Baik dalam arti harfiah maupun spiritual, terang pasti dibutuhkan oleh manusia. Bayangkan mobil tanpa lampu tidak mungkin dapat melaju dalam kegelapan. Walau cahaya yang dihasilkan oleh sepasang lampu itu terbatas, mobil dapat melaju dipandu oleh cahaya terang itu.
“Ego eimi to phos tou kosmou”. Pada perayaan Pondok Daun di dalam komplek Bait Allah, Yesus mengatakan, “Akulah Terang dunia!” Perayaan itu sendiri sarat dengan cahaya terang lentera dari pondok-pondok yang mereka buat untuk mengingat kembali kehadiran Allah dalam wujud tiang api ketika nenek moyang mereka hidup dalam pengembaraan di padang gurun menuju ke tanah perjanjian. Terang itu secara harafiah menuntun mereka agar tidak terantuk batu, terperosok lubang atau tersesat. Sementara secara rohani, Terang itu memberikan pedoman hukum-hukum Tuhan yang harus dilakukan umat itu agar mereka tetap hidup kudus di hadapan Tuhan. Jelas, terang punya arti yang sangat agung dalam kehidupan umat TUHAN.
“Akulah terang dunia”, Yesus tidak mengatakan, “Aku adalah terang dunia”, dalam hal ini ucapan Yesus mempunyai arti: Terang dunia yang sejati adalah Yesus sendiri. Orang yang mengikuti terang tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan akan mempunyai terang hidup. Artinya, siapa saja yang percaya kepada-Nya akan berjalan dalam terang, tidak akan tersandung bahkan orang tersebut akan mempunyai terang. Kehidupannya memancarkan terang dan memberi arah yang jelas bagi orang-orang di sekelilingnya. Orang-orang yang melihatnya itu akan menemukan terang yang sesungguhnya. Yesus!
“Akulah terang dunia!” Dalam pernyataan ini, “Aku” sangat ditekankan, sehingga “Aku” bukan hanya menjadi subyek kalimat, melainkan juga menjadi predikat. Oleh karena itu, yang dibutuhkan bukanlah pertama-tama menganalisis apakah arti terang itu. Tanpa diuraikan panjang lebar pun orang segera mengerti bahwa dunia yang gelap membutuhkan terang. Hanya teranglah yang dapat mengenyahkan kegelapan! Yesus adalah jawabannya: Akulah terang dunia!
Ternyata pernyataan Yesus ini sudah ada sejak permulaan Injil Yohanes (Yohanes 1:4). Yesus menjadi terang, kekuatan yang membebaskan dunia dari kungkungan kegelapan yang menguasainya. Sepanjang tahun ini ada banyak hal yang bisa kita hubungkan dengan kegelapan. Kejahatan yang semakin inten, tindakan-tindakan amoral yang dilakukan oleh orang-orang yang mestinya menjadi figur dan teladan. Kejahatan kemanusiaan di tengah bencana: korupsi dana bantuan, manipulasi obat, pembunuhan, korupsi dan masih banyak lagi yang lain. Yang semuanya itu berujung pada penderitaan dan kematian. Dunia dalam kesuraman!
“Dalam gelap, terang bersinar Yesus lahir di palungan!
Janji Tuhan terbukti benar kita tidak dilupakan!
Sukacita lahir, kar’na Yesus hadir mengalahkan kesuraman.
Tiada apa pun dapat memisahkan kita dengan kasih Tuhan!”
(Sukacita lahir, karya Pdt. Juswantori)
Yesus yang lahir adalah jawaban dari kesuraman dunia. Yesuslah terang dunia yang membawa pengharapan menyelamatkan dunia dari kegelapan yang berujung pada kematian. Maut! Setip orang yang berjalan di dalam Dia, kegelapan tidak akan meliputinya!
Pernyataan diri yang tegas ini mengagetkan orang Yahudi, khususnya ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Mereka tidak bisa menerima, tepatnya menolak pernyataan Yesus ini. Mereka mencari alasan untuk penolakan itu. Mereka menyatakan bahwa kesaksian satu orang - lebih-lebih menyaksikan dirinya sendiri tidak dapat dibenarkan (Yohanes 8:13). Mereka memprotes Yesus karena Ia memploklamirkan diri-Nya sebagai terang dunia. Namun, protes ini kemudian menjadi landasan bagi Yesus untuk berbicara. Ia mengambil unsur dari protes mereka untuk memberi kesaksian tentang diri-Nya.
