Jumat, 11 Oktober 2019

MEMANDANG DENGAN SEBELAH MATA

Dalam mitologi Yunani, seseorang sering mengalami katabasis atau sebuah “kejatuhan”. Kejatuhan apa yang dimaksud? Tentu bukan saja pergumulan biasa. Melainkan beban berat yang tidak hanya menggerogoti tubuhnya secara fisik, melainkan juga mental spiritualnya hancur! Mereka terpaksa mundur atau ditarik mundur oleh komunitasnya sehingga mengalami depresi, atau dalam beberapa kasus, secara harafiah jatuh ke dalam neraka. Ketika muncul lagi, mereka akan tampil dengan pengetahuan dan pemahaman lebih tinggi. Tercerahkan!

Naaman, seorang panglima perang raja Aram, seorang yang sangat terpandang tiba-tiba mengalami kejatuhan. Bukan terkena oleh panah, pedang atau tombak musuh, melainkan oleh penyakit kusta. Kusta pada zaman itu merupakan jenis penyakit yang menjijikan, di dalamnya terkandung isyarat aib dan kutuk. Naaman depresi berat, hidup bagai dalam neraka. Panglima yang disegani dan menjadi andalan raja Aram pasti punya segala fasilitas pada akses pemulihan. Tampaknya usaha pemulihan tidak membuahkan hasil. Ia semakin depresi, semakin turun ke “neraka” terdalam. Di luar dugaan, seorang anak perempuan Israel yang dulu menjadi tawanan dan kini dijadikan budak dari nyonya Naaman memberi tahu bahwa di Samaria ada seorang nabi yang dapat memulihkan sang panglima.

Apa pun tampaknya dilakukan Naaman. Tidak sulit untuk bertemu dengan sang nabi yang dimaksudkan oleh hambanya itu. Naaman segera bertemu dengan Elisa. Elisa memintanya untuk mandi tujuh kali di sungai Yordan. Sulit dipahami oleh Naaman, ia berpikir seperti kebanyakan juru-juru penyembuh, Elisa akan menggerak-gerakkan tangannya, berkomat-kamit memanggil Tuhannya. Tidak! Naaman memandang sebelah mata perintah Elisa. Baginya, ini merupakan pelecehan. Kalau perkara suruh mandi di sungai, bukankah sungai-sungai Abana dan Parpar serta sungai-sungai Damsyik jauh lebih baik ketimbang sungai di Israel? Lagi-lagi, tampil “orang kecil”, pegawai-pegawainya memberikan pertimbangan agar Naaman menuruti apa yang diperintahkan Elisa. Naaman belajar taat meski harus dibujuk. Apa yang terjadi setelah Naaman keluar dari air sungai itu? “Lalu pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir” (2 Raja-raja 5:14). Lalu kembalilah Naaman kepada Elisa dan berkata, “Sekarang aku tahu, bahwa di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel…” (2 Raja-raja 5:15). Katabasis!Naaman mengalami pencerahan. Bukan saja kulitnya halus seperti kulit anak-anak, kini ia pun meyakini siapa Sang Pemulih sejati itu. Sebuah pengakuan dan ungkapan syukur. Kesembuhannya merupakan kesembuhan holistik. Ia mengalami kesembuhan yang utuh!

Tampaknya tidak banyak orang seperti Naaman. Penderitaan, sakit penyakit alih-alih membawa mereka pada pencerahan, malah terjerembab semakin dalam pada duka nestapa. Atau ketika mengalami pemulihan yang terjadi malah lupa, sibuk dengan euphoria. Begitulah yang terjadi dengan sepuluh orang kusta yang disembuhkan Yesus. Hanya satu yang kembali untuk mengucap syukur dan berterima kasih. Dan orang itu adalah seorang Samaria! Kebanyakan orang Yahudi memandang sebelah mata terhadap orang Samaria. Mengapa? Mereka bukan orang-orang Yahudi (setidak-tidaknya dalam arti keagamaan), mereka dipandang tidak memelihara hidup kudus dan mencemarkan diri : kawin campur dengan bangsa kafir.

Dalam perjalanan pelayanan-Nya, Yesus dan murid-murid-Nya berhenti di perbatasan Samaria, lalu berbelok ke sebelah timur untuk meneruskan perjalanan-Nya lewat Lembah Yordan dan kota Yerikho. Dalam perjalanan itulah Ia berjumpa dengan para penderita kusta yang dilokalisir, sebab mereka tidak boleh bergaul dengan masyarakat sehat. Para penderita kusta itu mematuhi aturan dalam kitab Imamat 13:46 dan Bilangan 5:2 dst.

