Jumat, 19 Mei 2023

DOA : “KARANTINA” BAGI JIWA

“Mohon maaf, untuk acara besok saya tidak bisa hadir. Saya sedang dikarantina!” Kata seorang sahabat yang terpapar Covid-19. Benar, meski sudah mereda dan WHO mencabut status darurat Covid-19 namun penyebarannya masih ada meski tidak sedahsyat satu dua tahun lalu. Karantina, adalah salah satu kata yang cukup sering kita dengar.

 

Di Pelabuhan dan bandara, karantina merupakan prosedur wajib yang harus dijalani seseorang atau barang, hewan dan tumbuhan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit menular. Sistem karantina identik dengan pengasingan terhadap seseorang atau barang. Apa yang dilakukan selama proses karantina? Pemeriksaan atau observasi! Masa karantina akan diakhiri apabila hasil diagnosa memastikan seseorang, barang, hewan atau tumbuhan itu dalam keadaan sehat, tidak membahayakan dan tidak berpotensi menyebarkan penyakit tertentu.

 

Sistem karantina modern sebenarnya punya akar panjang. Dalam Perjanjian Lama kita dapat menemukan prosedur pemisahan atau pengasingan orang yang terindikasi penyakit kusta. Imamat 13 dan 14, dua pasal ini berbicara untuk penanganan penyakit kusta. Para imam diberi otoritas untuk melakukan seluruh prosedur itu.

 

Meski membutuhkan jangka waktu tertentu, karantina merupakan prosedur yang efektif dan baik untuk menjamin masyarakat hidup sehat, mencegah penularan penyakit yang disebabkan oleh virus dan kuman. Karantina memastikan orang atau barang, hewan dan tumbuhan mengalami pemulihan, sehat dan terbebas dari virus dan kuman.

 

Dalam kehidupan manusia, kita memahami bukan hanya fisik atau tubuh kita yang dapat sakit, terserang virus atau kuman. Spiritualitas, mental dan rohani kita juga dapat terserang penyakit. Bukan saja virus dan kuman fisik yang dapat menyebar, menulari orang lain. Virus dan kuman spiritualitas, mental dan rohani kita dapat menular. Keragu-raguan, bimbang, takut, cemas, benci, dendam, pesimis, iri hati, kesombongan, dan lain sebagainya dapat menular. Contoh sederhana, apabila Anda hari ini ceria, tersenyum maka orang-orang di sekitar kita akan terbawa. Sebaliknya, hari ini Anda BT, cemberut, marah-marah, dapat dipastikan orang-orang yang ada di sekitar Anda akan BT juga. Jika demikian, mestinya ada juga semacam “karantina” untuk jiwa kita agar yang tersebar bukanlah hal-hal negatif, melainkan yang konstrutif, positif dan menghadirkan damai sejahtera!

 

Melewati pelbagai pergumulan bersama dengan Yesus, Tuhan dan Guru mereka, para murid mengalami banyak guncangan. Ada ketakjuban luar biasa menyaksikan pengajaran dan mukjizat yang dilakukan Yesus sehingga memunculkan ide bahwa Yesus inilah Mesias yang akan memulihkan kembali kejayaan kerajaan Israel seperti pada zaman Raja Daud. Namun, mereka juga sempat tenggelam dalam kecewa dan takut luar biasa ketika melihat Sang Guru itu ditangkap, dihakimi, disiksa, disalibkan dan mati. Kini, dengan kebangkitan Sang Guru membawa harapan baru. Harapan baru dengan konten lama, sebab mimpi-mimpi mereka tetap sama. Hal seperti ini tidak akan mungkin dapat menyebarkan aura positif yang dikehendaki Sang Guru. Mereka harus mengalami pemurnian motivasi dan pembaruan spiritualitas. Mereka membutuhkan ruang dan waktu sebagai persiapan mengemban misi berikutnya.