Bagi Yesus, kesaksian-Nya adalah benar meski Ia memberi kesaksian tentang diri-Nya sendiri. Yesus menyatakan, mereka yang menggugat-Nya benar jika kesaksian itu hanya dinyatakan oleh diri-Nya sendiri:kesaksian tidak boleh dilakukan hanya oleh satu pihak! Namun, Yesus menyatakan bahwa kesaksian yang dinyatakan-Nya tidak sendirian. Bapa yang mengutus-Nya juga bersaksi tentang diri-Nya (ayat 17-18). Kesaksian itu benar menurut kaidah hukum Taurat karena disaksikan oleh dua pihak.
Namun, persoalannya tidak sesederhana itu. Benar kesaksian itu sah kalau dua pihak menyatakannya. Masalahnya orang-orang Yahudi dan kelompok Farisi itu hanya melihat Yesus. Mereka tidak mengerti bahwa Yesus dan Bapa adalah satu sebagaimana yang dinyatakan dalam prolog Yohanes. Oleh karena itu mereka bertanya kepada Yesus, “Di manakah Bapa-Mu?”
Sudah berulang kali Yesus menyatakan asal-usul-Nya. Berkali-kali Ia menjelaskan bahwa Ia datang dari Bapa karena Ia diutus oleh Bapa-Nya. Namun demikian hubungan erat diri-Nya dengan Sang Bapa tidak dimengerti oleh kelompok-kelompok yang selalu menentang-Nya. Oleh karena itu ketika Yesus berkata bahwa Bapa memberi kesaksian tentang diri-Nya, orang menanyakan di manakah Bapa-Nya itu. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan legalis. Kalau seseorang mengatakan bahwa orang lain bisa memberikan kesaksian tentang dirinya, maka orang itu harus bisa menghadirkan orang yang dimaksudnya itu. Kalau Yesus mengatakan bahwa Bapa bersaksi tentang diri-Nya, maka Yesus juga harus membawa Bapa itu ke hadapan mereka.
Jawaban Yesus masih menekankan kembali kesatuan-Nya dengan Bapa. Orang-orang tidak mengenal baik Anak maupun Bapa. Andaikata mereka mengenali atau tepatnya mau mengenali identitas sejati dari Yesus, mereka akan mengenali Bapa juga. Mereka bertanya tentang di manakah Bapa karena mereka tidak mampu mengenali bahwa Anak dan Bapa adalah satu. Dengan menolak Yesus, sesungguhnya mereka juga menolak Bapa yang mengutus-Nya dan dengan demikian tidak pernah mengenal Bapa.
Ternyata di kemudian hari bukan hanya orang Farisi yang mempertanyakan Bapa. Filipus, salah seorang murid inti pun menanyakan hal serupa. Dalam menjawab pertanyaan yang sama, Yesus mengatakan, “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barang siapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimanakah engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakan engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya” (Yohanes 14:9-10).
Jangankan orang lain atau kelompok yang selalu menolak Yesus tidak mengerti dan mengakui Yesus Kristus sebagai terang dunia. Kelompok inti pun demikian. Jangan-jangan kita juga termasuk kelompok yang tidak mengerti atau tidak mau mengerti atau bahkan menolak Yesus sebagai terang dunia. Mengapa? Ya, meski sudah bertahun-tahun kita mengikut Yesus namun tidak pernah mengerti atau tidak mau mengerjakan apa yang diajarkan dan menjadi kehendak-Nya.
Bisa jadi kita paham tentang ajaran cinta kasih-Nya namun enggan melakukannya karena kita berpikir ada banyak hal yang harus dikorbankan dan harus keluar dari zona nyaman. Kita menolak terang memimpin kehidupan kita. Bisa jadi kita tahu ajaran tentang pengampunan, namun tidak pernah mewujud dalam kehidupan yang menciptakan damai alih-alih kita tetap menjadi seorang pendendam. Jelas hidup ini akan tetap suram karena kita tidak mau mengenakan terang itu sebagai pandu kehidupan kita. Bisa jadi kita paham dan hafal ajaran khotbah di bukit, namun kita menolak melakukannya karena kita enggan melepas keegoisan kita. Jadi, hakikatnya yang menjadi penghalang dan terus-menerus merintangi kita adalah keegoisan diri kita sendiri.
Di penghujung tahun ini, marilah kita introspeksi diri. Seberapa jauh keegoisan kita telah menutup terang yang telah lahir itu. Seberapa jauh kekerasan hati kita membentengi diri dan enggan dipimpin oleh Sang Terang itu? Nyamankah dengan kehidupan yang demikian? Jika tidak, tinggalkan! Baruilah diri kita dengan tekad penuh untuk mengikut Sang Terang dunia itu.
Jakarta, penghujung tahun 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar