Kamis, 14 November 2024

SEGALA KEMEGAHAN AKAN RUNTUH

Bila Anda ditanya, bangunan apa yang paling tinggi di dunia saat ini? Burj Khalifa – Dubai, Uni Emirat Arab! Benar, gedung ini memiliki ketinggian 828 meter yang terdiri dari 163 lantai. Konstruksinya dimulai 2004 dan gedung ini diresmikan pada 2010. Tinggi, megah dan indah meski menyimpan berjuta kisah pilu dari para buruh yang membangunnya!

 

Sejak zaman Menara Babel, manusia berlomba mendirikan bangunan-bangunan tinggi yang megah. Piramida Agung Giza di Mesir pada zamannya adalah bangunan tertinggi yang bertahan lebih dari 3800 tahun hingga dikalahkan oleh Katederal Lincoln pada 1311. Berikutnya pada 1439 kemegahan katederal Lincoln tumbang dengan munculnya Katederal Strasbourg di Perancis. Bangunan ini pemegang rekor sampai 1874.

 

Pada zamannya, Bait Allah merupakan bangunan spektakuler. Ide pembangunan digulirkan oleh Daud dan direalisasikan oleh Salomo, putranya. Salomo mendatangkan ahli-ahli bangunan dari luar negeri, detail rencana dan pembangunannya dapat kita baca dalam 1 Tawarikh 28 dan 29. Namun, Bait suci yang begitu megah hanya bertahan selama 400 tahun. Kemegahannya luluh lantak dihancurkan pasukan Babel pada 587 SM!

 

Kehancuran Bait Suci menjadi ratapan bagi umat Israel. Setelah meratap, mereka kembali membangun Bait Suci itu pada 538 SM. Walaupun penuh dengan tantangan, Bait Suci itu kembali berdiri. Mereka menyelesaikannya pada 515 SM, 23 tahun!

 

Setelah 500 tahun, Herodes Agung tidak puas dengan kemegahan Bait Suci itu. Ia membangun kembali Bait Suci itu sesuai dengan pola dasar yang dulu dibangun oleh Salomo. Herodes juga memperluasnya. Mengapa Herodes berhasrat membangun dan memperluas Bait Suci. Ada dua alasan utama. Pertama, secara politis pembangunan Bait Suci ini dapat mengangkat nama Herodes, baik di hadapan penguasa Romawi maupun di hadapan orang Yahudi. Kedua, secara ekonomis perluasan kompleks Bait Suci dapat menampung lebih banyak peziarah yang memberikan keuntungan finansial. 

 

Untuk keperluan pembangunan itu, Herodes Agung memfasilitasi seribu orang imam dilatih untuk menjadi tukang kayu dan tukang batu yang mumpuni. Bagian bangunan utama diselesaikan sekitar tahun 9 SM. Pembangunan terus berjalan hingga selesai tahun 64 SM. Lebih dari 50 tahun Bait Suci direstorasi dan dikerjakan oleh para ahli khusus di bidangnya. Maka tidak mengherankan kalau hasil dari restorasi Bait Suci ini dikagumi oleh murid-murid Yesus!

 

Sejak Menara Babel sampai hari ini, manusia membangun kemegahan tidak jauh dari motif politis dan ekonomi: memegahkan diri dan mencari keuntungan! Sejalan dengan kebanggaan semu dan kefanaan materi, satu demi satu kemegahan itu runtuh. Satu kemegahan di susul dengan kemegahan lainnya. Satu rekor akan tumbang dengan rekor yang baru. Dan, ujungnya kita tahu bahwa semua pada saatnya akan berakhir!

 

Kemegahan Bait Suci yang direstorasi Herodes Agung itu akan segera lenyap, itulah tanggapan Yesus ketika para murid-Nya yang sedang terpesona dengan kemegahan dan keindahannya. “Kau lihat gedung-gedung yang besar ini? Tidak satu batu pun akan dibiarkan di atas batu yang lain; semua akan diruntuhkan.” (Markus 13:2). Tegas, Yesus menyatakan nubuat yang sebelumnya Ia sampaikan dengan kiasan kutukan pohon ara yang tidak berbuah (Markus 11:20). Seperti pohon ara itu kering dan mati, demikian pula Bait Suci akan mengalami kehancuran.

 

Kehancuran Bait Suci bukan karena salah konstruksi atau penggunaannya tidak sesuai dengan pola dasar. Bukan! Bangunan adalah benda mati dan tidak dapat disalahkan. Ini berkaitan dengan motivasi, tujuan dan fungsi dari pembangunan Bait Suci itu. Sama seperti pohon ara yang diharapkan menghasilkan buah, Bait Suci adalah fasilitas di mana manusia mengalami perjumpaan dengan-Nya. Dampak dari perjumpaan itu, manusia termotivasi untuk melakukan kehendak-Nya. 

 

Dalam peristiwa pentahbisan Bait Suci, Salomo mendapat peringatan dari Allah, jika Salomo dan keturunannya berbalik dari Allah dan tidak berpegang pada perintah-Nya, Tuhan akan melenyapkan Israel dari tanahnya, lalu dibuang dari hadapan-Nya dan Bait Allah akan menjadi reruntuhan (1 Raja-raja 9:6-8). Nubuat dan peringatan yang sama disampaikan Nabi Mikha oleh karena kejahatan umat Allah itu, “Sion akan dibajak seperti ladang, dan Yerusalem akan menjadi timbunan puing, dan gunung Bait Suci akan menjadi bukit yang berhutan.” (Mikha 3:9).

 

Segala kemegahan yang dibuat manusia akan lenyap meskipun mengatasnamakan untuk kemuliaan Tuhan. Tuhan tidak tidur, Ia melihat setiap perilaku manusia. Bahkan, Ia dapat melihat motivasi dan hasrat yang ada dalam hati manusia. Kemegahan yang dibangun untuk memegahkan diri dan mengeruk keuntungan, dalam waktu singkat mungkin kita juga akan mengaguminya, sama seperti para murid. Namun, waktu akan membuktikan, kemegahan seperti itu akan segera runtuh.

 

Lalu, apakah ada kemegahan yang tetap bertahan? Mari kita mengikuti narasi selanjutnya dari kisah Yesus bersama para murid. Para murid gusar dan bertanya kepada Yesus. Di bukit zaitun itu, Yesus mengatakan kepada Petrus, Yakobus, Yohanes dan Andreas adalah lebih penting untuk bersikap waspada ketimbang mencari tahu kapan waktunya terjadi. Yesus mengingatkan agar mereka waspada jangan sampai ada orang yang menyesatkan mereka dengan mengaku diri sebagai Mesias. Kedua, Yesus mengingatkan agar mereka tidak cemas dan gelisah ketika mendengar deru perang. Orang Yahudi beranggapan bahwa keruntuhan Bait Suci dan perang besar adalah tanda akhir zaman tiba. Semuanya itu memang harus terjadi, tetapi bukan tanda akhir zaman itu tiba. Mereka akan menderita untuk itu mereka harus siap sedia. Waspada!

 

Kemegahan bukan terletak pada kehebatan bangunan gedung yang dapat diruntuhkan dalam waktu sekejap. Kemegahan itu akan terlihat dalam kewaspadaan dan tetap setia di tengah badai penderitaan. Kemegahan akan terlihat ketika dalam kesulitan, kita tidak memilih jalan mudah seperti yang ditawarkan oleh mesias-mesias palsu yang menggunakan nama-Nya sambil mengajarkan kemudahan dan kemakmuran semu! Kemegahan itu akan terlihat ketika para murid mengikuti jejak-Nya. Mau menempuh jalan sengsara untuk sebuah ketaatan. Terbukti, kemegahan itu sampai hari ini tetap bertahan. Keagungan Yesus bukan terletak ketika Ia melakukan pelbagai kehebatan-Nya, justru sebaliknya: ketika Ia rela mati, merendahkan diri-Nya dalam ketaatan kepada Bapa!

 

Di tengah arus dunia yang terus mencari dan mengukuhkan kemegahan semu, kita diajak untuk mencari dan mengukuhkan kemegahan sejati. Dalam hal inilah kewaspadaan menjadi penting agar tipu daya dunia tidak menggeser apa yang hakiki dan sejati. Ibrani 10:25 menawarkan solusi untuk kewaspadaan itu, “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.”

 

Bagaimana dengan persekutuan dan ibadah kita? Apakah menolong untuk kita waspada dan mengingatkan untuk terus berada di dalam karya Tuhan? Ataukah sedang terseret oleh arus dunia yang punya kecenderungan memegahkan diri dengan hal-hal yang spektakuler? Waspadalah!

 

Jakarta, 14 November 2024. Minggu Biasa Tahun B

Tidak ada komentar:

Posting Komentar