Ada banyak orang tidak takut mati. Contoh, aksi-aksi yang menantang maut kian hari kian menjadi, apalagi dalam era digital. Demi konten mereka menantang bahaya. Ada yang nekad menghadang mobil truck, bermain dengan ular berbisa, kebut-kebutan, dan banyak lagi aksi-aksi lain yang bercanda dengan maut. Betul-betulkah mereka berani mati? Tampaknya begitu, namun belum tentu mereka berani hidup. Bisa jadi hal itu dilakukan sebagai cara untuk melarikan diri dari kenyataan hidup yang sebenarnya!
Banyak orang berani mati, namun sedikit yang berani hidup. Ada banyak alasan orang takut menghadapi kenyataan hidup ini. Matt Haig (Reasons to Stay Alive) menggambarkan alasan kuat manusia takut menjalani kehidupan oleh karena dunia ini lambat laun didesain untuk membuat kita depresi. Kebahagiaan tidak terlalu bagus untuk ekonomi. Andai kata kita bahagia dengan apa yang kita miliki, untuk apa kita membutuhkan lebih? Bagaimana menjual krim pelembab kulit anti-penuaan dini? Buatlah seseorang khawatir tentang penuaan dini. Bagaimana cara orang memilih partai politik tertentu? Buatlah kelompok mereka khawatir kenyamanannya terusik. Bagaimana cara membuat orang membeli asuransi? Buatlah mereka khawatir tentang segala hal. Bagaimana cara orang melakukan operasi plastik? Dengan menunjukkan kekurangan-kekurangan fisik mereka. Bagaimana cara menyuruh orang menyimak berita? Buatlah mereka takut ketinggalan informasi. Bagaimana cara membuat orang membeli ponsel baru? Buatlah mereka merasa ketinggalan dalam teknologi!
Dunia ini menakutkan, kehidupannya mengerikan dan tidak bersahabat. Mungkin, perasaan itulah yang ada dalam benak para murid Yesus. Sejak semula mereka mengikut Yesus, ada banyak kuasa dan keajaiban yang mereka lihat dan alami. Sehingga tak salah-salah amat kalau mereka meyakini bahwa Sang Guru ini adalah Dia yang akan datang itu. Mesias! Ya, mesias yang akan meraih kembali kejayaan Israel masa lampau.Mesias yang akan mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Namun sekarang, setelah penghakiman-Nya tampak mesias itu tidak berdaya. Bahkan Ia mati! Para murid kehilangan pengharapan. Suram melihat masa depan dan tidak lagi berani menapaki kehidupan.
Sangat mungkin dari komunitas para murid Yesus, mereka yang biasa berkumpul dekat dengan Yesus adalah kaum perempuan yang sangat terpukul. Setidaknya hal ini digambarkan oleh Maria dari Magdala, Yohana, Maria ibu Yakobus dan para perempuan lain (Lukas 24:10). Ketika mereka sampai di tempat di mana Yesus dikuburkan, ada tiga fakta yang membuat mereka tercengang. Pertama, batu penutup makam itu terguling. Kedua, ketika mereka masuk ke dalam makam, jenazah Yesus sudah tidak ada lagi di makam itu. Ketiga, dua orang lelaki dengan pakaian yang berkilauan menyapa mereka.
Sedih dan bingung akan apa yang terjadi. Jenazah Yesus sudah tidak ada! Dalam kebingungan itu, lelaki itu memberi kabar bahwa Yesus telah bangkit seperti yang sudah dikatakan-Nya ketika Ia masih di Galilea. Kepada mereka diajukan pertanyaan, “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup di antara orang mati?” Alasan dari pertanyaan ini sebenarnya sederhana, yakni bahwa mereka telah mendengar apa yang dinyatakan oleh Yesus di Galilea bahwa Ia akan diserahkan ke tangan orang-orang berdosa, disalibkan, dan bangkit pada hari ketiga. Bayang-bayang kematian tampaknya begitu kuat sehingga mereka lupa dan mengabaikan perkataan Yesus. Cengkeraman dan sengat maut dapat membutakan kita dari pengharapan!
Peran para perempuan ini sangat mewarnai berita kebangkitan dalam Injil Lukas. Para perempuan ini tidak hanya kali ini saja tampil dalam kisah Yesus. Mereka telah menjadi saksi penyaliban Yesus. Mereka berdiri jauh-jauh dan melihat peristiwa itu (Lukas 23:49). Mereka juga hadir ketika Yesus dimakamkan (Lukas 23:55). Barulah ketika mereka masuk ke dalam kubur kosong itu, Lukas mulai mengisahkan kehadiran dua lelaki yang membawa warta kebangkitan.
