Kamis, 05 Maret 2020

MEMPERBARUI DIRI SETIAP HARI

Seorang Yahudi terpelajar, dari kelompok elit pemimpin agama, Farisi dan anggota Sanhedrin datang malam hari menyambangi Yesus. Malam hari mungkin untuk menunjukkan bahwa Nikodemus berada dalam gelap, karena alasan takut kalau-kalau teman-teman sesama pemimpin agama tahu dan mencurigainya sebagai pembelot. Tak mustahil beberapa di antara mereka mulai marah karena aktivitas yang dilakukan Yesus: mengajar dan penuh kuasa melakukan banyak mukjizat mulai mengancam otoritas mereka. Atau, bisa saja Yohanes – si penulis Injil – menggunakan kisah ini sebagai sebuah simbol kontras untuk menempatkan sebuah oposisi antara terang dan gelap. Kegelapan dan malam digunakan untuk menyimbolkan kerajaan kejahatan. Ingat kisah Yudas yang meninggalkan Yesus dan para murid-Nya pada waktu malam (Yohanes 13:30). Nikodemus justru keluar dari kegelapan untuk berjumpa dengan Sang Terang!

Nikodemus dan kelompoknya sangat dipastikan begitu yakin dengan apa yang dipegangi sebagai cara hidup yang membawa mereka berkenan kepada Allah dan tentu saja dengan melakukan itu semua secara cermat mereka mendapatkan keselamatan. Ia adalah seorang pemimpin dan merasa aman berada di belakang kekuasaan dan kepastian-kepastian hukum syareat agama yang ditekuninya. Ia mirip dengan para imam dan Lewi yang diutus oleh para penguasa di Yerusalem untuk menyelidiki Yohanes Pembaptis. Nikodemus ingin membuat penilaian mengenai Yesus. Ia mulai pembicaraan dengan hormat, tetapi sebagai seorang yang berkuasa, “Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorang pun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan, jika Allah tidak menyertai-Nya.” (Yohanes 3:2).

Yesus tidak menjawab sanjungan itu, namun Ia mulai membimbing Nikodemus masuk dalam cara penghayatan iman dan hidup yang berbeda dari rasa aman yang ia pegangi. Yesus menjawab, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.” (Yohanes 3:3). Dengan gaya Semit, Nikodemus menjawabkembali mengajukan pertanyaan, “Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?” (Yohanes 3:4). Jelaslah, sebagai seorang terpelajar Nikodemus bukan secara naif menjawab dengan pertanyaan itu. Ini gaya Semit, yang memaksa lawan bicara menguraikan maksud sebenarnya dari sebuah pernyataan.

Berhadapan dengan Nikodemus dengan segudang kepastian yang “tahu”, Yesus mengusulkan jalan lain, yaitu jalan “tidak tahu” (jalan yang tidak dipelajari oleh Nikodemus dalam tarekatnya sebagai Farisi), jalan itu adalah dengan lahir dari “atas”. Itu artinya, jika seseorang ingin melihat Kerajaan Allah, ia harus seperti bayi, kanak-kanak, pribadi yang baru. Anak-anak yang “tidak tahu” dan memerlukan bimbingan Roh Allah. Anak yang membiarkan dirinya dipimpin oleh Roh dan bukannya merasa diri sudah tahu dan pasti selamat!

Nikodemus mempunyi keyakinan yang pasti. Ia mengetahui hukum bahkan turunan dari hukum-hukum itu. Dengan memberlakukannya maka ia sangat yakin hidupnya berkenan kepada Allah dan selamat. Benar, kepastian teologi dan hukum penting dan perlu, tidak bisa diabaikan. Kita perlu mengetahui Kitab Suci. Kita juga membutuhkan komunitas iman, tempat kita merasa menjadi bagian. Kita membutuhkan gereja, membutuhkan pembimbing. Kita membutuhkan visi yang diwariskan oleh tokoh-tokoh masa lampau yang pernah hidup dan mencintai Yesus. Semuanya ini memberikan landasan yang kokoh kepada kita, yang memungkinkan kita untuk mencintai dalam kebenaran dan menghayati hidup spiritual yang baik.

Namun, harus diingat bahwa keyakinan dan hukum dapat membuat kita tertutup pada diri kita sendiri dalam kepuasan diri – sama seperti Nikodemus yang merasa yakin diri – karena kita merasa sudah tahu, merasa benar dan lebih hebat. Semuanya ini dapat menghalangi kita untuk mendengarkan orang lain yang dipakai Allah untuk terbuka pada jalan-jalan Allah yang baru; dapat pula melukai sikap mudah kagum seperti yang ada pada diri anak-anak, dan mematikan kerinduan akan Roh. Lihatlah, orang-orang yang hanya hidup berdasarkan keyakinan-keyakinan pasti dan hukum, yang bersembunyi di balik hukum, mereka cenderung menguasai dan menaklukkan orang lain, dan merasa terancam bahwa semua yang “baru” membuat mereka kehilangan kontrol.

