Jumat, 29 Desember 2023

HIDUP DALAM HIKMAT TUHAN

Saya yakin, di penghujung tahun ini banyak dari kita, termasuk saya sedang melihat “album” lama. Kenangan masa lalu! Sebuah buku menemani saya, entah kebetulan atau tidak, sampai pada Bab 20, tentang “Dua Diri Anda: Hidup Anda Bukanlah Album Foto” (The Art of The Good Live, Rolf Dobelli). Dobelli memperkenalkan kepada pembacanya tentang dua orang yang sangat kita kenal: diri Anda yang mengalami dan diri Anda yang mengingat.

 

Diri yang mengalami adalah bagian alam sadar yang menjalani masa kini. Sekarang! Dalam kasus Anda, dia adalah diri Anda yang sedang membaca kata atau kalimat ini. Tidak lama lagi, diri Anda tersebut akan mengajak Anda berhenti membaca, dan kemudian menyeduh secangkir teh. Diri yang mengalami tidak hanya mengalami apa yang sedang Anda lakukan, tetapi juga apa yang sedang Anda pikirkan dan rasakan. Diri ini memandang kondisi fisik seperti kelelahan, sakit gigi, meriang, atau stress, kemudian mencampur semuanya menjadi satu momen pengalaman tunggal.

 

Berapa lama suatu momen itu dapat bertahan? Para psikolog memperkirakan kurang lebih tiga detik. Itu adalah rentang waktu yang kita pandang sebagai saat ini. Pada dasarnya, itu adalah semua hal yang kita alami dan satukan menjadi “sekarang”. Periode yang lebih lama dipandang sebagai serangkaian momen individual. Di kurangi waktu yang dihabiskan untuk tidur, semua ini menghasilkan dua puluh ribu momen per hari atau sekitar setengah juta miliar momen selama rata-rata waktu hidup manusia.

 

Apa yang terjadi terhadap semua kesan yang berlalu dengan cepat melalui otak Anda setiap detik? Sebagian besar orang mengatakan bahwa kesan tersebut pergi tanpa jejak. Sekarang uji diri Anda sendiri apa yang tepatnya Anda alami dua puluh empat jam, sepuluh menit, dan tiga detik yang lalu? Mungkin tadi Anda hendak bersin, atau memandang ke luar jendela, mengibaskan remah-remah makanan dari pakaian Anda. Apa pun itu, sudah lewat. Kita mengingat tidak sampai satu juta pengalaman kita. Kita adalah mesin raksasa penghapus pengalaman. Itulah diri yang mengalami.

 

Orang kedua dalam diri Anda adalah: diri yang mengingat. Ini adalah sebagian pikiran sadar Anda yang mengumpulkan, mengevaluasi, dan mengelola beberapa hal yang tidak dibuang oleh diri yang mengalami. Jika dua puluh empat jam, sepuluh menit, atau tiga detik yang lalu Anda memasukkan kue terbaik yang pernah Anda rasakan ke dalam mulut Anda, maka mungkin diri yang mengingat masih mengetahuinya. 

 

Perbedaan antara kedua diri Anda cukup digambarkan dengan sebuah pertanyaan sederhana. Apakah Anda bahagia? Gunakan sedikit waktu untuk pertanyaan itu.

 

Oke, bagaimana Anda memahaminya? Jika berkonsultasi kepada diri yang mengalami, dia akan menjawab dengan kondisi pengalaman saat ini, kondisi mental Anda dalam tiga detik terakhir, saya berharap responsnya positif. Tetapi, jika Anda menanyakan diri yang mengingat, penjelasan yang mungkin Anda dapatkan sifatnya akan menjadi sangat luas dan itu terkait dengan keseluruhan suasana hati Anda – kira-kira apa yang sedang Anda rasakan belakangan ini, dan bagaimana biasanya Anda merasa puas dengan hidup Anda.

 

Sayangnya, kedua diri tersebut jarang sekali memberikan jawaban yang sama. Dobelli menyimpulkan dengan memberi pertanyaan: Jadi mana yang penting, diri yang mengalami atau diri yang mengingat? Keduanya, tentu saja! Tidak ada seorang pun yang melewatkan kenangan yang indah. Akan tetapi, kita cenderung menilai terlalu tinggi diri yang mengingat, dan melebih-lebihkan kenangan yang bisa kita peroleh untuk masa depan, dari pada memusatkan perhatian pada masa kini. Putuskan apa yang lebih penting bagi Anda: hidup yang memuaskan dari waktu ke waktu atau, hidup yang dipenuhi oleh album foto?

Dari uraian Dobelli ada hal menarik, otak kita hanya mengenang hal-hal yang spektakuler, ekstrim, tragis, pendek kata momen-momen yang tidak biasa-biasa saja. Sementara, hal-hal biasa akan lewat begitu saja tanpa makna. Kita akan mengingat hal-hal yang sangat menggembirakan, momen saat kita dihargai dengan capaian-capaian kita. Kita akan mengingat detil peristiwa yang menyakitkan, yang menyinggung perasaan kita, namun kita lupa apa menu makan pagi, pemandangan dalam perjalanan menuju kantor, bahkan menaruh kacamata atau buku. Itu terlalu biasa untuk diingat. Setahun berapa banyak firman Tuhan yang berkesan dan masih kita ingat sampai sekarang? Saya yakin, yang kita ingat tidak banyak dan kalau pun ada yang diingat cerita yang lucunya itu.

 

Berapa banyak berkat Tuhan yang kita ingat dan kemudian itu mengubah hidup Anda untuk menjadi saluranberkat? Bisa jadi yang kita ingat sebagai berkat itu adalah kesuksesan dalam studi, karir, usaha, sembuh dari penyakit, lolos dari kecelakaan, atau terbebas dari masalah. Kita tidak mengingat bahwa dari hari ke sehari Tuhan menyertai dan memberkati kita. Imanuel!

 

Hikmat akan menolong kita dalam keterbatasan otak yang hanya mampu mengingat satu juta momen dari setengah juta miliar momen untuk melihat karya kasih Tuhan dalam hal-hal yang biasa-biasa saja. Benar, mungkin kita tidak akan mengingat detil demi detil karena keterbatasan tadi. Namun, hikmat itu akan membawa seluruh pengalaman itu pada “alam bawah sadar” kita, sehingga walaupun kita tidak mengingat detil peristiwanya, seluruh bagian dari diri kita akan merasakan bahwa di setiap momen kehidupan itu ada sentuhan tangan Tuhan yang tidak terlihat. Kita akan menjawab pertanyaan Dobelli itu: Bahagiakah Anda sekarang? Ya! Ini bukan bahagia yang dipengaruhi mentalitas saat ini saja. Tetapi seluruh rangkaian itu pada muara bahagia!

 

Manusia yang terbatas memerlukan hikmat Tuhan. Itulah yang diminta Salomo ketika Allah menawarinya dengan apa saja yang dimintanya akan dikabulkan. Salomo sadar, setidaknya di awal kekuasaannya, bahwa tanpa hikmat Allah setiap momen yang dilaluinya kehilangan makna. Hikmat itu teruji ketika ia diperhadapkan pada masalah pelik. Dua ibu yang memperebutkan seorang bayi. Hikmat itu ibarat terang yang menyibak kegelapan. Gelap, bukankah itu yang terjadi ketika dua ibu ini bersengketa. Siapa sesungguhnya ibu yang mengandung bayi yang sedang diperebutkan itu baru terkuak dan menjadi terang benderang karena hikmat yang dari Allah!

 

Hidup yang kita telah jalani bisa saja terasa gelap. Tanpa makna, hambar, tidak adil bahkan sia-sia. Apalagi menjadi proyeksi ke depan: tidak ada harapan! 

 

Tunggu dulu! Jangan buru-buru menyimpulkan. Benar, mungkin saja peristiwa-peristiwa kelam itu mewarnai kehidupan kita di tahun ini. Usaha bangkrut, orang yang dicintai meninggal, disalahpahami orang lain, anak-anak tidak lagi menaruh hormat, dan sederet lagi cerita tragis. Ada alasan dan pembenaran untuk pesimis dan putus asa. Namun, bukankah dengan hikmat Tuhan kita juga bisa melihat bahwa sampai di penghujung tahun ini, Dia menyertai kita. Kita masih ada dan benafas. Dan ketika Anda membaca atau mendengar renungan ini bukankah ingatan dan nalar kita masih bekerja? Dulu, Salomo berhasil menembus kegelapan, masalah pelik itu dengan hikmat Allah. Kita juga dapat meminjam hikmat itu untuk melihat segala kebaikan-Nya.

 

Terang yang dulu menyinari kegelapan pelik Salomo, akan menolong kita juga hari ini. Bukankah Terang itu telah datang dan kita telah menyambut-Nya? Ya, Yesus Sang Terang dunia itulah yang menolong kita untuk memaknai seluruh rangkaian hidup kita. Mungkin benar bahwa tidak bisa kita mengingat semua peristiwa yang telah terjadi. Namun, mata hati kita akan dipertajam untuk melihat kebaikan demi kebaikan Tuhan bahkan dalam perkara-perkara sederhana sekalipun. Ingatlah, Yesus pernah berkata di Bait Allah itu, “Akulah terang dunia; barang siapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup” (Yohanes 8:12).

 

Jakarta, 29 Desember 2023, Tutup Tahun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar