Sabtu, 23 Desember 2023

NATAL : LAWATAN ALLAH YANG MENGHADIRKAN SUKACITA

Apa yang Anda bayangkan dengan sosok gembala? Saya yakin Anda membayangkan mereka adalah sosok pencinta hewan yang siap melindungi dan menjaga kambing domba gembalaannya. Mereka sosok yang lembut dan siap bertaruh nyawa menghadapi orang jahat atau hewan buas. Mereka adalah pribadi-pribadi mulia yang mencari ke mana saja domba yang hilang lalu dibawa pulang di atas bahunya.

 

Lihat saja Musa dan Daud, mereka dua tokoh ternama dalam Perjanjian Lama. Mereka adalah para gembala! Bukankah dalam Mazmur 23, Daud menggambarkan TUHAN sebagai gembala yang baik? Bukankah dalam Yohanes 10 Yesus Kristus diberi gelar Gembala Yang Baik, yakni orang yang mempertaruhkan nyawa-Nya untuk domba-domba-Nya? Gembala, pastor dalam gereja masa kini adalah seorang yang terpanggil menjadi hamba Tuhan atau pendeta. Bukankah sebuah jabatan yang mulia? 

 

Gembala adalah figur mulia. Ia menjadi pemimpin yang melayani, ramah, lemah-lembut, tetapi sekaligus juga menjadi pelindung bagi kawanan domba gembalaannya. Tidaklah mengherankan kalau kita memandang para gembala yang tampil di sekitar kelahiran Yesus Kristus adalah orang-orang dengan tugas panggilan mulia. Mereka adalah orang-orang yang bertanggung jawab, yang siap mengorbankan nyawanya. Mereka adalah orang-orang yang lemah lembut dan berhati mulia. Mereka adalah orang-orang yang dapat dipercaya. Benarkah?

 

Perkembangan kemudian setelah era Musa dan Daud, para gembala tidak selalu tampil dengan karakter mulia, alih-alih sebaliknya. Mereka sering kali dijumpai sebagai orang-orang kasar. Mereka adalah kelompok orang yang sering mengabaikan peraturan yang berlaku di masyarakat. Para rabi memandang rendah mereka bukan tanpa alasan. Mereka sudah terbiasa tidak mematuhi hukum-hukum agama. Di daerah-daerah kering, para gembala sering mengabaikan pembasuhan-pembasuhan yang diwajibkan oleh peraturan agama. Makan dengan tangan kotor sudah terbiasa!

 

Kita dapat membayangkan topografi gurun dan banyak wilayah tandus maka hanya sedikit padang rumput dan wilayah pertanian yang bertahan. Maka, tidak mengherankan kalau para gembala sering menggembalakan domba-domba mereka di ladang milik orang lain. Jadi, tidaklah mengherankan kalau para imam dan kebanyakan orang kelas menengah tidak dapat mempercayai mereka. Mereka selain mengangga para gembala ini kelas bawah dalam arti miskin, miskin pula perilaku dan karakter mereka!

 

Lalu, apakah para gembala yang disebutkan dalam Lukas 2:8 ini berbeda dari kebanyakan gembala yang kadung diberi label kaum brengsek? Atau, apakah mereka ini adalah kelompok orang-orang saleh yang dengan rindu menantikan kedatangan Sang Mesias seperti Zakharia dan Elisabet atau Simeon dan Hana sehingga malaikat Tuhan secara khusus menghampiri mereka? Atau mungkinkah mereka adalah gembala-gembala yang lebih baik karena kepada mereka dipercayakan tugas khusus? Mereka ada di sekitar Betlehem dengan tugas khusus menyediakan domba-domba untuk dikorbankan di Bait Suci di Yerusalem. Jawabannya, tidak ada jaminan bahwa mereka lebih mulia. Tidak ada jaminan bawa mereka lebih saleh dari para gembala yang lainnya.

 

Mereka adalah para gembala yang sama dengan kelompok yang lain. Tidak lebih baik dan tidak lebih mulia. Di sinilah justru kita menemukan makna sebenarnya dari Natal itu. Natal adalah peristiwa Allah yang melawat umat-Nya yang sedang tidak baik-baik saja! Natal adalah Kristus yang datang untuk mencari dan menyelamatkan mereka yang hilang (bnd. Lukas 19:10). Kasat mata, Yesus Kristus lahir dalam sebuah selter yang mirip kandang dan dibaringkan dalam palungan, tempat memberi makan hewan – bukan di istana atau rumah yang layak – demikianlah Injil itu (Kabar Baik), kelahiran itu pertama-tama diberitakan bukan kepada raja, pembesar atau penguasa, melainkan kepada orang-orang jelata. Orang-orang miskin, rendah secara ekonomi maupun karakter dan status sosialnya. Orang-orang ini, menurut hukum Yahudi yang dipegangi oleh para imam, sama sekali tidak boleh bertindak sebagai saksi di depan pengadilan. Justru kepada orang-orang inilah Tuhan mempercayakan kesaksian besar.