 

Setelah mereka tiba di kota, naiklah mereka ke ruang atas, tempat mereka menumpang.” (Kisah Para Rasul 1:13a). Siapa mereka? Petrus dan Yohanes, Yakobus dan Andreas, Filipus dan Tomas, Bartolomeus dan Matius, Yakobus bin Alfeus, dan Simon orang Zelot dan Yudas bin Yakobus. Mengapa mereka berkumpul di ruang atas itu? Ya, sebelumnya mereka berada dalam ruangan itu bersama Yesus. Yesus meminta kepada mereka untuk tinggal di Yerusalem sampai mereka dilengkapi oleh kuasa dari tempat tinggi (Lukas 24:49). Lalu, Yesus membawa mereka ke dataran dekat Betania. Di situlah para murid terakhir kalinya melihat Yesus sebelum terangkat naik ke surga. 

 

Para murid itu adalah orang-orang yang sebelumnya mengunci diri dalam ruangan. Apakah kali ini mereka juga hendak mengunci diri karena takut terhadap pemuka-pemuka Yahudi? Berbeda! Dulu, mereka benar-benar takut. Mereka mencari tempat untuk melarikan diri dan bersembunyi. Namun, kini mereka berkumpul di ruang atas untuk memulai babak baru dari panggilan mereka sebagai murid-murid Yesus. Sadar dengan teguran dua orang yang berpakaian putih untuk tidak terus menatap ke langit, kini mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama. Ruang atas rumah bukan lagi tempat persembunyian, melainkan sengaja dipilih untuk menjernihkan niat mereka dalam meneruskan misi Sang Guru. 

 

Jernih dalam hening! Dalam hening para murid dihantar untuk memasuki aequanimity : ketenangan untuk tidak terganggu oleh pengalaman atau paparan emosi, rasa sakit dan takut. Dalam ruang atas rumah itu mereka memersiapkan hati nurani bagi kediaman Roh Kudus. Keheninganlah yang menolong para murid untuk tidak gelisah karena ambisi mereka untuk memulihkan kerajaan Israel tidak terwujud. Hening, menolong mereka untuk melihat bahwa meneruskan misi Yesus menghadirkan Kerajaan Allah adalah jauh lebih utama ketimbang mengembalikan takhta kerajaan Daud. Hening adalah jembatan dari keyakinan menuju realitas yang sebenarnya.

 

Hening membawa mereka masuk dalam ketenangan yang dapat membebaskan mereka dari pengalaman pahit menyakitkan. Pengalaman ketika melihat Sang Guru dianiaya dan dibunuh. Hening memurnikan mereka dari nafsu serakah untuk mendapat kekuasaan duniawi. Hening menolong mereka untuk tidak dikuasai oleh emosi: sedih, kecewa dan marah, melainkan menolong mereka untuk mengendalikan diri meski dalam masa-masa kritis.

 

Hening bukan sepi, melainkan menyediakan ruang hati seluas-luasnya untuk berelasi dengan yang Mahakudus. Relasi dengan yang Mahakudus tidak boleh dicemari dengan anasir-anasir yang dapat merusak kekudusan itu sendiri. Dalam keheningan, kita dapat mendengar suara Tuhan!

 

Ruang atas rumah sewaan itu menjadi semacam tempat karantina. Benar, untuk beberapa hari mereka mengisolasi dan menarik diri. Hal ini bukanlah berarti bahwa mereka tidak mau peduli dengan hiruk pikuk orang banyak. Karantina yang dilakukan oleh para murid bagai anak panah yang ditempatkan di busur, lalu ditarik terlebih dahulu oleh sang pemanah sebelum melesat mengenai sasaran. 

 

 

Bersama ibu Yesus, para murid bertekun di dalam doa. Doa yang bukan lagi seperti anak kecil yang merengek agar ibunya memberi mainan. Bukan! Melainkan, doa yang membuat mereka menjadi tenang. Doa yang menyediakan telinga untuk mendengar kehendak-Nya, doa yang menolong mereka menyiapkan diri agar Roh Kudus berkarya melalui mereka.  

