Kamis, 01 Juni 2023

MISI ALLAH TRINITAS

Kuartet Lalu Muhammad Zohri, Bayu Kertanegara, Wahyu Setiawan, dan Sudirman Hadi tampil habis-habisan dalam cabang lari estafet 4X100 meter di ajang SEA Games 2023 Kamboja. Mereka mengalahkan kampium juara lima kali,  Thailand di Morodok Techo National Stadium, Phnom Penh, Kamboja pada Rabu 10 Mei silam. Kerja keras, kekompakan, dan skil kecepatan individu menjadi penentu kemenangan tersebut. Lalu Muhammad Zohri dan rekan-rekannya menorehkan waktu 39,11 detik dan berhak atas medali emas.

Menurut publikasi Olympics, All you need to know about relay: rules, history, world records, lari estafet adalah olahraga lari yang dilakukan oleh empat orang pelari dengan cara sambung menyambung antar anggota tim. Setiap pelari setelah menyelesaikan jarak tertentu akan memberikan tongkat kepada pelari berikutnya sampai pada garis finis. Serah terima tongkat estafet harus dilakukan dalam zona pergantian panjang 20 meter. Pelari yang melakukan pergantian tongkat di luar zona itu akan didiskualifikasi.

Sejarah lari estafet berasal dari bangsa Yunani kuno yang menggunakan obor keramat yang diserahkan secara bersambung. Bangsa Yunani kuno menggunakan estafet sebagai aktifitas pemujaan spiritual kepada para leluhur mereka. Ada juga pendapat lain: lari estafet bermula dari kisah tiga suku bangsa, yakni Azlek, Inka, dan Maya. Ketiga suku bangsa ini pernah melakukan sebuah misi bersama dengan cara berlari secara bersambung atau yang dikenal sekarang dengan istilah lari estafet. Misi mereka adalah menyampaikan kabar penting. Intinya adalah sekelompok orang mempunyai misi bersama, masing-masing individu mengerjakan dalam ruang dan waktunya sendiri sehingga misi itu mencapai tujuannya. Finish!

Banyak orang Kristen memahami Allah Trinitas seperti "tim pelari estafet". Dunia ini bagaikan drama di mana ada tiga pemeran utama. Bapa berperan sebagai "pengasal" atau pengagas tindakan penyelamatan, Anak berperan sebagai "pelaksana" yang setia, sedangkan Roh Kudus "melanjutkannya". Ketiga pelaku drama ini menjalankan peran yang berbeda-beda tetapi dengan maksud dan tujuan atau misi yang sama, yakni menyelamatkan dunia beserta isinya. Secara bergantian ketiga pribadi ini punya ruang dan waktu yang berbeda.

Pelaku dalam lakon disebut prospon (Yunani) atau persona (Latin) yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia "pribadi". Arti harfiah dari kata Yunani dan Latin ini ialah gambar wajah atau topeng yang dikenakan oleh pemeran sehingga para hadirin langsung menangkap peran mana yang sedang dijalankan. Cara mengungkapkan Trinitas dengan bahasa peran seperti ini dulu mudah menarik perhatian orang banyak dan oleh karenanya dipakai untuk menjelaskan karya penyelamatan atau misi Allah ini. Cara berpikirnya demikian: Karya atau misi penyelamatan itu berasal dari Bapa dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Anak (Yesus Kristus) yang diutus ke dalam dunia, dan kemudian dijaga keberlangsungan misi itu oleh Roh Kudus.

Apakah demikian pemahaman kita mengenai Allah Trinitas? Jika "ya", apakah sejak awal Roh Kudus tidak mempunyai peran? Bukankah sejak dari awal penciptaan, Roh Allah itu melayang-layang di atas permukaan air seperti yang dikisahkan dalam Kejadian 1:2? Dan, bukankah Roh Allah juga pada orang-orang suruhan Saul sehingga mereka mengalami kepenuhan seperti nabi (1 Samuel 18:20), nyaris sama seperti peristiwa Pentakosta! Jelas, sejak semula Roh Kudus ada dan berperan serta dalam misi penyelamatan dunia ini.

