“Siapakah itu Raja Kemuliaan?”
“TUHAN, jaya dan perkasa, TUHAN perkasa dalam
peperangan!” (Mazmur 24:8)
“Siapakah Dia itu Raja Kemuliaan?”
“TUHAN semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan!”
(Mazmur 24:10)
Dialog di atas pasti mempunyai latar belakang. Tidak dengan sendirinya
kalimat pertanyaan dan jawaban itu muncul. Para penafsir Mazmur mencoba
menghubungakan Mazmur dialog ini dengan peristiwa-peristiwa penting dalam
sejarah bangsa Israel. Mengingat bahwa setiap hari raya di Israel selalu
dihubungkan dengan tindakan Allah dalam sejarah. Namun, dalam
peristiwa-peristiwa besar sejarah Israel, seperti Paskah dan keluaranya Israel
dari Mesir, serta Hari Raya Pondok Daud dengan perjalanan di padang gurun, tidak
ditemukan hubungan yang jelas tentang pernyataan TUHAN diri sebagai Raja. Meski
demikian, ada suatu peristiwa yang rasanya begitu dekat dengan pernyataan TUHAN
sebagai Raja. Peristiwa itu dicatat dalam 2 Samuel 6:10-16, ketika Daud baru
saja menjadi raja atas seluruh Israel, ia dinobatkan sebagai raja, mengalahkan
orang Filistin, merebut Yerusalem dan menjadikannya tempat kediaman dengan
membangun istana kerajaan.
Pada peristiwa itulah tabut TUHAN (dua loh batu berisi Taurat, yang
melambangkan kehadiran TUHAN) di bawa naik ke Yerusalem. Daud mengisi
kekosongan Saul. Saul sama sekali tidak
memerhatikan pentingnya tabut TUHAN dalam kehidupan umat Israel, hal itu
sama saja artinya tidak mau melibatkan TUHAN dalam kerajaannya. Bagi Daud,
tabut itu maha penting, karena di situlah TUHAN bersemayam, di situlah letak
kuasa dan kemuliaan TUHAN.
Maka peristiwa dipindahkannya tabut TUHAN ke Yerusalem atas prakarsa
Daud diperingati sebagai kesadaran umat untuk membesarkan nama TUHAN yang telah
memilih Daud sebagai raja berikut keturunannya untuk memerintah Israel. Bagi
Daud, tidak ada yang lebih berkuasa dari segala kekuasaan di muka bumi ini, selain
TUHAN. Dan, tidak ada kemuliaan yang setara dengan kemuliaan TUHAN. Pengakuan dan pengagungan bahwa TUHAN adalah
Raja Kemuliaan tidak meluncur begitu saja, melainkan erat kaitannya dengan
peristiwa demi peristiwa yang dialami oleh Daud. Ketika Daud berkata, “TUHAN, jaya dan perkasa, TUHAN perkasa dalam
peperangan!” mau tidak mau ingatan kita menerawang pada pertempuran Daud
dan Goliat. Ketika itu Goliat, raksasa yang ditakuti oleh bangsa Israel itu menganggap
rendah dan melecehkan umat TUHAN. Namun, Daud tampil dengan keyakinan ada
kekuatan yang lebih besar dari pada kekuatan musuhnya. Itulah kuasa TUHAN. Demikian
pula ketika Daud berhasil mengalahkan orang-orang Filistin, ia menyakini
TUHANlah yang berperan di balik kemenangannya. Daud mendapat mandat kuasa dari
TUHAN demikian juga secara otomatis kemuliaan mengikutinya.
Siapa yang tidak menginginkan kejayaan, kuasa, dihormati dan dimuliakan?
Banyak orang merindukan kejayaan, kuasa, hormat dan kemuliaan. Namun, tidak
banyak yang menempuhnya seperti yang dijalani Daud pada masa kejayaannya.
Seringnya yang terjadi mengunakan cara-cara kotor dan keji yang penting dapat
menikmati kuasa dan orang tunduk kepadanya. Marilah kita cermati dengan bijak.
