Kamis, 30 November 2023

MENANTI DALAM PENGHARAPAN DAN PENYERAHAN DIRI

Perang Rusia vs Ukraina belum kunjung reda. Perang lebih dahsyat muncul: Hamas vs Israel yang menyeret banyak negara terlibat di  dalamnya. Perang yang terakhir ini digadang-gadang dapat memincu bencana kemanusiaan yang berujung pada penggunaan senjata-senjata pemusnah masal, nuklir, dan kalau ini terjadi, ujungnya sudah dapat ditebak: kiamat! Perang ini menguras emosi dan spiritual. Mengapa? Mau tidak mau orang mengaitkannya dengan keterhubungan akar historis peradaban agama samawi. Ada kelompok-kelompok yang begitu yakin bahwa kekuatan-kekuatan yang sedang berperang mewakili sesembahan mereka yang sedang bertarung. Meski keyakinan ini absur, primitif dan naif namun masih laku. Buktinya, kita saksikan sendiri dalam berita-berita mainstrem, apalagi portal-portal media yang mencomot penggalan-penggal peristiwa untuk membenamkan frame mereka. Celakanya kita juga ikut berperang dalam platform media kita!

Ada kelompok yang begitu yakin, bahwa inilah permulaan akhir zaman yang sesungguhnya. Tnda itu begitu kuat: Israel akan naik podium. Menang dalam peperangan dan Bait Suci Salomo itu akan dibangun lagi dengan segala kemegahannya, umat pilihan Allah yang terserak ke pelbagai penjuru dunia akan dihimpunkan dan tentu saja akhir zaman atau kiamat tiba!

Akhir zaman atau kiamat menjadi tema seksi. Tema ini menyita perhatian dan energi luar biasa bukan hanya pada umat perjanjian baru. Akarnya jauh sudah ada pada peradaban perjanjian lama. Pengharapan mesianik, yakni datangnya sang mesias yang akan mengakhiri segala bentuk penderitaan telah lama dinantikan oleh  umat Israel. Dengan keyakinan itu, ada yang sungguh-sungguh berharap - umumnya mereka yang sedang menderita, tertindas dan diperlakukan tidak adail - namun tidak sedikit juga yang abai khususnya mereka yang nyaman menikmati kekuasaan dunia.

Akhir zaman adalah tema yang diimani sekaligus juga mengandung teka-teki. Diimani oleh karena sebuah keyakinan bahwa dunia ini pasti akan berakhir dan teka-teki, sebab kitab suci tidak memberi tahu kapan tepatnya peristiwa itu bakal terjadi. Sehingga banyak menyeret orang atau kelompok berspekulasi menduga-duga, mencocok-cocokkan peristiwa-peristiwa alam atau konflik manusia sebagai pengesahan tanda-tanda yang dulu dicatat oleh kitab suci. Banyak orang terjebak pada dugaan-dugaan spekulan ketimbang hidup dalam penantian yang dihimbau oleh pesan teks suci itu. Akibatnya, orang segera merasa perlu melakukan ini dan itu ketika melihat tanda-tanda itu tampaknya ada di depan mata mereka. Padahal, hidup beriman seharusnya dilandasi pada kasih akan Allah. Sehingga penantian datangnya hari Tuhan ditaruh pada frame pengharapan yang merindukan akan datangnya sang kekasih itu. Dalam pemahaman ini, orang beriman sama seperti seorang kekasih yang akan menggunakan saat penantian itu dengan bersolek, berbenah diri dalam kegembiraan untuk menyongsong hadirnya sang kekasih. Ia akan bersiap sedia, berjaga-jaga bukan dalam bingkai ketakutan tetapi kegembiraan; sukacita!

Kegembiraan dan sukacita akan terjadi pada seorang murid yang sudah mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik. Tetapi mimpi buruk bagi mereka yang mengabaikan tanggung jawab. Mengapa? Sebab, yang mereka bayangkan adalah sosok sang guru yang akan hadir dengan teguran dan hukuman. Yesaya 64 :1-9 memberi gambaran itu. Allah akan mengoyakkan langit, turun dan memberikan penghukuman, "...., Engkau ini murka, sebab kami berdosa;..." (Yesaya 64:5b). Sebaliknya, Allah akan menyambut mereka yang berbuat benar dan yang selalu mengingat jalan yang ditunjukkan-Nya. Hukuman itu dahsyat dan mengerikan ini bukan untuk menakut-nakuti. Namun, harus dibaca sebagai konsekwensi logis dari tindakan abai terhadap apa yang baik yang harus dilakukan.