Lalu, bagaimana dengan Yesus? Apakah Yesus tidak ikut andil sama sekali dalam prakarsa misi Bapa itu, oleh karena Ia hanya sebagai pelaksana saja? Jika kita mengingat perkataan Yesus, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada." (Yohanes 8:58). Benar, sebelum Abraham ada, sebutan nama Yesus belum ada. Namun, jika kita membaca prolog Yohanes, maka jelaslah bahwa sejak semula Sang Firman yang menjadi Manusia Yesus itu pada mulanya  bersama-sama dengan Allah, bahkan tidak terpisahkan dengan Allah Bapa!

Dengan demikian pendekatan atau analogi misi Allah Trinitas dengan menggunakan pelari estafet tidak tepat. Tidak tepat bahwa hanya Bapa sendiri yang punya prakarsa atau misi penyelamatan. Tidak tepat pula kalau Yesus hanya menjalankan tugas sebagai pelaksana. Demikian juga tidak tepat kalau dikatakan Roh Kudus itu hanya kebagian tugas menjaga keberlangsungan karya keselamatan yang telah dilaksanakan oleh Yesus.

Lalu, bagaimana kita memahaminya? Sejak awal misi penyelamatan dunia dan isinya ini menjadi konsen Allah Trinitas. Artinya, Bapa, Anak, dan Roh Kudus itu mempunyai prakarsa bersama merancangkan karya keselamatan itu. Allah Trinitas itu juga yang bersama-sama melaksanakan misi tersebut. Dan, Bapa, Anak dan Roh Kudus jugalah yang kemudian menjaga dan terus berkarya untuk kelangsungan misi yang telah digagas dan dilaksanakan itu. Adalah benar bahwa pada saat-saat tertentu ada peran Bapa yang begitu kentara. Ada saatnya peran Anak, Yesus Kristus begitu dominan, dan ada saatnya Roh Kudus sangat jelas terlihat dan dialami oleh orang percaya. Namun, ada juga peristiwa di mana ketiga-Nya hadir dalam sebuah peristiwa: Baptisan Yesus di sungai Yordan. Ada Yesus yang dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, ada Roh Kudus yang tampak dalam wujud burung merpati dan ada Bapa yang berkata, "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan." (Matius 3:17).

Allah Trinitas tidak bisa kita analogikan seperti pelari estafet dengan memenggal-menggal ruang dan waktu. Allah Trinitas dapat kita pahami seperti tiga orang penari yang berputar. Putarannya seperti gasing membentuk sebuah kesatuan yang tidak terpisahkan, namun kita masih bisa melihat pada saat-saat tertentu "warna" penari yang lebih dominan. Tarian itu begitu indah: saling mengisi, saling berbagi ruang, saling mendukung dan saling menguatkan, itulah tarian Perikoresis Trinitas. Bapa memberi ruang kepada Anak, Anak memuliakan Bapa, Bapa memuliakan Anak, Anak memberi ruang kepada Roh Kudus, Roh Kudus memuliakan Anak dengan membuat orang menjadi percaya dan melakukan apa yang diajarkan Yesus, demikian seterusnya sebuah persekutuan dinamis, serasi dan indah!

Indahnya tarian perikoresis dan dalam kehangatan persekutuan Trinitas ini mengajak sebanyak mungkin orang terhisab dalam tarian suci ini. Maka tidak heran kalau kita menjumpai perintah Yesus yang didasarkan kerinduan-Nya agar seluruh bangsa menikmati persekutuan ini. "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,..." (Matius 28:19). Yesus menginginkan persekutuan diri-Nya dalam Trinitas dapat dialami juga oleh sebanyak mungkin manusia dalam dunia ini. Inilah misi Allah Trinitas itu, bahwa bukan saja mereka selamat dari hukuman dosa, melainkan yang terutama adalah masuk dalam tarian perikoresis tersebut!

Ingatlah apa yang Yesus inginkan bukan sekedar orang Kristen itu membaptis dan mengkristenkan sebanyak-banyaknya orang di muka bumi ini. Melainkan, membawa masuk dalam persekutuan Trinitas dengan cara mengajarkan segala sesuatu yang telah Yesus ajarkan kepada mereka. Dalam pemahaman inilah kita dilibatkan dalam misi Allah Trinitas!