Bisa saja seseorang menggapai kuasa, kehormatan dan ditakuti orang dengan
menghalalkan pelbagai cara. Tetapi lihatlah pada ujungnya! Apakah di kemudian
hari ia akan benar-benar dihormati dan dimuliakan? Ataukah malah sebaliknya,
akan dikenang sebagai orang yang serakah dan musuh bagi kemanusiaan. Pada zamannya,
Herodes, Nero, Hitler, dan yang seperti mereka begitu dihormati dan ditakuti. Untuk
mencapainya, tangan mereka berlumuran darah. Namun, di kemudian hari, sejarah
mencatat hampir tidak ada orang yang menaruh hormat, simpati dan memuliakan
mereka.
Pada zamannya, Herodes banyak disanjung dan ditakuti orang. Mungkin saja
pada waktu itu orang akan lebih gemetar mendengar nama Herodes ketimbang Yohanes
Pembaptis. Namun, kita dapat melihat hampir dipastikan tidak ada orang tua yang
memberi nama anaknya dengan Herodes. Sedangkan, nama Yohanes tidak terhitung
jumlahnya. Saat ini, walaupun Yohanes menjadi korban pemenggalan Herodes
lantaran dengan berani ia menegur perbuatan asusila Herodes dan Herodias. Namun,
jelas nama Yohanes jauh lebih mulia dari pada nama Herodes! Jadi, kemuliaan
sejatinya bukan diperoleh dengan cara yang bertentangan dengan Sang Empunya
kemuliaan sesungguhnya. Kehormatan dan kemuliaan pada dasarnya akan datang dengan
sendirinya jika kita bergaul karib dengan Sang Mahakuasa dan Mahamulia itu. Kemuliaan
yang sesungguhnya hanya diperoleh ketika kita “mendekatkan diri” pada Raja
Kemuliaan itu. Siapakah dia yang boleh mendekat kepada Sang Raja Kemuliaan? Mazmur
24, mengajarkan kepada kita:
“Orang yang bersih tanganya dan
murni hatinya,
Yang
tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu.” (Mz.24:4)
“Orang yang bersih tangannya,…” artinya: Tidak melakukan tindakan kejahatan apalagi menumpahkan darah
orang yang tidak bersalah demi menggapai ambisinya. Orang yang bersih tangannya
adalah orang yang tidak ikut campur dalam persekongkolan jahat. Melainkan yang
menjaga tangannya tetap bersih dengan mengerjakan kehendak Allah.
“…dan murni hatinya,”
Dalam salah satu ucapan bahagia, Yesus mengatakan; “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat
Allah.” (Matius 5:8). Hati yang suci atau murni adalah hati yang tidak
bercampur dengan motivasi-motivasi buruk dalam melakukan tindakan kebajikan.
Hati yang tidak didominasi keserakahan namun dikuasai oleh cinta kasih Allah.
Biasanya, orang yang mempunyai hati yang murni akan mempunyai integritas, apa
yang diucapkan itulah juga apa yang dilakukan. Bukan sebaliknya, lain di mulut,
lain di hati.
“…yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan,…” Mengapa seseorang melakukan tipu daya terhadap
sesamanya? Tidak lain adalah untuk mewujudkan ambisi yang lahir dari sikap
egoisme. Penipuan lahir karena pembiaran hati nurani yang dikuasai oleh
keserakahan dan nafsu duniawi. TUHAN menghendaki kita menjadi orang yang jujur
dan tulus dan bukan penipu!
“...dan yang tidak bersumpah palsu.” Untuk apa manusia melakukan sumpah? Biasanya agar dapat dipercaya.
Sejatinya, setiap orang tidak perlu bersumpah demi apa pun juga kalau dalam
hidupnya menunjukan integritas. Di balik sumpah juga sering terjadi ucapan
sia-sia, apalagi membawa-bawa nama TUHAN.
Kepada kualifikasi orang-orang
yang seperti inilah, TUHAN memberikan janji-Nya, “Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah
yang menyelamatkan dia. (Mazmur 24:5). Jadi perhatikanlah tangan dan
perbuatan kita agar tetap mengerjakan apa yang baik, jagalah agar hati selalu
bersih dan jangan menipu serta bersumpah palsu, maka dengan sendirinya
kemuliaan itu akan mengikuti kita!