Rabu, 19 Juli 2023

GANDUM YANG TUMBUH DI TENGAH ILALANG

"Rumput ini selalu tumbuh, padahal kita tidak pernah menaburkan benih rumput!", Kata Mang Manta sambil terus mencabuti rumput liar yang tumbuh di setiap petak sawahnya, "Kita menanam padi, rumput-rumput liar ini ikut tumbuh. Padahal, kalau kita menanam rumput, tidak pernah akan tumbuh padi," sambungnya sambil menyeka keringat yang membasahi keningnya.

Benar, jika kita menanam padi, selalu saja ada rerumputan yang ikut tumbuh. Jika dibiarkan, rumput-rumput itu akan terus tumbuh liar dan akibatnya padi yang ditanam akan terhimpit lalu lambat laun kurus dan tidak menghasilkan bulir seperti yang diharapkan. Namun sebaliknya, tidak pernah ada orang yang menanam rumput akan tumbuh padi yang menghimpit rumput-rumput itu. Barang kali karena pengalaman para petani inilah menjadi semacam siloka yang mengandung makna bahwa ketika kita melakukan kebajikan, selalu saja ada tantangan dan hambatan. Berbeda ketika kita melakukan tindakan yang buruk, seolah jalan itu begitu lebar!

Jika di bumi pertiwi yang menjadi makanan pokok adalah beras yang berasal dari tumbuhan padi, maka di kawasan Galilea, Nazaret, Palestina bahan makanan pokok berasal dari tanaman gandum. Bisa jadi masalah yang dihadapi para petani gandum di sana mirip-mirip petani di negeri kita. Ilalang, tumbuhan gulma itu menjadi penghambat utama gandum untuk tumbuh dan menghasilkan buah optimal.

Apa yang diungkap Yesus tentang ilalang yang tumbuh di tengah-tengah ladang gandum tidak biasa. Mengapa? Ya, biasanya ilalang atau rerumputan liar itu tumbuh dengan sendirinya. Dalam cerita perumpamaan Yesus ini, ilalang itu tidak tumbuh sendiri. Ada musuh yang menaburkan benih gulma itu. Iseng amat!

Bisa jadi memang sengaja Yesus menyebut tindakan orang iseng itu. Hal ini dipakai oleh penulis Injil Matius bahwa dalam komunitas mereka selalu diperhadapkan dengan tantangan pekerjaan si jahat. Iblis (Matius 13:39)! Pekerjaan si jahat ini sangat rapi. Ia menaburkan benih secara diam-diam; pada waktu malam hari. Jenis tanaman yang ditaburkan itu memiliki kemiripan dengan tanaman gandum. Nyaris sama!

Bukankah demikian cara-cara si jahat menanamkan pengaruhnya di tengah-tengah komunitas umat Tuhan? Si jahat itu menanamkan pengaruhnya dalam sunyi, diam-diam. Ia bisa menanamkan benih kejahatan itu di dalam hati manusia. Apa yang ditanam itu tampaknya sama. Ya, seperti batang, dan daun ilalang yang nyaris sama dengan daun gandum. Si jahat bisa tampak berbuat baik, ia bisa ikut beribadah, dan bisa juga perkataannya selalu mengutip firman Tuhan. Nyaris sama seperti orang-orang yang beribadah kepada Tuhan!

Nyaris sama, maka tidaklah mengherankan kalau para pekerja kebun gandum itu menyadarinya setelah gandum dan ilalang itu sama-sama tumbuh besar. Yang membedakan: gandum mulai mengeluarkan bulir bakal buah, sedangkan ilalang tidak (Matius 13;26). Melihat fenoma yang terjadi, segera para pekerja itu melaporkan kepada tuan mereka dan bermaksud untuk mencabuti ilalang jahanam itu. Tuannya melarang, logis! Mengapa? Terang saja ilalang yang sudah tumbuh besar punya akar yang panjang. Akar-akar ilalang dan gandum saling bekelit-kelindan. Satu dicabut maka yang lain akan segera terangkat. Sama-sama mati!

Lalu apa yang mesti dilakukan? Sang tuan menyuruh para hambanya untuk bersabar menantikan bulir gandum itu matang untuk dituai. Barulah pada saat itu akan dipilah mana gandum dan mana ilalang. Gandum akan masuk lumbung, sedangkan ilalang dibakar sampai habis. Selama masa panen, akhir zaman itu belum tiba, Yesus menghendaki agar orang-orang yang melakukan kehendak Allah tidak menjadi jahat lalu membasmi mereka yang menolak melakukan firman-Nya. Sabar dan terus bertumbuh menghasilkan buah berdampingan dengan mereka yang menghambat atau merintangi untuk setia kepada Allah.

Yesus meminta kesabaran kepada para murid-Nya sampai pada masa menuai. Sebelum hari itu tiba, selalu ada kesempatan terhadap orang berdosa untuk bertobat. Kesabaran Allah itu hendaknya tercermin juga dalam sikap hidup orang-orang yang menyembahnya. Tidak gampang menghakimi dan menyingkirkan ilalang hasil perbuatan si jahat itu.

Gandum yang tumbuh di tengah ilalang jelas tidak leluasa tumbuh. Mereka harus berjuang berebut nutrisi, sinar matahari dan oksigen. Dalam batas-batas tertentu biasanya semua jenis gulma termasuk ilalang akan tumbuh lebih cepat, menjadi dominan dan menguasai tanaman produktif. Mengapa? Secara alamiah mereka tumbuh liar dan memang tidak dibebani untuk menghasilkan buah. Inilah juga gambaran kehidupan orang percaya yang tidak mudah. Seperti apa yang dijelaskan oleh rasul Paulus dalam Roma 8 (bacaan kedua). Tantangan dan penderitaan itu begitu akrab dengan kehidupan orang percaya. Mengenai ini, Paulus mengingatkan agar orang percaya tetap setia.

Logiskah kita tetap setia dalam kesulitan dan penderitaan? Masuk akalkah kalau orang-orang di sekeliling kita melakukan tindakan-tindakan kejahatan dan kita berbeda dari mereka? Bukankah lebih nyaman kita melebur dan melakukannya secara berjamaah? Ya, tampaknya itulah hidup yang lebih mudah. Dengan begitu kita tidak ditolak, tidak dimusuhi dan tentu saja jauh dari aniaya! Sayangnya tidak demikian apa yang dinginkan Tuhan.

Apa yang disampaikan oleh Paulus sepintas kurang adaptatif, tetapi ini logis!  adalah "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyakatan kepada kita." (Roma 8:18).

Kata Yunani "Yakin" adalah logizomai (bandingkan dengan kata "logis" = masuk akal). Paulus menjelaskan dengan logis bagaimana membandingkan antara penderitaan dengan kemuliaan kelak yang bakal didapat ketika para pengikut Tuhan itu setia dengan imannya. Di tempat lain, Paulus mengungkapkan hal yang sama "penderitaan ringan yang sekarang ini mengerjakan bagi kami kemuliaan yang jauh lebih besar" (2 Korintus 4;17). Ini sama seperti penderitaan yang dialami oleh seorang atlet ketika ia harus mempersiapkan diri menghadapi pertandingan. Atau seorang tentara yang terus berlatih dengan keletihan dan penderitaannya. Atau seorang petani yang mengolah tanah, menabur benih, menjaga dan merawat tanamannya. Semua mengalami penderitaan. Namun, lihatlah apa yang terjadi ketika atlet itu menjadi juara, tentara itu menang dalam pertempuran dan petani itu memetik hasil panennya. Segala jerih lelah dan penderitaan itu sekejap saja hilang, diganti sukacita yang sangat besar! Bagi Paulus, pengharapan anak-anak Tuhan sangat logis!

Yesus melanjutkan ceritanya, ilalang itu akan dikumpulkan dan diikat lalu dibakar. Ini tidak lazim, umumnya gandum itu dikumpulkan lebih dahulu dan sampah termasuk ilalang akan dibakar terakhir. Maksud, penghukuman itu bakal terjadi. Melalui cerita perumpamaan itu seolah Yesus memperlihatkan bahwa Ia tidak membiarkan pembuat kejahatan. Hukuman itu tetap ada! Jadi lihatlah, bahwa apa yang tampaknya menyenangkan - padahal menyesatkan -  pada akhirnya menerima penghukuman yang setimpal. Tetapi yang tetap setia menghasilkan buah, mereka akan masuk dalam lumbung-Nya, dalam Kerajaan-Nya yang kekal! Inilah yang oleh Paulus disebut sebagai "kemuliaan yang jauh lebih besar". Sangat logis dan relevan untuk kita tetap setia, tumbuh dan berbuah walaupun di tengah himpitan, tekanan dan banyak penderitaan!

Jakarta, 1 Muharam 1445 Minggu Biasa Tahun A

 

 

  

Selasa, 18 Juli 2023

SI PALING BERIMAN

Bacaan : Efesus 6:10-20

Apa yang dimaksud dengan iman? Banyak orang mengutip Ibrani 1:11, "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan. Iman dan harapan tidak dapat dipisahkan. Hal yang kita harapkan adalah juga apa yang kita imani. Iman adalah keyakinan dan juga harapan bahwa Allah akan menggenapi semua yang telah dijanjikannya. Memang, belum kita lihat tetapi itulah dasar kita berharap. Iman!

Iman yang dalam bahasa Ibrani merupakan rumpun kata yang sama dengan "aman", "amin" sederhananya: iman adalah bersandarkan kepada apa yang tidak tergoyahkan, kita mengaminkannya dan hidup kita jadi aman! Lalu apa dan siapa yang tidak tergoyahkan? Banyak orang mengatakan bahwa yang tidak tergoyahkan adalah Allah sendiri. Namun, nyatanya banyak orang yang menyandarkan dirinya kepada jabatan, takhta, uang, kerabat, dan seterusnya yang dipandangnya sebagai kekuatan yang bisa diandalkan untuk mengatasi solusi dan memberi kebahagiaan.

Pandangan seperti ini, akan mencibir orang yang betul-betul taat dan setia pada imannya. Menganggap rugi ketika firman Allah yang menjadi dasar bagi perilakunya. Hidup beriman hanya akan merepotkan diri sendiri, tidak lagi bisa kompromi, harus toleran dan mengerti perasaan orang lain, tidak boleh egois, harus berkorban ini dan itu, melayani dan merendahkan diri. Ah, rasanya gak zaman lagi!

Benar, hidup beriman selalu diperhadapkan dengan tantangan, khususnya penderitaan dan hedonisme. Oleh karena itu kehidupan beriman dalam konteks dunia yang dihadapi sering kali digambarkan dengan medan peperang. Menghadapi peperangan tentu saja harus mempunyai kekuatan. Paulus mengatakan, "Hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan." (Efesus 6:10). Ini menegaskan bahwa dunia atau lawan yang dihadapi bukan lawan yang enteng. Ini serius! Hendaklah kamu kuat: kuat dalam motivasi, kuat  dalam melayani, kuat dalam menanggung penderitaan, dalam pertempuran. Kekuatan ini semata-mata bukan datang dari diri sendiri. Kekuatan itu berasal dari Tuhan!

Kuat di dalam Tuhan berarti kuat dalam perkarya dan untuk kepentingan-Nya. Kita tidak memiliki cukup kekuatan dari diri kita sendiri. Keberanian alamiah kita benar-benar sangatlah terbatas, demikian juga kekuatan kita. Di sinilah setiap orang percaya telah dilengkapi Allah dengan persenjataan mumpuni. Bukan rudal balistik atau amunisi uranium, karena musuh kita sejatinya bukan melawan darah dan daging. Melainkan roh-roh jahat di udara: ponerias en tois epouraniois. Ini bukan roh gentayangan atau hantu. Ini adalah kekuatan yang tidak kasat mata seperti udara yang bisa merasuki tubuh. Kekuatan itu dapat memengaruhi kita untuk melawan kehendak Allah. Kekuatan itu adalah kekuatan jahat yang mendorong kita melakukan tindakan-tindakan jahat. Ini serius, maka Allah memberikan kita senjata untuk menghadapinya. Senjata itu:

Ikat pinggang kebenaran: Hidup harus senantiasa benar, benar bukan karena usaha dan kekuatan sendiri, melainkan karena Allah membenarkan kita di dalam Kristus, karena itu kekuatan hidup benar senantiasa berpadanan dengan apa yang diajarkan oleh Yesus Kristus sendiri.