Pengalaman para perempuan memuat tiga hal: makam kosong, pemberitahuan dua lelaki, dan ingatan mereka akan kata-kata Yesus. Ketiga unsur inilah yang mendasari kepercayaan mereka akan kebangkitan Yesus. Makam kosong dan pemberitahuan di dalam makam membuat mereka teringat akan kata-kata yang telah diucapkan Yesus sendiri. Meski tidak ada perintah untuk mewartakan pada yang terjadi kepada para murid, para perempuan ini pergi menyatakan apa yang mereka alami.
Kita menyaksikan inilah yang disebut “the power of emak-emak”, tak dapat disangkal, perempuan sering kali mudah panik, hanyut dalam perasaan dan dukacita. Tetapi pada pihak lain, justru kaum perempuan inilah yang menjadi saksi-saksi dekat, mereka menemani Yesus pada saat-saat terberat dalam pelayanan-Nya dan mereka juga yang menjadi saksi-saksi utama dari kebangkitan Yesus. Dari para perempuan inilah tersebar berita kebangkitan, pengharapan dan era baru dalam kelompok para murid dimulai. Ada optimisme dalam menatap kehidupan. Kematian tidak mengubur asa, sengatnya tidak melumpuhkan pengharapan dan perlahan tapi pasti mereka berani untuk kembali menapaki kehidupan. Ya, mereka berani hidup oleh karena Yesus hidup!
Meski dunia ini menakutkan dan dirancang demikian, Matt Haig meneruskan: Kita memang tidak bisa pindah ke dunia lain, tapi sebenarnya kalau kita perhatikan baik-baik, dunia penuh materi dan iklan bukanlah kehidupan yang sesungguhnya. Kehidupan adalah hal-hal lain. Kehidupan adalah semua yang tersisa setelah Anda membuang omong kosong lainnya, atau setidaknya mengabaikan omong kosong itu untuk sementara waktu.
Kehidupan adalah orang-orang yang mencintai Anda. Tidak seorang pun akan memilih untuk tetap hidup demi iPhone. Orang-orang yang bisa kita hubungi dengan iPhonlah yang lebih penting. Begitu kita mulai pulih dan hidup lagi, kita melakukannya dengan cara pandang baru. Segala sesuatu menjadi lebih jelas, dan kita menyadari hal-hal yang tidak kita sadari sebelumnya.
Haig mengajak kita untuk berani hidup dengan pemaknaan baru. Benar ada banyak alasan untuk kita menjadi cemas, pesimis bahkan depresi. Namun, bukankah ada lebih banyak lagi alasan untuk kita berani hidup. Alasan utama adalah bahwa Tuhan kita bukan Tuhan yang mati. Dia hidup! Dia mencintai kita, tidak membiarkan kita hidup dalam kegamangan. Kebangkitan-Nya yang disaksikan oleh para perempuan setidaknya menyadarkan kembali hal-hal yang tidak kita sadari sebelumnya, yakni jaminan Yesus sendiri. Tinggal kini, apakah telinga dan hati kita terus condong pada hal-hal yang menakutkan dan untuk itu kita menaklukkan diri? Ataukah kata-kata dan ajaran Yesus itu bermakna dan menjadi pandu dalam kehidupan kita.
Alasan lain yang tidak kala penting untuk kita berani hidup adalah: membagikan cinta Yesus kepada orang-orang lain. Seperti para perempuan itu, tanpa ada yang menyuruh, mereka pergi memberitakan kebangkitan kepada para murid lain, mestinya kita pun sama, yakni menyampaikan kabar baik bagi orang lain. Kabar baik itu adalah kabar cinta! Banyak orang-orang di sekitar kita yang enggan meneruskan hidup. Banyak yang merasa tidak dicintai. Tidak berani hidup dengan setumpuk masalah yang dihadapi mereka. Kini, Tuhan ingin berkarya melalui Anda dan saya. Untuk mencintai mereka, memberi pengharapan kepada mereka, menemani dalam kekalutan mereka sampai mereka merasa dicintai, dipulihkan dan berani melangkah lagi.
Jakarta, Paskah 2022, tahun C