 

Jakarta, 1 Juni 2023 Minggu Trinitas, Tahun A   

Kamis, 25 Mei 2023

KARUNIA ROH DALAM KESEHARIAN

Peran Roh Kudus sangat sentral dalam perayaan Pentakosta. Pentakosta yang kita rayakan hari ini adalah hari di mana janji Tuhan Yesus digenapi: Roh Kudus tercurah dan tampak dalam peristiwa ajaib: hembusan angin dan nyala lidah-lidah api yang hinggap di atas para murid. Peristiwa ini membuat para murid mampu bersaksi kepada semua orang yang datang dari pelbagai peloksok negeri untuk membawa persembahan hasil panen mereka sekaligus peringatan turunnya Taurat.

 

Mereka yang datang dari pelbagai negeri, disapa dengan pernyataan para murid yang ternyata dapat berbicara dalam bahasa para pendatang itu. Roh Kudus memberi karunia agar firman dapat dimengerti oleh semua orang. Roh Kudus juga yang dalam perkembangan selanjutnya memberi pelbagai karunia agar umat Tuhan dapat menjalani kehidupannya sesuai dengan kehendak Tuhan dan menjadi saksi di manapun mereka berada.

 

Dalam konteks jemaat metropolis yang sarat potensi tetapi juga tumbuh subur kelompok-kelompok yang ingin eksis ke permukaan, Paulus merinci pelbagai karunia. Karunia-karunia tersebut sejatinya bukan untuk menegaskan siapa yang paling keren dan utama. Bukan! Sebab pada dasarnya karunia-karunia itu dihadirkan Roh Kudus untuk kepentingan bersama (1 Korintus 12:7). Pelbagai karunia itu diberikan oleh Roh yang sama, maka tidak sepantasnya kalau orang mendapatkan karunia tertentu lantas bermegah, sombong! Pada pihak lain, yang merasa diri biasa-biasa saja menjadi minder dan terpuruk.

 

Kenyataannya, sampai hari ini isu tentang keunggulan karunia tertentu tidak pernah surut. Seseorang akan merasa bangga jika bisa melakukan hal-hal spektakuler, ajaib dan dahsyat. Doanya cespleng, langsung dijawab! Perkataannya penuh hikmat dan pengetahuannya luas, apalagi dapat melakukan pelbagai mukjizat dan berbahasa roh! Benar, karena kuasa Roh Kudus orang dapat melakukan perkara ajaib, luar biasa. Namun, apakah karya Roh Kudus tidak tampak dalam perkara-perkara yang dipandang sederhana?

 

Bisa jadi kita pun mendambakan karunia yang ajaib itu. Coba kita telisik dari sekian banyak karunia Roh yang dipaparkan Paulus seberapa membanggakan jika kita mempunyai karunia tertentu. Jawab pertanyaan saya, seberapa bangganya Anda, berikan nilai dengan skala 0 (sangat tidak membanggakan) sampai 10 (luar biasa membanggakan) jika Anda diberi karunia melakukan mukjizat penyembuhan. Anda bisa seperti Ibu Ida Dayak, atau para penyembuh lainnya yang dengan cara ajaib bisa memulihkan penderitaan umat manusia. Hal yang sama lakukan lagi, jika Anda diberi karunia untuk percaya dan beriman.

 

Bisa saja Anda menjawab sama membanggakan. Ada kemungkinan, Anda akan menjawab bahwa karunia mengadakan mukjizat penyembuhan itu lebih membanggakan. Langka! Kalau perkara percaya dan beriman tak terhitung banyaknya. Itu mah hal biasa saja! Ya, kerap kali kita melihat hal-hal biasa tidak membuat kita lebih berbahagia. Padahal, justru lewat hal-hal biasa, Tuhan dapat memakai kita menjadi luar biasa!

 

Kita berdecak kagum ketika melihat seseorang dapat melakukan perkara luar biasa dengan anggota tubuhnya. Dengan tangannya yang terampil seseorang dapat bermain piano, atau gitar, dengan kakinya yang kuat dan lentur seorang ballerina bisa menari dengan mempesona. Kita, menganggap tangan dan kaki kita biasa-biasa saja!