Baju zirah keadilan: Baju zirah adalah semacam rompi anti peluru, yang melindungi tubuh dari serangan senjata musuh. Berbaju zirah keadilan berarti seluruh aspek perilaku kita senantiasa berlaku dan memperjuangkan keadilan.

Kasut pemberitaan Injil damai sejahtera, kasut artinya alas kaki yang dipergunakan oleh kaki untuk berjalan. Jadi, ke mana pun engkau pergi harus membawa dan memberitakan Injil damai sejahtera. Injil adalah kabar baik, dan kabar baik yang efektif itu tidak hanya retorika yang menawan, melainkan mewujudkannya seperti apa yang dilakukan Yesus: Injil itu kerugma, didakhe dan therapeia (Pewartaan, pengajaran dan pemulihan).

Perisai iman, perisai adalah kelengkapan senjata untuk mematahkan serangan tombak, panah atau pedang. Orang percaya akan banyak mengalami serangan si jahat berupa penganiayaan, fitmah, dan pembunuhan karakter. Iman yang terpaut pada Kristus akan mematahkan semua serangan ini. 

Ketopong keselamatan, ketopong dalam kelengkapan perang tradisional berfungsi melindungi kepala. Kepala adalah bagian tubuh yang mengendalikan keseluruhan gerak tubuh. Vital! Keyakinan keselamatan dalam Kristus akan melindungi pola pikir kita yang menggerakkan seluruh anggota tubuh lainnya.

Pedang Roh, pedang adalah senjata untuk tidak hanya menangkis serangan tetapi juga untuk menyerang. Kalau sebelumnya Paulus berbicara lebih banyak tentang perlengkapan perang untuk bertahan dan melindungi diri. Kini, ia bicara tentang pedang untuk menyerang. Pedang itu adalah firman Allah, firman itu bagai pedang bermata dua yang dapat memisahkan . Ibrani 4:12, "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sum-sum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita."

Berdoalah dan berjaga-jagalah. Setiap prajurit Allah, meskipun sudah diperlengkapi dengan senjata rohani andal, tidak boleh lengah. Ia harus senantiasa berjaga-jaga. Doa merupakan sarana kita terhubung dengan Allah Sang Sumber pemberi kehidupan yang sejati itu. 

Allah telah begitu rupa memfasilitasi kita dengan pelbagai macam perangkat iman itu. Apakah kita menyadarinya? Dan, setelah menyadari, apakah kita menggunakan perangkat-perangkat senjata rohani itu dengan tepat guna? Dalam pertempuran, perangkat atau senjata berperan besar untuk memenangkan peperangan. Namun, di atas itu ada yang lebih penting lagi, yakni : keyakinan atau mental seorang prajurit. Sebab, sejata sehebat apa pun menjadi tidak berguna apabila mentalitas kita tidak mendukung. Kita gentar dan takut menghadapi lawan. Ingatlah, yang pertama-tama harus kita bereskan adalah keyakinan, mental dan iman kita terhadap Allah dan karya-Nya.

Hidup beriman adalah hidup yang senantiasa bersandarkan kepada Allah. Hidup yang yakin bahwa segala rancangan-Nya adalah rancangan damai sejahtera. Hidup beriman bukanlah hidup yang pasrah pasif. Melainkan, apa yang dipercaya dan diyakininya itu diperjuangkan dalam hidup sehari-hari. Sehingga, walaupun benar iman itu tidak kelihatan namun, ia akan tampak dalam setiap tindakan atau perbuatan! 


Khotbah Komisi Pemuda GKI Residen Sudirman - Surabaya, 23 Juli 2023