 

Apa yang dilakukan oleh para murid bersama Ibu Yesus menjadi tradisi dalam gereja. Gereja mengajak umat berdoa, merenung, bersekutu dan memurnikan kembali motivasi mengikut Yesus. Di sinilah jiwa kita “dikarantina” untuk sebuah tujuan luhur: bersedia dipakai oleh Tuhan untuk menjadi saksi-Nya. Menyebarkan virus positif: damai sejahtera, dan nilai-nilai Kerajaan Allah.

 

Jakarta, 19 Mei 2023 Minggu Paskah ke-7 tahun A

 

 

 

 

 

Senin, 15 Mei 2023

MENGAPA KAMU MELIHAT KE LANGIT?

Nyaris semua kerabat, teman dan saudara sudah tidak ada lagi di makam itu. Hanya tinggal seorang ibu dengan dua orang anaknya. Sebut saja ibu itu Mira. Ia baru saja mengantarkan jenazah suaminya yang meninggal akibat kecelakaan. Sangat mendadak! Air mata Mira tidak kunjung berhenti, ia memeluk kedua anaknya seraya mengajak mereka pulang. “Tidak Mah, aku masih ingin menemani ayah di sini!” pinta si sulung yang masih duduk di bangku kelas dua SMP. “Aku juga mau bersama Ayah, kasihan ayah di sini. Sebentar lagi hujan, pasti ayah kedinginan.” Adiknya yang masih duduk di kelas tiga SD memohon.

 

Mira seakan tak kuasa menahan pilu yang semakin menyayat hati. Ia membayangkan, bagaimana mungkin pulang ke rumah, kehangatan tidak ada lagi. Sang suami yang selalu membawa keceriaan kini sudah tiada. Bagaimana mungkin anak-anak tumbuh tanpa sosok ayah yang akan membimbing mereka, mengajari bagaimana mereka harus mengarungi kehidupan ini. Meski berat, Mira meminta sekali lagi kepada anak-anaknya agar mau beranjak dari makam ayah mereka. “Mari pulang, anak-anakku. Di sini bukan tempat tinggal kita. Ayah kalian pasti sedih kalau melihat kalian terus menangis. Ayah, pasti ingin kalian menjadi anak-anak tangguh!”

 

Air mata Mira belum kering, “Eka, Ibu tahu bahwa kamu belum dewasa. Namun, Ibu mohon kepadamu: kamu harus tetap rajin belajar, sekolah yang baik dan menjaga adikmu, Andy. Sementara Ibu akan terus bekerja supaya kehidupan ini terus berlangsung. Walau Ayah telah tiada, kita bisa mewujudkan mimpi-mimpi ayah. Buatlah ayah bangga suatu hari nanti melihatmu menjadi anak yang berhasil!” Meski, berat Mira dan anak-anak terus menjalani kehidupan mereka. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Eka yang mendengar perkataan ibunya terus tumbuh menjadi pemuda yang baik, cerdas dan berhasil. Pun demikian dengan Andy. Mereka sudah bekerja dan menjadi aktivis gereja. Melalui pengalaman, mereka dapat memberi kekuatan kepada teman-teman mereka yang sedang mengalami masalah.

 

Tentu tidak mudah melewati masa dukacita. Banyak orang mengalami kesulitan untuk melihat pengharapan akan kehidupan yang lebih baik. Alih-alih bangkit dan melanjutkan karya orang yang mereka cintai, justru enggan beranjak dari kubur. Terpaku dalam duka dan kehilangan, lalu entah harus berbuat apa selain meratapi kepedihan!

 

Murid-murid Yesus terpaku menatap langit. Langit yang menutup Sang Guru mereka yang terangkat ke surga. Semula antusias dan semangat mereka pulih kembali. Betapa tidak, kematian yang telah menelan Sang Guru itu benar-benar telah dikalahkan. Yesus bangkit! Empat puluh hari lamanya mereka bersama-sama lagi Sang Guru. Mimpi-mimpi mereka sekarang kembali bersemi. Pemulihan kerajaan Israel tidak lama lagi akan terjadi, lalu mereka akan menjadi pembesar-pembesar negeri itu. Zaman keemasan Daud dan Salomo yang sempat tenggelam kini akan muncul kembali!