 

Meminjam ilustrasi Rolf Dobelli dalam bukunya The Art The Good Life mari kita telusuri hal-hal yang kita anggap biasa-biasa saja. Mari kita mulai: Sekarang, tutup mata Anda, bayangkan Anda kehilangan tangan kanan Anda. Hanya ada sepenggal daging, bergelayut di bahu Anda – tidak lebih. Bagaimana rasanya? Seberapa sulit hidup Anda hanya dengan satu tangan? Bagaimana dengan makan? Mengetik? Bersepeda? Memeluk seseorang? Sekarang bayangkan Anda juga kehilangan tangan kiri Anda. Tidak ada tangan lagi! Anda tidak bisa mengambil barang, tidak ada sentuhan, tidak ada belaian. Bagaimana rasanya? Lalu bayangkan Anda juga kehilangan penglihatan Anda. Anda masih bisa mendengar, tetapi tidak akan pernah melihat pemandangan lain selain gelap, tidak lagi bisa melihat pasangan Anda, anak-anak Anda, teman-teman Anda. Bagaimana rasanya?

 

Sekarang, kita lanjutkan. Gunakan skala 0 (untuk tidak bahagia secara mendalam) dan skala 10 (benar-benar bahagia) Buka mata, bandingkan dengan keadaan Anda sekarang. Anda masih punya dua tangan, dua kaki dan sepasang mata untuk melihat. Anda menuliskan diangka berapa? Jika Anda seperti kebanyakan orang, persepsi kebahagiaan Anda akan melejit! Anda akan bersyukur dan benar-benar bahagia: masih ada tangan untuk bekerja, memeluk, membelai dan menolong orang. Masih ada kaki yang dapat membawa tubuh ke mana kita mau dan sepasang mata yang dapat melihat keindahan ciptaan Tuhan!

 

Tentu saja Anda tidak harus berpura-pura kehilangan anggota tubuh untuk meningkatkan kebahagiaan. Tentu juga Anda tidak usah mendramatisasi keterbatasan dan kesederhanaan karunia Roh yang dipercayakan kepada Anda. Namun, pikirkanlah lebih mendalam bahwa ada hal-hal yang sering kali kita anggap lumrah; biasa-biasa saja sebenarnya mengandung potensi dahsyat! Karunia Roh yang mungkin dianggap orang sebagai karunia recehan, misalnya percaya dan beriman, pada momen-momen tertentu justru menjadi dahsyat. Bukankah untuk tetap percaya dan beriman pada peristiwa-peristiwa kritis adalah sesuatu yang fenomenal? 

 

Kedua tangan kita yang tampaknya biasa-biasa saja, ketika dipergunakan untuk meraih orang yang terpeleset, menepuk pundak yang berduka, dan menggenggam erat kawan yang sedang frustasi, kehilangan arah, adalah sebuah karunia yang luar biasa? Ketika kedua kaki kita menopang tubuh berjalan ke tempat-tempat di mana orang memerlukan bantuan dan memberitakan damai sejahtera, bukankah hal tersebut merupakan karunia yang sungguh-sungguh nyata? Dan ketika sepasang mata kita dapat melihat keagungan ciptaan Tuhan dan dapat melihat penderitaan anak-anak manusia seperti Yesus melihatnya, bukankah hal itu adalah karunia yang ajaib?

 

Ternyata, ada banyak perkara yang kadung kita anggap biasa-biasa saja, ketika kita memandangnya sebagai karunia Roh dan kita melakukannya dengan memberi sentuhan kasih justru menjadi sarana efektif dalam menyalurkan cinta kasih Allah, menjadi kesaksian otentik natural dan tentu saja yang manusiawi mempunyai nilai surgawi!

 

Hari ini ketika kita merayakan Pentakosta, hari di mana janji Tuhan Yesus digenapi: Roh Kudus dicurahkan, marilah kita menghayati kembali peran kita sebagai murid-murid Kristus dalam memfasilitasi agar Roh Kudus leluasa bekerja di dalam diri kita. Percayalah, bahwa kepada kita masing-masing diberikan karunia secara khusus seperti yang dikehendaki-Nya (1 Korintus 12:12). Jangan sibuk membandingkan dengan karunia orang lain, apalagi jumawa atau iri. Galilah potensi karunia Roh itu, kembangkan dan pakailah dalam keseharian hidup kita. Dengan cara demikian kita dapat mempersembahkan persembahan yang terbaik, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: tubuh kita!

 

 

Jakarta, 25 Mei 2023 Pentakosta, tahun A