Mereka berteriak agar mendapat perhatian dari Yesus. Cara mereka menyapa Yesus tidak biasa, Yesus jarang sekali dipanggil dengan nama-Nya. Menarik untuk diperhatikan, menurut Injil Lukas, Yesus disapa dengan nama-Nya oleh orang-orang kusta dan salah seorang penyamun yang disalibkan bersama dengan Yesus (Lukas 23:42). Tidak mustahil antara kedua kasus ini terdapat keserupaan situasi. Penyamun jahat mengejek Yesus di salib itu, “Bukankah Engkau Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!” Dengan kata lain, “Selamatkanlah kami!”, ia tentu memahami keselamatan konkret berupa diturunkan dari kayu salib dan dibebaskan dari segala derita. Yesus tidak menanggapi ejekannya. Namun, Yesus memberi keselamatan sejati kepada penyamun yang bertobat, “Hari ini juga engkau akanbersama-sama dengan Aku…”

Keselamatan dalam Yesus bukan searti dengan luput dari derita dunia ini, melainkan – melewati derita – berjumpa dan mengalami persekutuan dengan Yesus. Hanya melalui cara seperti ini, kurban Yesus menghasilkan buah bagi manusia. Contoh sangat jelas adalah penyamun yang bertobat itu, ia menyatu dengan Yesus dalam derita-Nya!

Kisah kesepuluh orang kusta ini tampaknya sejajar dengan kisah penyamun yang bertobat. Waktu di salib, Yesus menghadapi kematian, dan sekarang ia sedang dalam perjalanan ke Yerusalem, menuju kematian-Nya. Baik penyamun dan para kusta itu dalam sistem ketahiran Yahudi mereka sama-sama kelompok manusia pendosa. Baik penyamun maupun kesepuluh orang kusta itu memohon agar Yesus membebaskan mereka dari penderitaan dunia ini. Namun, selalu saja ada kontras – ada yang tercerahkan dan ada yang melupakan atau tidak mengalami perjumpaan yang utuh.

Orang-orang yang selama ini dipandang sebelah mata ditampilkan dalam kisah Injil, justru merekalah yang mengalami apa yang disebut dalam mitologi Yunani katabasis, tidak saja penyakitnya dipulihkan tetapi juga iman dan spiritualitasnya mengalami pencerahan. Keselamatan tidak lagi dipandang dari pulih atau terbebasnya seseorang dari sakit penyakit dan penderitaan dunia. Melainkan, bahwa dalam derita itu mengalami perjumpaan dangan Yesus, Sang Anak Allah yang memberikan keselamatan yang sesungguhnya itu.

Sangat mungkin kini kita berada dalam titik nadir derita. Berseru kepada Tuhan, memanggil nama-Nya seperti para kusta berseru. Kita berharap Yesus menyembuhkan dan membebaskan kita dari derita dunia ini. Satu hal yang harus kita sadari bahwa pemulihan itu tidak semata-mata terbebasnya kita dari penderitaan fisik, melainkan menemukan Kristus. Bersama-sama dengan-Nya melewati lembah air mata, bersekutu dengan penderitaan-Nya, barulah kita menyadari bahwa di dalam nama-Nya ada pemulihan yang sejati. Paulus mengalami ini, sehingga dalam banyak penderitaan yang dialaminya ia tidak merasa merana seorang diri dan memposisikan diri sebagai korban. Sehingga dengan tegar – dalam deritanya – ia berujar, “Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kita pun akan memerintah dengan Dia, jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita; jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.” (2 Timotius 2:11-13).

Dari sepuluh orang kusta yang dipulihkan ternyata hanya satu orang saja yang benar-benar mengalami perjumpaan yang sesungguhnya dengan Yesus. Barangkali hal ini juga menjadi cerminan dalam kehidupan kita sebagai umat Tuhan. Hanya sedikit saja yang mengalami perjumpaan yang sesungguhnya dengan Kristus. Setidaknya bisa terlihat dalam perilaku sehari-hari. Orang yang mengalami perjumpaan dengan Yesus dan dipulihkan, ia akan bersyukur. Pelayanan dan ibadahnya bukan lagi semata-mata untuk mendapatkan sesuatu, melainkan pengabdian diri bagi Sang Pemulih sejati itu. Tidak banyak orang seperti ini, Andakah seorang dari yang tidak banyak itu?

Jakarta, 11 Oktober 2019 

1 komentar:

  1. Bingung mau ngapain? mendingan main games online bareng aku?
    cuman DP 20rbu aja kamu bisa dapatkan puluhan juta rupiah lohh?
    kamu bisa dapatkan promo promo yang lagi Hitzz
    yuu buruan segera daftarkan diri kamu
    Hanya di dewalotto
    Link alternatif :
    dewa-lotto.name
    dewa-lotto.com

    BalasHapus