Rezim korup,
para ulama yang fatwanya bisa dipesan dan mudah dibeli dengan uang, para
penegak hukum yang gampang disuap sehingga putusannya tumpul ke atas dan tajam
ke bawah, pengusaha dan penguasa yang kongkalikong hampir ada di sepanjang
zaman. Yeremia menyebut mereka dengan para gembala. Gembala yang dimaksud bukanlah
dalam predikat baik, melainkan sebaliknya. Mereka menjadikan kambing domba
gembalaan sebagai sapi perahan. Mereka ini adalah raja dan para penguasa Yehuda
yang korup dan lalim. Untuk para gembala ini, TUHAN mengingatkan, “Kamu telah membiarkan kambing domba-Ku
terserak dan tercerai-berai, dan kamu tidak menjaganya. Maka ketahuilah, Aku
akan membalas kepadamu perbuatan-perbuatanmu yang jahat, demikianlah firman
TUHAN.” (Yeremia 23:2)
TUHAN kecewa
dengan para gembala ini, mereka tidak hanya membiarkan kambing dombanya
tersesat, tetapi menggiring mereka ke dalam kehidupan yang bertolak belakang
dengan kehendak Sang Gembala Agung. Akibatnya, bangsa itu berjalan dalam
kesesatan. Mereka harus bertanggungjawab atas kehancuran Yehuda. Allah akan
mengambil alih peran pemimpin yang korup dan zolim itu. Hukuman bagi mereka telah
tersedia. Bangsa itu sedang berada di ambang kehancuran. Allah tidak segan
menghukum dan membuang umat pilihan-Nya itu ketika mereka berpaling dari
hadapan-Nya, hidup dalam penyembahan berhala dan pemuasan hawa nafsu. Jelas, para
gembala mempunyai andil besar atas keberlangsungan suatu bangsa.
Meski demikian,
peringatan nabi bukan sekedar berita penghukuman yang mengerikan saja. Yeremia
juga mengingatkan bahwa kepemimpinan rezim korup itu segera akan berakhir. Dan
Sang Gembala Agung itu sendiri akan mengambil alih kepemimpinan itu. Allah
sendiri akan turun tangan untuk mengumpulkan kambing domba yang sudah tercerai
berai. Ia akan mengganti para pemimpin korup dengan seorang yang berasal dari
keturunan Daud. Seorang raja bijaksana yang akan melakukan keadilan dan
kebenaran. Ia akan datang dengan memberikan ketentraman dan keselamatan atas
Yehuda bahkan atas semua orang yang percaya kepada-Nya. Ia bukan seperti para
gembala yang korup dan lalim itu, yang gemar mengelabui rakyatnya dengan memakai
ayat-ayat suci. Ia bukan juga seperti kebanyakan tokoh politik yang gemar
memanfaatkan rakyat jelata, mengadu domba untuk popularitas dan kekuasaannya.
Ia bukan tipe penguasa yang gemar menghisap darah orang-orang kecil. Tetapi Dia
adalah gembala yang mau berkorban demi domba-domba-Nya. Dia lebih memilih
dinista menentang kelaliman supaya domba gembalaan-Nya mengalami kemuliaan. Ia
memilih bertakhta dalam derita ketimbang bergelimang fasilitas mewah. Ia rela
diberi mahkota duri agar domba-domba gembalaan-Nya kelak mengenakan mahkota
kemuliaan. Ia rela diolok-olok dan dipermalukan demi mempertahankan kebenaran
supaya manusia dibenarkan di hadapan Allah!
Dalam rezim
korup yang terbiasa korup dan lalim, tentu kehadiran Raja surgawi sejati itu tidak
mudah untuk dikenali. Mana ada gembala atau raja yang tidak korup. Sulit
dipercaya kalau takhta Raja adalah derita dan olok-olok. Tidak mungkin Raja itu
tidak mengorbankan rakyatnya. Omong kosong saja kalau ada Gembala mau mati untuk
domba-dombanya. Itulah sebabnya, ketika Yesus tampil memenuhi segala kriteria
yang telah disebutkan para nabi, salah satunya Yeremia, banyak orang tidak
menyadari kehadiran-Nya itu. Alih-alih percaya dan menyembah Sang Raja itu,
mereka sibuk mencari-cari kesalahan agar dapat menghukum bahkan
membinasakan-Nya. Alasannya sederhana. Kehadiran Sang Raja ini benar-benar
menelanjangi kebobrokan moral mereka. Topeng kemunafikan para gembala (kaum
Farisi dan ahli-ahli Taurat), tanpa tedeng aling-aling dibuka! Perkataan dan
ajaran-Nya penuh kuasa sebab Ia melakukannya dengan integritas yang tinggi; apa
yang diucapkan dan diajarkan sama dengan apa yang dilakukan-Nya. Hal ini
menjadi ancaman bagi mereka. Jalan keluarnya adalah dengan membunuh Raja ini!
