Menjadi saksi! Bukan sekali, dua kali kita mendengar kalimat ini dalam konteks pelayanan gerejawi. Namun, apakah sebenarnya yang disebut-sebut dengan kesaksian itu? Bersaksi artinya menyatakan kesaksian, atau memberikan keterangan dengan sejujurnya. Jika kesaksian itu berkaitan dengan kehidupan iman, itu artinya memberikan keterangan, penjelasan tentang karya keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus. Jelaslah bahwa subyek utamanya bukan orang yang memberi kesaksian itu, melainkan Yesus Kristus.
Sebuah kesaksian dapat menyentuh hati orang yang mendengarnya. Kata-kata indah disertai bahasa tubuh bisa memesona orang lain. Namun, sejauh mana kesaksian tersebut sungguh-sungguh memberitakan kebenaran sejati seperti yang Tuhan kehendaki? Tidak mudah untuk membedakan kesaksian yang benar tentang karya kasih Tuhan dengan kesaksian yang sekedar memamerkan berkat yang kita terima. Tidak salah berkat berupa materi, kesehatan, kenaikan jabatan, kesuksesan studi, kita ceritakan. Namun, jelas subyek utamanya bukan itu. Kita sering terjebak dengan kesaksian-kesaksian yang pada akhirnya menjadi cerita dan kisah indah tanpa menyatakan karya penyelamatan Kristus bagi manusia. Godaan untuk mendapatkan apresiasi dari sesama manusia biasanya membuat kita lupa bahwa sosok yang sedang kita nyatakan hanyalah satu, yakni Tuhan!
Lebih jauh kita lupa dan cenderung mendiskon bahwa yang namanya kesaksian adalah cerita. Padahal makna hakikinya adalah meneruskan karya Yesus Kristus di dunia ini. Yesus Kristus telah paripurna menunaikan mandat Bapa-Nya untuk menyatakan kasih dan keselamatan. Ditandai peristiwa kenaikan Yesus ke Surga, adalah momentum bahwa Ia sudah selesai meletakkan dasar-dasar kesaksian.
Kenaikan-Nya ke Surga bukan berarti Ia meninggalkan murid-murid-Nya sebagai “yatim-piatu”, tanpa penyertaan-Nya lagi. Bukan! Melainkan sebagai peristiwa di mana Yesus memberikan kepercayaan kepada para murid-Nya untuk melanjutkan karya-Nya. Jadi, kesaksian bukan sekedar cerita menerima berkat, melainkan lebih luas dan dalam. Tepatnya melakukan seperti apa yang Tuhan Yesus lakukan!
Kalau begitu berat benar tugas menjadi seorang murid atau seorang Kristen? Ya, betul! Tugas ini bukan tugas sembarangan atau sambil lalu saja. Yesus pun menyadari bahwa apa yang Ia percayakan kepada para murid itu bukanlah perkara mudah. Maka Ia berjanji mengirim atau mengutus Roh Kudus untuk menyertai kiprah para murid. Roh Kudus yang dulu dijanjikan tidak lama lagi akan dicurahkan kepada mereka, agar mereka mampu menjalankan tugas kesaksian itu menurut hikmat-Nya, bukan semau-maunya sendiri. Syaratnya mereka harus sungguh-sungguh menantikannya di Yerusalem.
Kenaikan Yesus Kristus ke surga bukan akhir dari kisah penyelamatan manusia, namun justru sebuah pintu yang menghantar para murid ke gerbang pelayanan sebagai utusan dari saksi-Nya. Kenaikan Yesus ke dalam kemuliaan itu sendiri dilukiskan oleh Lukas secara audiovisual, artinya bisa dilihat dan didengar. Pada waktu itu, para murid melongo memandang ke langit, ke arah kepergian Yesus. Pada saat itulah hadir tokoh yang berpakaian kemilauan memberi arti pada peristiwa itu. Ia menyadarkan para murid (orang-orang Galilea) untuk tidak melongo terus memandangi langit. Mereka harus berani hidup sambil memperhatikan arah kepergian Yesus. Mereka harus berani hidup menyongsong kedatangan-Nya kembali mengajak kita semua menuju kemuliaan.
