka untuk dibimbing oleh suara Roh Kudus. Dengan cara demikianlah kita dapat menemukan gambaran utuh dari apa yang Tuhan mau kita kerjakan. Di situ pula dengan jelas kita akan mengerti visi Allah bagi dunia ini.

 

Kenaikan Tuhan Yesus ke surga bukan sebuah perpisahan, melainkan pemberian mandat istimewa kepada seluruh pengikut Kristus. Marilah kita tanggapi mandat ini sambil terus bergandengan tangan, bertekun dalam doa dan berani memberitakan Injil Kerajaan surga!

 

Jakarta, 28 Mei 2025 Hari Kenaikan Tuhan Yesus ke surga, tahun C

 

Kamis, 22 Mei 2025

KETAATAN SEBAGAI PEMBERIAN ALLAH

Dari Troas ke Samotrake jika Anda melihat rute perjalanan mengemudi mobil yang ditawarkan oleh aplikasi Google Map akan menempuh 327 Km yang separuhnya perjalanannya harus menggunakan kalap ferry. Troas terletak di wilayah barat laut Turki, sedangkan Samotrake adalah sebuah pulau di Laut Aegea, Yunani. Kurang lebih Anda akan menikmati perjalanan selama 8 jam, itu pun kalau kapal penyeberangan tersedia dengan jadwal tepat waktu.

 

Kondisi ini jelas berbeda ketika kita menerawang ke masa lalu sewaktu Paulus yang ditemani Silas dan Timotius melakukan perjalanan dari Troas ke Samotrake. Dengan kapal layar sederhana yang rata-rata kecepatannya sekitar 5 – 10 km/jam, maka perjalanan dapat memakan waktu sekitar 20 – 60 jam, atau sekitar 2 – 5 hari. Ini sangat tergantung pada kondisi cuaca dan tentunya kapal yang ditumpangi.

 

Mengapa Paulus dan teman-temannya melakukan perjalanan yang melelahkan ini? Rupanya, malam hari sebelum perjalanan itu, Paulus mendapat sebuah penglihatan. Tampak di hadapannya seorang Makedonia yang berseru agar ia menyeberang dan menyelamatkan mereka (Kisah Para Rasul 16:9). Reaksinya? Semangat yang tersimpan dalam dada Paulus tetap sama seperti dahulu ia pergi ke pelbagai tempat untuk menumpas para pengikut Yesus!

 

Sekalipun semangat penjelajah sama, kali ini ada motivasi yang berbeda. Sejak perjumpaannya dengan Yesus yang bangkit di jalan menuju ke Damsyik itu segalanya berubah. Apa yang dikerjakannya bukan lagi termotivasi oleh penegakan Hukum Taurat, melainkan terinspirasi oleh kasih Yesus. Yesus yang selama ini dimusuhi dan pengikut-Nya dia aniaya, justru tidak menghukumnya, alih-alih merangkul dengan cinta-Nya! Cinta-Nya itulah yang mengubah total jalan hidup Paulus. “Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah,…” (Filipi 3:8).

 

Dahulu, Paulus melakukan perjalanannya untuk memberangus para pengikut Yesus dengan alasan untuk menegakkan Taurat. Ia telah memelihara dan hidup tidak bercacat dalam melakukan perintah Taurat. Dengan kalimat lain, apa yang dikerjakannya termotivasi karena ia takut punya cacat di hadapan Tuhan sehingga menjadi tidak layak. Kini, ketakutan itu diubah oleh cinta kasih Yesus sehingga ia dapat mengatakan bahwa, “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Galatia 2:20).

 

Dari Troas ke Samotrake bukan perkara berat bagi Paulus, ada banyak lagi perjalanannya yang lebih berat, menantang maut dan respons negatif, bermusuhan yang di alami Paulus. Anda bisa membaca kesaksian Paulus sendiri dalam 2 Korintus 23-28. Percis seperti Yesus yang dia layani. Kasih Allah di dalam Kristus itulah yang menjadi api yang menyala di dalam dirinya. Kasih Yesus itu tidak hanya menjadi sumber inspirasi bagi Paulus, tetapi kini menjadi jalan baru bagi hidupnya.

