Kamis, 09 Maret 2023

DISEGARKAN AIR KEHIDUPAN

 

 

מדבר צין‎, Midbar Tzin: Padang gurun Sin yang letaknya tidak jauh dari Gunung Sinai tentu bukan tempat piknik atau rekreasi. Padang gurun mendengar namanya saja kita sudah merasa gerah, panas dan gersangserta gambaran menakutkan tentang badai gurun yang siap menyapu siapa saja yang berada di atas lautan pasir itu. Di padang gurun itu sampailah umat yang dipimpin Musa. 

 

Belum lama mereka melewati perjalanan mendebarkan. Bak syair lagu grup band tempo doeloe “Maju kena, mundur kena”. Di belakang pasukan Fir’aun dengan kekuatan pamungkas siap melumat umat itu. Dan, di depan mereka ada Laut Teberau. Pikir mereka: Binasa kita sekarang! Ajaib, tongkat Musa dipakai TUHAN menjadi jalan untuk mereka selamat dan melanjutkan ziarah menuju tanah perjanjian.

 

Ternyata perjalanan itu tidak seperti yang mereka bayangkan. Padang gurun Sin membuat siapa saja segera penat. Padang gurun itu menguras tidak hanya tenaga dan stamina tetapi juga emosi dan spiritual. Umat itu menggugat Musa, “Berikan air kepada kami, supaya kami dapat minum … Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?”Keganasan padang gurun itu membuat mereka lupa akan tindakan Allah yang menolong mereka melewati kemelut “maju kena mundur kena”. Mereka juga lupa bahwa Allah yang sama telah memberi makanan mana.

 

Bisa saja perjalanan hidup kita hari ini sedang berada di padang Gurun Sin! Penat dan melelahkan. Pergumulan yang dihadapi begitu menjemukan bahkan badainya kelewat dahsyat sehingga tidak tahu lagi apa yang harus dikerjakan. Sangat mungkin dalam titik nadir ini kita bertanya seperti Umat Israel bertanya, “Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?” (Keluaran 17:7). Dahsyatnya pergumulan hidup itu seakan seperti badai gurun yang melumat semua perjalanan manis kita dengan Tuhan. Kita lupa seperti Israel lupa akan penyertaan TUHAN. Kita lupa bahwa sampai hari ini ketika kita masih menghirup nafas kehidupan ada rangkaian peristiwa di belakang itu. Ya, pelbagai peristiwa di mana Tuhan telah mengasihi, menguatkan, mencukupkan, menyembuhkan dan memulihkan.

 

Letih, penat dan berbeban berat jelas membutuhkan pertolongan sebab jika tidak seseorang akan binasa. Air yang menyegarkan merupakan gambaran yang dapat melegakan dan menyegarkan untuk melanjutkan perjalanan. Air merupakan metafor tidak hanya kebutuhan fisik tetapi juga spiritual dan psikis. Siapakah yang dapat memberikannya?

 

Meskipun dekat dengan air, bahkan sedang menimbanya, perempuan Samaria yang dijumpai Yesus sejatinya dalam keadaan letih, penat dan berbeban berat. Ia membutuhkan air! Ya, bukan air yang ditimbanya. Lebih dari itu: air yang dapat memuaskan dahaga dan penatnya kehidupan yang sedang ia jalani. Bagaimana tidak, ia pergi ke sumur itu bukan pada jam setiap perempuan mengambil air. Siang hari bolong, pukul dua belas siang! Ia berusaha menghindar dari tatapan, pertanyaan dan mungkin juga gunjingan para perempuan lain tentang kelamnya jalan hidup yang ia lalui. Meski ia diam, Yesus mengungkapnya, “… engkau sudah mempunyai lima suami dan yang sekarang ada padamu, bukanlah suamimu….” Yesus mengungkapnya bukan untuk mempermalukan dan menghakimi bahwa dia hidup dalam dosa. Tidak! Apa yang diungkapkannya adalah menunjukkan bahwa Yesus tahu dengan tepat apa yang terjadi dengan dirinya.