Peristiwa kenaikan Yesus Kristus kemudian mempunyai arti bagi arah perjalanan hidup yang hendak diperjuangkan oleh para murid. Para murid Yesus ditantang untuk menjalani kehidupan secara nyata, tanpa kehilangan arah menuju kemuliaan, sebagaimana menjadi arah kehidupan Yesus, Junjungan mereka.
Peristiwa kenaikan Yesus Kristus dalam kemuliaan bukan hanya soal Yesus yang mulia, melainkan juga menjadi persoalan jemaat beriman atau Gereja semesta, ini soal bagaimana Gereja menatap masa depan bersama Yesus yang mulia, dengan penuh kesadaran bahwa arah hidup itu adalah menyongsong Dia yang sudah dimuliakan.
Suara langit dari surga yang mereka dengar dari malaikat menyadarkan mereka akan tugas kesaksian yang harus mereka emban setelah peristiwa itu. Mereka tidak cukup hanya sekedar tertegun memandang langit. Mereka harus kembali kepada kenyataan hidup, menjalani kehidupan dengan arah ke mana Yesus menuju kepada kemuliaan-Nya. Gereja perlu terus-menerus mengingatkan keyakinan bahwa seluruh anggotanya ditantang untuk mengembangkan hidup ini sepenuhnya dalam peziarahan menuju Yesus Kristus yang mulia. Dalam peziarahan itu pelbagai macam kegelisahan masih akan memberikan warnanya, tetapi semua bermakna untuk mewarnai usaha bertemu dengan Tuhan yang telah dimuliakan, sampai akhirnya bisa bertemu muka dalam kemuliaan-Nya.
Inilah yang kini juga menjadi tantangan semua orang beriman yang mengalami Yesus mulia dalam kebangkitan. Semua orang beriman yang telah dibaptis dalam kematian-Nya, akhirnya iktu bangkit bersama-Nya, untuk mengembangkan hidup dalam kemuliaan sebagaimana dikatakan dalam kenaikan-Nya ke surga. Mengisi masa depan dalam kemuliaan sebagaimana pantas bagi semua orang percaya kepada Yesus Kristus itu menjadi suatu keharusan. Bukan karena sekedar wajib, melainkan karena itulah arah kehidupan yang dinyatakan bagi kita.
Jadi, peristiwa kenaikan Yesus Kristus merupakan era baru bagi para murid termasuk kita pada masa kini. Era di mana Yesus tidak lagi hadir secara fisik melainkan melalui Roh Kudus, Ia menyertai setiap orang percaya untuk mampu menyatakan hidup kesaksian. Kesaksian yang mengarahkan setiap orang untuk memandang ke arah Yesus yang menuju kepada kemuliaan-Nya. Sikap hidup kesaksian menurut hikmat-Nya adalah mengerahkan segala daya agar kehidupan kita mengerjakan standar yang diharapkan oleh Yesus. Itu artinya, tidak cukup sekedar membicarakan, melainkan menghidupinya. Sehingga kehidupan murid-murid itu menampakkan kualitas yang bermutu, kualitas anak-anak Tuhan!
Di setiap aspek kehidupan kita, harus mencerminkan citra Kristus. Hidup kita ibarat kitab yang terbuka dan dapat dibaca oleh setiap orang. Kita bisa mengevaluasi apakah lewat lidah bibir kita orang mendengar kata-kata Kristus. Kita harus terus berupaya agar panca indera kita punya kualitas yang menyerupai Yesus: Mata yang melihat seperti mata Yesus, telinga yang mendengar seperti telinga Yesus, kaki dan tangan seperti kaki dan tangan Yesus. Dalam tataran inilah kesaksian itu tampak. Dunia memerlukan banyak “Yesus” yang hadir, menyapa, memeluk, berbela rasa. Anda dan saya dipercayakan Yesus untuk menjadi “Yesus-Yesus” masa kini.
Jakarta, Hari Kenaikan Yesus Kristus ke Surga 2021