 

Ternyata, mereka keliru! Bukan mimpi-mimpi seperti itu yang diharapkan oleh Sang Guru. Bukan kekuasaan duniawi dan politis yang menjadi perjuangan-Nya. Kini, mereka kembali terpaku dan menatap ke langit. Entah apa yang kini harus dilakukan. Kembali ke Yerusalem dengan pelbagai tantangan bahkan ancaman menjadi mimpi buruk. Mereka seperti Eka dan Andy yang enggan beranjak dari makam sang ayah karena membayangkan di rumah sudah kosong, tidak ada lagi pengharapan!

 

Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu melihat ke langit? Yesus ini yang terangkat ke surga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke surga.”(Kisah Para Rasul 1:11) Perkataan dua orang yang berpakaian putih itu seakan menyentak dan membangunkan mereka. Perkataan itu seolah meneguhkan mereka untuk kembali ke Yerusalem. Mereka kembali untuk bertekun menantikan janji Tuhan tentang pencurahan Roh Kudus yang akan melengkapi mereka dalam melanjutkan karya Kristus di bumi ini.

 

Kini, para murid mendapat kekuatan bahwa mereka harus mewujudkan bukan mimpi-mimpi mereka tentang pemulihan kerajaan Israel, melainkan masuk ke dalam mimpi dan perjuangan Sang Guru agar dunia dapat mendengar dan menerima kabar baik. Mereka harus mempersiapkan diri untuk menjadi saksi-saksi Tuhan mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung-ujung bumi. Mereka harus bertekun, sehati dan sepikir. Mereka tidak boleh lagi membawa egoisme masing-masing yang dapat merintangi terwujudnya misi Allah untuk dunia ini. Sejak saat itu mereka tidak lagi melihat ke langit. Tetapi kini mengarahkan pandangannya untuk misi di bumi.

 

Sampai saat ini banyak orang Kristen yang terus memandang ke “langit”. Langit yang dipahami sebagai takhta Allah yang Mahatinggi. Langit sebagai pusat Kerajaan Allah, dan langit yang akan mengangkat mereka dalam awan-awan kemudian membawa mereka ke surga. Dampaknya, kita banyak bicara tentang Kerajaan Surga yang tidak menapak di bumi. Bumi dipandang sebagai hal yang jahat!

 

“Mengapakah kamu melihat ke langit?” Kalimat ini berlaku juga untuk kita! Kalimat ini menyadarkan kepada kita bahwa memang benar Tuhan Yesus telah naik ke surga. Namun, ada tugas dan tanggung jawab kita untuk melanjutkan karya-Nya di bumi ini. Setiap murid Kristus tidak boleh diam dan memimpikan surga. Tetapi harus berupaya mewujudkan surga itu di bumi ini. Inilah kesaksian itu!

 

Melanjutkan karya Kristus di bumi ini itu berarti menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah kini dan di sini. Kehadiran Yesus memulihkan, menyembuhkan dan mengusir kuasa jahat. Hal seperti inilah yang harus diperjuangkan oleh setiap orang percaya, alih-alih menatap terus ke langit. Adalah benar bahwa untuk meneruskan pekerjaan Yesus Kristus di bumi ini tidaklah mudah. Namun, bukankah Dia sendiri telah berjanji akan melengkapi kita dengan kekuasaan dari tempat tinggi, yakni Kuasa Roh Kudus. Kini, giliran kita, sama seperti para murid Kristus untuk terus bertekun dalam doa dan membuka diri agar kuasa Roh Kudus leluasa berkarya dalam kehidupan kita lalu kita mampu menjadi saksi-Nya di bumi ini!

 

Berhentilah menatap ke “langit”, wujudkanlah yang di bumi ini sama seperti di surga!

 

Jakarta, 15 Mei 2023. Untuk Hari Kenaikan Tuhan Yesus Ke Surga, Tahun A