 

Yesus menjumpai dan menerima perempuan yang lemah dan hidupnya hancur ini bukan dengan penampilan seorang suci yang hendak menggurui dan menyuruhnya bertobat. Yesus mengenal betapa dalam dan beratnya gambar diri yang negatif dari perempuan ini. Ia datang tidak untuk mengadili dan menghukumnya. Ia tidak mempertanyakan legalitas status perkawinannya. Yesus tidak datang dengan memberikan nasihat-nasihat moral kepadanya. Ia datang kepada perempuan itu sebagai “pengemis” air yang sedang kehausan di padang gurun. Yesus datang sebagai orang yang membutuhkan dan Ia memberi kesempatan kepada perempuan itu untuk berbuat sesuatu

 

Inilah jalan dan cara Yesus menghampiri setiap orang yang penat, letih lesu dan berbeban berat. Ia tidak hadir untuk menghakimi orang berdosa, Yesus sangat mengerti apa yang sedang kita gumuli. Yesus mulai berdialog dengan perempuan itu dan menciptakan relasi dengannya. Bayangkan, perempuan itu telah kehilangan sepenuhnya kepercayaan akan kebaikan dirinya. Tetapi Yesus mempercayainya. Dengan mempercayai, dan memberi kesempatan kepada perempuan itu untuk melayani-Nya – dalam hal ini memberi air – Yesus mengangkat dia dan mengembalikan kepercayaan pada harga dirinya. Menyegarkan!

 

Yesus menunjukkan bagaimana caranya mendekati orang yang letih-lesu, berbeban berat dan hancur. Tidak sebagai orang yang merasa diri lebih tinggi dan berasal dari “atas”, tetapi dengan rendah hati dari “bawah” sebagai seorang pengemis air. Menyejukkan!

 

Orang-orang yang sudah malu terhadap dirinya sendiri tidak membutuhkan orang yang bahkan akan membuat dirinya lebih dipermalukan. Yang dibutuhkannya adalah orang yang dapat memberikan harapan dan menunjukkan bahwa mereka bernilai, istimewa, berharga dan penting. Yesus menerima dan mencintai orang-orang yang hidupnya hancur. Pada Yesus ada air kehidupan yang siap menyegarkan dan memberi kekuatan bagi setiap orang yang letih lesu dan berbeban berat.

 

Jika kelamnya kehidupan perempuan Samaria tidak ada yang tertutup bagi Yesus, maka tidak ada juga yang tertutup segala sisi kelam dan kelemahan dari diri kita. Jika Yesus tahu dan mengerti apa yang dibutuhkan oleh perempuan Samaria itu, maka Ia tahu percis apa yang kita butuhkan. Jika Yesus dapat memberikan air kehidupan kepada perempuan Samaria itu, maka air kehidupan yang sama tetap tersedia dalam diri-Nya. 

 

Anda letih, lesu dan berbeban berat? Anda merasa tidak lagi punya harga diri mengingat sisi kelam kehidupan Anda? Anda haus mengarungi “padang Gurun Sin”, kehidupan yang gersang, kering dan tandus? Jangan bersungut-sungut seperti umat Israel menggugat Musa. Jangan biarkan marah, kebencian dan pandangan-pandangan negatif menguasai pikiran dan hati Anda. Ingat ada sosok yang sangat peduli. Ia tidak pernah menghakimi dan menelanjangi sisi gelap kehidupan Anda. Ia akan datang untuk memuaskan dahaga Anda; Ia menerima keberadaan Anda sebagaimana adanya. Ia tidak lagi mempermasalahkan statusmu, masa lalu dan dosa-dosamu. Ia hanya meminta bukalah hatimu. Ya, membuka hati sama seperti orang yang membawa bejana kosong untuk diisi oleh Air Kehidupan itu. Ini lebih dari cukup menjadi bekal untuk tiba sampai di negeri perjanjian kekal!

 

Lihatlah perempuan Samaria itu ketika ia telah mendapat “Air Kehidupan”. Tidak saja nilai dirinya menjadi positif. Ia sekarang bisa mengangkat kepala, bukan sombong tetapi percaya dirinya telah kembali. Ia tidak lagi murung tetapi berbicara dengan semua orang. Ia berbicara dan menyaksikan siapa Yesus Sang sumber Air Kehidupan itu. Injil Yohanes mencatat, “Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu, yang bersaksi: ‘Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat.” (Yohanes 4:39). Air Hidup itu tidak hanya menyegarkannya, Air itu telah meluap dan menyegarkan banyak orang!