 

Sebelum mereka menjadi saksi, melalui malaikat Allah melawat mereka. Kontras, si jelata berhadapan dengan kemilauan cahaya ilahi yang terpancar dalam diri malaikat itu. Anda bisa membayangkan, jika posisimu sebagai gembala. Bayangkan, Anda menjadi salah seorang kelompok jelata yang kadung diberi label brengsek, tidak dapat dipercaya dan oleh para imam digolongkan kepada kaum pendosa karena tidak bisa memenuhi syareat Taurat dan turunannya. Kini, tiba-tiba berdiri sosok yang berkilauan dan begitu agung. Takut! Jelas, tidak bisa dipungkiri. Kilauan dahsyat itu bisa saja melumat habis mereka. Namun, kontras ini memperlihatkan sebegitu merendahnya Allah melalui utusan-Nya itu. Koq bisa memakai orang-orang yang punya reputasi buruk untuk sebuah karya agung itu!

 

Jangan takut! Itulah kalimat peneguhan pertama. Utusan Allah itu sangat tahu kecemasan mereka. Bila kita dalami kalimat “jangan takut” ini tentu sangat luas dan dalam. Pertama, para gembala diminta jangan takut berhadapan dengan sosok ilahi. Mereka tidak akan dibinasakan, sebaliknya mendapat mandat mulia! Kedua, status sosial, ekonomi dan system ketahiran bukan menjadi kendala buat mereka untuk tugas yang mulia ini. Ketiga, karena tugas mulia yang mereka jalankan akan berdampak pula bagi kehidupan mereka. Yang terakhir ini membuat mereka menjadi orang-orang yang bersukacita.

 

Setelah mereka menyimak, mereka percaya pada berita itu. Keyakinan mereka dibuktikan dengan mulai melangkah, berjalan ke Betlehem mengikuti petunjuk yang ilahi itu. Petunjuk itu tidak menipu, mereka berjumpa dengan seluruh kenyataan yang diberitakan malaikat itu. Mereka berjumpa dengan Yusuf, Maria dan orang banyak yang menyaksikan kehadiran Sang Bayi itu. Ya, jelas di situ bukan hanya Yusuf, Maria dan Bayi Yesus. Ada banyak orang seperjalanan dengan Yusuf dan Maria yang hendak melakukan sensus di Betlehem. Seperti Yusuf dan Maria, mereka juga tampaknya tidak kebagian tempat penginapan itu. Jadi, ini bukan kandang sunyi. Melainkan seperti selter untuk menampung orang dalam perjalanan bersama hewan-hewan yang mereka bawa. Palungan, tempat memberi makan ternak mereka itulah yang dipergunakan untuk meletakkan Bayi Yesus!

 

Di tengah kerumunan di seputar palungan itulah para gembala bercerita. Mereka bercerita tepat seperti apa yang dikatakan malaikat itu. Dampaknya? “Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka.” (Lukas 2:18). Orang-orang brengsek ini ternyata dipakai Tuhan untuk memberitakan Kabar Gembira: Yesus Kristus, Sang Mesias itu lahir di tengah-tengah kesederhanaan. Ia lahir di situ agar siapa pun, dari kalangan rendah, hina dina dapat menghampiri-Nya tanpa sekat sedikit pun!

 

Setelah menjumpai dan menyaksikan peristiwa agung ini, para gembala tidak berlama-lama. Mereka segera kembali. Lihat, apa yang disaksikan Injil Lukas ini, “Maka kembalilah para gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang dikatakan kepada mereka.” (Lukas 2:20). Mereka bersukacita oleh karena kebenaran berita ilahi itu. Benar, pada saat itu sang bayi masih ringkih. Ia tidak dapat berbuat apa-apa. Bahkan, Injil Matius menceritakan bahwa bayi Yesus itu terancam dan bersama orang tua-Nya mereka harus mengungsi ke Mesir! Namun, lihatlah bukankah berita dan petunjuk itu tidak ada yang meleset? Maka, janji Tuhan itu ke depannya sama. “Telah lahir Juruselamat!”Yang lahir itu kelak menjadi Juruselamat! Itulah pengharapan yang membuat para gembala ini pulang dengan sukacita!

 

Seberapa pun brengseknya Anda, mungkin masa lalumu kotor dan orang tidak lagi percaya. Bisa juga Anda tidak lagi dipedulikan oleh orang-orang di sekitarmu. Namun, natal kali ini mengajak Anda dan saya melihat kembali keagungan cinta-Nya. Bukankah Dia tidak memilih orang-orang yang berkedudukan tinggi, terhormat, penguasa, orang saleh? Padahal logikanya lebih mudah untuk menyapa dan menggunakan mereka. Namun, Ia memilih orang-orang hina. Melalui malaikat-Nya, Ia menyapa, meneguhkan dan memberikan kepercayaan menjadi saksi kelahiran Anak-Nya itu. 

 

Natal adalah peristiwa Allah yang melawat, menjumpai Anda. Seberapa pun rendahnya, kotor dan hinanya Anda, Ia mau meneguhkanmu, Ia ingin memeluk dan mempercayaimu! Ia ingin Anda bersukacita, menjadi manusia-manusia yang berpengharapan. Ada kabar baik, berita sukacita: Yesus Kristus lahir, Sang Mesias mau menebusmu dan menyelamatkanmu!

 

Jakarta, 23 Desember 2023, Natal kedua Tahun B

Tidak ada komentar:

Posting Komentar