 

Dengan tepat Paulus menghidupi apa yang dulu pernah disampaikan Yesus kepada para murid-Nya, “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.” (Yohanes 14:23). Kasih Kristus itulah yang sekarang mengendalikan Paulus sehingga ia taat mendengar suara Roh Kudus. Ketaatan itu sendiri merupakan buah dari kasih Allah. Ini pemberian Allah yang ditanggapi bukan dengan ketakutan, melainkan ucapan syukur dan tindakan kasih yang nyata. Paulus dapat melihat seperti Yesus melihat, mendengar seperti Yesus mendengar. Ke mana pun suara Roh Kudus itu memerintahkannya, ke sanalah dia pergi. Paulus dapat melihat banyak orang yang layak menerima kasih Kristus. Dan, kasih yang sudah ada di dalam dirinya itu membuahkan tindakan sekalipun berisiko besar!

 

Sekarang, apa yang memotivasi Anda untuk hidup benar, baik, beribadah, dan taat kepada Tuhan? Apakah seperti Saulus sebelum berjumpa dengan Yesus? Agar tidak bercacat, lalu dengan demikian pantas menerima anugerah dari Tuhan? Ataukah agar tampil seperti layaknya orang saleh, dihormati dan dikagumi? Mungkin juga agar mendapat kavling di surga nanti! 

 

Perjumpaan dengan Yesus akan menentukan motivasi apa yang mestinya menggerakkan kita untuk melakukan setiap tindakan. Jika dalam perjumpaan itu, Anda merasakan kasih dan pengampunan-Nya, maka untuk menuruti, taat pada setiap perintah Tuhan bukanlah merupakan sebuah beban. Coba bayangkan ketika Anda sedang jatuh cinta. Ya, jatuh cinta pada seseorang atau apa pun juga, hampir dipastikan Anda akan bersedia melakukan apa saja untuk yang Anda cintai itu. Hampir pasti Anda akan menuruti segala permintaan, bahkan melebihi yang diminta untuk orang yang Anda cintai itu. Orang lain melihatnya sebagai pengorbanan. Namun, Anda sendiri merasa tidak berkorban apa-apa! Anda mencintai hobi tertentu, pasti untuk itu Anda rela membayar harga tanpa merasa diri rugi!

 

Seperti Paulus, segalanya berubah. Tujuan hidup dan ketaatan yang dia kejar juga berubah. Bukan terpaksa, ini semata karena kasih yang menggugah itu. Kasih Allah akan mengubah perintah ketaatan bukan sebagai beban, melainkan cara atau jalan yang diberikan Allah untuk kita berpartisipasi dalam kasih-Nya yang besar itu. Melalui perintah-Nya seolah-olah Dia memberikan kesempatan kepada kita terlibat dalam mewujudkan dunia baru. Langit dan bumi baru yang bebas dari penderitaan akan terwujud bila semua orang merasa dicintai dan atas nama cinta itu terpanggil untuk mengerjakan perbuatan baik.

 

Bagi Paulus dan teman-temannya, dari Troas ke Samotrake sekalipun secara obyektif merupakan perjalanan berat, bagi mereka layaknya sebuat tour yang menyenangkan. Bisa jadi bagi banyak orang mengasihi musuh, berdoa untuk orang yang membenci, memberkati si penganiaya adalah pekerjaan yang nyaris tidak mungkin, ini tidak masuk akal. Namun, bagi orang-orang yang tersentuh oleh kasih Yesus; ini mungkin, ini mengasyikan, ini menyenangkan!

 

Perjalanan dari Troas ke Samotrake bukan perjalanan konyol, tetapi perjalanan antara. Selanjutnya mereka menyentuh daerah-daerah yang kelak disebut Jemaat-jemaat Makedonia. Mereka adalah orang-orang yang tangguh meski menderita. Iman mereka tampak dalam kesulitan dan penderitaan. Paulus tidak segan memakai iman mereka sebagai contoh yang baik untuk orang-orang Korintus yang kondisi kehidupannya jauh lebih baik. 

 

Perjalanan hidup kita dalam ketaatan kepada Kristus jelas bukan perjalanan konyol. Percayalah, melalui tindakan-tindakan kesetiaan kita kepada Kristus akan banyak orang tersentuh oleh kasih-Nya. Kelak kasih Kristus itu akan tumbuh seperti iman orang-orang Makedonia. Sebuah kondisi baru akan terjadi, yakni: langit dan bumi baru di mana kasih menjadi panglimanya. Semoga!

 

 

Jakarta, 22 Mei 2025 Minggu Paskah VI, tahun C