Nikodemus, guru Yahudi yang yakin akan dirinya sendiri dan teologinya, mulai membuka diri dengan rendah hati dan bertanya kepada Yesus, “Bagaimanakah mungkin hal itu terjadi?” (Yohanes 3:9). Yesus menjadi heran akan pertanyaan ini. “Engkau adalah pengajar Israel, dan engkau tidak mengerti hal-hal itu?” (Yohanes 3:10). Bukankah semua nabi besar di Israel telah menyatakan anugerah Roh Allah yang akan membarui umat dan mengubah hati mereka? Anugerah Roh Allah dan kehidupan yang dinyatakan oleh para nabi, sering kali dilambangkan dengan air. Air membersihkan, memurnikan, dan memberi hidup. Nabi Yehezkiel melihat air mengalir dari Bait Allah yang baru, menyembuhkan dan memberikan hidup dan atas nama Allah nabi menyatakan bahwa air itu akan mentahirkan umat, memberikan hati yang baru: bukan hati yang keras, melainkan hati yang taat (Yehezkiel 36:25-26). Bagaimana mungkin Nikodemus, sang pengajar itu lupa akan semua janji Allah?

Kita juga sering lupa dengan janji Allah ketika hanya berpegang pada legalitas formal ibadah dan hukum-hukum agama yang sedemikian kaku, yang dengan itu kita merasa yakin akan selamat! Menjadi legal, formal dan kaku oleh karena tidak memberi ruang pada pembaruan; pada tuntunan suara Roh sehingga membutakan kita pada jalan-jalan Allah dan terhadap pembaruan hidup. Yesus menyatakan bahwa Dialah yang telah datang untuk menggenapkan janji Allah, yang dinyatakan para nabi. Dialah yang akan memberikan hidup baru dalam Roh kepada kita. Melalui baptisan dengan air dan Roh, itu pertanda kita dilahirkan kembali, kita masuk ke dalam Kerajaan Allah dan menjadi anak-anak Allah seperti Dia. Kita menjadi bagian dari umat yang baru. Kita dipanggil tahap demi tahap untuk meninggalkan jalan-jalan, kepastian-kepastian, dan rasa aman yang semu dan dibebaskan dari kepentingan-kepentingan yang tertuju pada diri sendiri. Membiarkan diri dibimbing oleh Roh itu berarti menjadi pribadi-pribadi yang tahu berbela rasa. Bersama-sama kita dipanggil bukan untuk menguasai apalagi menaklukkan orang lain, melainkan mengusahakan damai di bumi! Kerajaan Allah bukanlah perkara di seberang kematian, tetapi kini dan di sini!

Dalam kisah percakapan dengan Nikodemus, Yesus menyatakan bahwa kalau kita percaya kepada-Nya, kita akan mempunyai hidup kekal. Kekal yang dimaksud bukan setelah kematian. Hidup kekal adalah hidup berkualitas ilahi seperti yang dicontohkan Yesus. Hidup kekal adalah hidup ilahi yang dianugerahkan kepada kita sekarang ini. Ini adalah hidup Dia Yang Abadi yang ada di dalam diri kita masing-masing, yang mengalir di dalam dan melalui diri kita, yang diberikan kepada kita, ketika kita dilahirkan dari atas melalui baptisan, dan melalui iman kepada Yesus Kristus! Pada saat itulah kita mempunyai relasi yang benar dengan-Nya. Ketika kita bertumbuh dalam persahabatan dan kesatuan dengan Yesus, kita mulai mengenali hidup kekal yang ada di dalam diri kita dan percayalah, semakin dalam relasi itu maka kita semakin tidak tertarik pada berhala uang, kekuasaan dan ketamakan. Kita akan mulai melihat orang-orang lain seperti Yesus melihat mereka; kita mulai mencintai mereka seperti Yesus mencintai mereka, dan memandang serta mencintai diri kita seperti Yesus memandang dan mencintai kita.

Roh yang menggerakkan kita untuk mempunyai relasi yang semakin dalam dengan Kristus akan terus membarui diri kita setiap hari; tidak kaku dan beku dengan ibadah formal, namun menjadikannya sebagai inspirasi dalam totalitas kehidupan nyata. Setiap hari kita akan mengalami pertumbuhan dan pembaruan hidup dalam Allah. Sesudah diperbarui, kita dapat mengerjakan hal-hal yang menurut perhitungan manusiawi, tidak dapat dilakukan dengan kekuatan sendiri: mencintai musuh, mengampuni tanpa batas, hidup menjadi berkat bagi mereka yang tersisih dan lemah serta murah hati seperti Bapa yang murah hati!

Jakarta, Minggu Pra-Paskah-2, 2020

1 komentar:

  1. As reported by Stanford Medical, It is really the one and ONLY reason this country's women get to live 10 years more and weigh on average 42 lbs less than we do.

    (Just so you know, it is not related to genetics or some secret exercise and EVERYTHING about "how" they eat.)

    BTW, What I said is "HOW", and not "what"...

    TAP on this link to reveal if this quick questionnaire can help you find out your real weight loss potential

    BalasHapus