Berita akhir zaman dan kedatangan Anak Manusia yang dikumandangkan saban dimulainya tahun baru gerejawi, Adven tentu saja bukan untuk menakut-nakuti umat agar senantiasa berbuat baik. Bukan itu! Kedatangan-Nya kembali dinyatakan Yesus itu akan dipenuhi dengan kekuasaan dan kemuliaan yang berarti bahwa Ia datang menghadirkan dengan utuh kuasa-Nya yang membarui ciptaan yang melahirkan keindahan, kecerahan, dan tentu saja penuh kasih karunia! Lalu, siapakah yang tidak merindukan situasi seperti ini, kecuali mereka yang merasa nyaman dengan kenikmatan dunia? Bagi orang percaya, situasi seperti ini akan menyerahkan diri mereka dibentuk kembali oleh Sang Penjunan itu, "Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kami tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu." (Yesaya 64:8).

Parousia, kedatangan Tuhan bagi orang percaya bukan hal menakutkan meski sebelumnya kedatangan itu, Yesus mengatakan ditandai dengan pelbagai peristiwa dahsyat. Kedatangan-Nya itu tidak ada yang dapat menduganya, apakah Tuhan akan datang "tengah malam", "larut malam", atau "pagi-pagi buta". Saatnya sama sekali tidak dapat diduga! Maka, ajakan untuk waspada dan berjaga-jaga adalah hal yang sangat logis.

Berjaga-jaga seperti apa? Sikap waspada dan berjaga-jaga dalam konteks Injil Markus 13 mempunyai pelbagai dimensi. Bukan hanya mengacu pada sikap tidak peduli dan terlena karena menganggap saat kedatangan Tuhan masih lama, tetapi juga jangan terbius oleh kabar angin yang menghembuskan berita bahwa tanda-tanda itu sudah terpenuhi dan saatnya sudah tiba di sini atau di situ. Kabar semu spekulan ini dari dulu sampai sekarang sudah dan akan terus dihembuskan dan sialannya banyak orang tertipu. 

Paraousia Tuhan di akhir zaman pasti terjadi, rentetan peristiwa yang Yesus sampaikan juga sudah banyak yang terjadi demikian juga momen kedatangan Tuhan yang lebih dekat, misalnya: kedatangan-Nya pada akhir hidup masing-masing orang, dan juga kedatangan-Nya setiap hari di dalam wujud saudara-saudara Yesus yang papa dan paling hina yang membutuhkan sapaan dan sambutan pelayanan. Apakah kita benar-benar waspada dan berjaga-jaga? Menyambut mereka adalah jauh lebih baik ketimbang menghitung hari kedatangan-Nya!

Waspada dan berjaga-jaga juga berarti bertanggung jawab dalam menjalankan tugas yang dimandatkan Tuhan kepada tiap-tiap orang percaya di tengah masyarakat. Berguna bagi kehidupan bersama, menjadi garam dan terang dalam setiap komunitas. Tugas-tugas ini ditanggapi bukan dengan beban berat, melainkan dengan sukacita karena kita memandangnya sebagai sarana menyatakan kasih kepada Allah. Jika orang termotivasi oleh kasih, maka tidak ada suatu tugas yang memberatkannya. Tugas-tugas itu bermuara pada pemulihan demi pemulihan: hari ini harus lebih baik dari kemarin dan besok harus lebih menyenangkan dari kemarin.

Mengharapkan kedatangan-Nya dengan bertanggung jawab akan membawa kita dapat memperbaiki kehidupan masa depan dengan baik. Orang yang bertanggung jawab dan berpengharapan pada kedatangan-Nya tidak akan berkata, "Saya merasa besok akan lebih baik!" Tetapi ia akan berkata, "Saya dengan pertolongan Tuhan bertekad membuat hari esok jauh lebih baik!" Harapan yang bertanggung jawab ini tidak ada hubungannya dengan nasib atau takdir. Kapan pun Tuhan datang, dengan kekuatan dari Tuhan aku akan mengerjakan tanggung jawabku sebab aku mengasihi-Nya!

Jakarta, 30 Septembar 2023. Adven Pertama, Tahun B

Tidak ada komentar:

Posting Komentar