 

 

Jakarta, 9Maret 2023, Minggu Prapaskah ke-3 Tahun A

 

 

 

 

Rabu, 01 Maret 2023

KENALI DAN PERCAYALAH

Mengenal berarti tahu lebih mendalam. Biasanya, seseorang akan percaya kalau sudah mengenal. Bukankah kita mau berbisnis dan mengambil risiko terhadap orang lain kalau sudah cukup mengenal. Kita mau berdagang dan menanamkan modal kepada orang lain tentu saja kalau kita sudah tahu track record-nya. Demikian juga ketika kita mengangkat seseorang menjadi karyawan atau orang kepercayaan, maka orang tersebut harus melalui tahap percobaan terlebih dahulu, barulah kita percaya. Dengan mengenali maka kita memperoleh rasa aman!

 

Sekarang, bagaimanakah relasi kita dengan Tuhan? Tahu dan mengenali lebih dulu baru kemudian mempercayai-Nya? Atau, percaya terlebih dahulu, baru kemudian kita dapat mengenali-Nya? Injil Yohanes mengajukan pertanyaan yang menyangkut dan mewakili kita semua. Kita membutuhkan rasa aman, oleh karena itu kita sibuk mencari tahu segala sesuatu supaya pasti. Kalau pun ada risiko, kita tahu bahwa hal itu dapat dikendalikan. Kita baru mau percaya dan mempercayakan diri kepada Yesus kalau semua pertanyaan-pertanyaan tentang Dia dapat terjawab dan masuk akal!

 

Nikodemus, sebagaimana kelompoknya sangat yakin akan dirinya sendiri. Ia adalah seorang petinggi Yahudi yang merasa aman dalam segi pengetahuan dan penguasaan hukum-hukum Allah. Ia mirip dengan para imam dan kaum Lewi yang diutus oleh para penguasa di Yerusalem untuk menyelidiki Yohanes Pembaptis. Ia membuka percakapan dengan Yesus, tetapi sebagai seorang yang merasa tahu, “Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah…” (Yohanes 3:2). Nikodemus mempunyai keyakinan pasti. Ia mengetahui hukum! Jelas, kepastian wawasan iman dan hukum penting dan perlu. Kita perlu tahu mengenai Kitab Suci. Namun, pengetahuan akan hukum dapat membuat kita tertutup pada diri sendiri dalam kepuasan diri karena sudah merasa tahu, merasa bertindak sudah tepat dan ujungnya merasa sudah benar serta lebih hebat. Semua itu dapat menghalangi kita untuk mendengar dan terbuka bagi jalan dan anugerah Allah.

 

Orang-orang yang hidup berdasarkan keyakinan-keyakinan pasti dan hukum-hukum yang dikuasainya cenderung ingin menguasai orang lain. Dalil-dalil dipakai untuk mempertahankan diri dan menyerang. Nikodemus ingin mengkonfirmasi bahwa apa yang dikuasainya itu adalah benar. Ia mewakili orang-orang yang merasa aman kalau tahu dan mengenal terlebih dahulu. Ia akan percaya kalau Yesus yang ada di hadapannya itu terkonfirmasi atau sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang ia kuasai. Maka tidaklah mengherankan kalau dalam percakapan itu Nikodemus cenderung tidak memahami apa yang Yesus uraikan. Bagi pemahaman nalar Nikodemus, mustahil orang dapat dilahirkan kembali. Bagaimana mungkin orang yang sudah lahir masuk kembali ke rahim ibunya? Dalam tataran ini, Nikodemus mewakili kita. Kita sulit memahami  ajaran dan perilaku Yesus oleh karena itu tidak sepenuhnya percaya kepada-Nya karena berangkat dari pemahaman bahwa kita harus lebih tahu dan mengenal Dia. Yesus dan kiprah-Nya harus memenuhi kaidah-kaidah pengetahuan kita, barulah kemudian kita mempercayai-Nya!

 

Dalam kisah percakapan dengan Nikodemus, Yesus hendak membalikkan apa yang menjadi pandangan umum manusia. Yesus mengoyak rasa aman manusia. Ia menantang manusia untuk berani keluar dari zona nyamannya. Ia menyatakan bahwa kalau kita percaya kepada-Nya maka hati dan pikiran kita terbuka. Kita dapat mengenali-Nya! Ketika kita menyatakan percaya kepada-Nya, maka relasi dengan-Nya akan terbangun dan kita tidak hanya tahu dan mengenal-Nya, tetapi lebih jauh dari itu: Dialah yang menghadirkan kehidupan kekal itu dan kepada kita diberikan-Nya hidup yang kekal itu! Kekal tidak harus diartikan dengan hidup di seberang kematian. Hidup kekal itu adalah hidup Ilahi yang dianugerahkan kepada kita sekarang ini juga pada saat kita percaya kepada-Nya!

 

Ketika kita percaya kepada Yesus, pada saat yang sama kita masuk dalam relasi dengan Yesus dan segera mengikuti-Nya. Pada saat itulah kita menerima hidup yang ada dalam diri-Nya. Hidup dan relasi seperti apa? Ya, hidup dan relasi sebagaimana Yesus hidup dan berelasi dengan Bapa-Nya. Begitu karib dan penuh cinta kasih! Di situlah kita mulai mengenali hidup abadi yang mulai tumbuh di dalam diri kita dengan ditandai tidak lagi tertarik pada berhala uang dan kekuasaan seperti yang ditawarkan Iblis sewaktu mencobai Yesus di padang gurun itu. Relasi yang terbangun dengan Yesus perlahan tapi pasti akan membuat kita mengerjakan seperti apa yang Yesus kerjakan. Kita mulai menanggalkan keegoisan dan mampu melihat orang lain sebagai sosok yang harus dihargai dan dicintai. Itulah nilai-nilai Kerajaan Allah; nilai-nilai kekal dalam kehidupan yang sesungguhnya.

 

Tanda-tanda kehidupan kekal yang dialami kita sekarang ini akan terus berkembang: kita mulai melihat orang lain seperti Yesus melihat mereka. Kita mulai mencintai mereka seperti Yesus mencintai mereka, kita memandang serta mencintai diri kita seperti Yesus memandang dan mencintai kita. Perjalanan bersama-Nya terus akan menemukan lebih banyak lagi nilai-nilai kekekalan itu dan kita akan merasakan bisikan Allah itu, “Aku mengasihi engkau seperti adanya engkau. Engkau tidak harus menjadi sempurna atau cerdas dan menguasai hukum. Engkau dicintai sebagaimana adanya. Aku begitu mengasihi engkau sehingga Aku datang untuk menyembuhkan engkau dan menganugerahkan hidup. Ya, hidup yang kekal itu kepadamu. 

 

Jangan takut! Bagimu cukup membuka hatimu untuk Aku tinggal. Bagimu cukup percaya dan engkau akan mengenal siapa Aku sesungguhnya! Maka, “Barang siapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal!”

 

Sudahkah kita percaya dan mempercayakan diri kepada Yesus? Jika ya, pasti akan tampak nilai-nilai kehidupan kekal itu terpancar dalam diri kita. Mencintai sebagaimana kita telah dicintai. Rela berkorban sebagaimana Yesus telah mati dan mengorbankan diri-Nya untuk kita. Berani mengampuni seperti Yesus mengampuni orang-orang yang membenci-Nya. Memulihkan yang terluka dan peduli terhadap penderitaan sesama. Jika, tanda-tanda itu belum terlihat, masih ada waktu. Buka hati jalin relasi yang baik, nanti kuasa kasih itu akan merasuki kita. Dan kita tidak lagi membutuhkan jawaban-jawaban yang memuaskan pertanyaan kita. Saat itulah kita akan tinggal di dalam Dia dan Dia di dalam kita, seperti Bapa yang menyatu dengan Anak-Nya!

 

 

Jakarta, 1 Maret 2023 Minggu Prapaskah ke-2 tahun A.