Konspirasi pun segera dilakukan Sang Raja ditangkap, kepada-Nya dituduhkan
tuduhan makar!
Pilatus
berkali-kali memeriksa tetapi tidak menemukan sedikit pun kesalahan-Nya, apalagi
setimpal dengan ganjaran hukuman mati! Pilatus berusaha membebaskan-Nya, namun
nyalinya ciut ketika melihat desakan masa yang menuntut-Nya untuk segera dijatuhi
hukuman mati. Pilatus tidak dapat menyatakan kebenaran karena tekanan dan
ancaman orang banyak yang berhasil dihasut oleh para imam dan ahli Taurat.
Dalam kebingungan, Pilatus cuci tangan dan Yesus pun disalibkan dengan
kesimpulan akhir bahwa “Dia adalah Raja orang Yahudi”. Jelas, maksud tulisan
yang dibuat Pilatus bukanlah bahwa dia dan orang banyak itu benar-benar
mengakui bahwa Yesus adalah Raja orang Yahudi. Tulisan itu dimaksudkan untuk
mengolok-olok Yesus. Para prajurit Romawi pun memakai kesempatan ini untuk
mengolok-ngolok-Nya, “Jika Engkau adalah
raja orang Yahudi, selamatkanlah dirimu!” (Lukas 23:37). Mereka
mempermainkan-Nya dan menjadikan penderitaan-Nya sebagai bulan-bulanan.
Tidak hanya para
gembala (para Farisi dan ahli Taurat) dan para tentara Romawi, tetapi juga
salah seorang pejahat yang sama-sama disalibkan ikut mengolok-ngolok Yesus,
katanya: “Bukankah Engkau adalah Kristus?
Selamatkanlah diri-Mu dan kami!” (Lukas 23:39). Bisa saja di balik
olokannya, sang penjahat ini menaruh harapan bahwa kalau Yesus adalah benar-benar
Mesias seperti angan-angan kebanyakan orang Yahudi, maka Yesus akan tampil
dengan kekuatan dan kekuasaan-Nya. Bukankah Mesias yang sedang mereka nantikan
adalah orang yang sungguh-sungguh mampu mengenyahkan penjajah Romawi?
Apa jadinya jika
Yesus tampil memenuhi harapan-harapan seperti ini? Bukankah tidak ada bedanya
dengan peran “para gembala” yang dikecam oleh para nabi yang menubuatkan
kedatangan-Nya itu? Para gembala yang gemar menaklukan pihak-pihak lain di
bawah kakinya! Yesus bukan raja seperti itu. Ia benar-benar tampil berbeda! Hal
inilah yang tidak dapat dilihat oleh orang banyak. Hanya sedikit saja orang
yang dapat melihat bahwa Yesus adalah Raja Surgawi Sejati. Salah satunya adalah
seorang penjahat lain yang disalibkan bersama-sama dengan Yesus. Orang itu
sadar akan segala kesalahannya. Ia menegur kawannya yang mengolok-olok Yesus
bahwa memang semestinya mereka dihukum karena kejahatan mereka. Dalam ketiadaan
pengharapan itu, orang ini hanya memohon belas kasihan kepada Yesus, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau
datang sebagai Raja.” (Lukas 23:42)
Permohonan
penjahat ini bukanlah harapan sumir yang lahir dari keputusasaannya, melainkan
berangkat dari hati yang tulus. Ia merasa tidak berdaya dengan dosa yang
dilakukannya. Ia membutuhkan pertolongan, dan harapan satu-satunya ada pada
Yesus Sang Raja Sejati itu! Ternyata benar, harapan si penjahat ini menjadi
kenyataan. Yesus menjamin keselamatannya. Ia mengatakan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama
dengan Aku di dalam Firdaus.” (Lukas 23:43).
Kisah ini
menolong kita untuk bertanya pada diri sendiri, apakah kita mampu melihat Yesus
sebagai sosok Raja Surgawi sejati? Ataukah kita menantikan-Nya sebagai Raja
superior yang dapat menginjak-injak semua musuh-Nya? Ketika kita mengalami
perjumpaan dengan Raja Surgawi Sejati, mestinya kita akan dapat meneruskan
visi-misi dan pekerjaan-Nya di bumi ini. Dengan tulus dan rendah hati kita mau
menanggalakan segala keegoisan kita, merendahkan diri dan mau berkorban untuk
orang lain. Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, caci maki dengan caci
maki, melainkan hidup semata-mata mendatangkan berkat dan rahmat Allah meski
harus mengalami penderitaan.
Jakarta, 18 November 2016