Peristiwa di Serambi Salomo
itu menjadi saksi perubahan yang begitu radikal dari seorang Petrus (Kisah Para
Rasul 3). Murid yang pernah sesumbar untuk melindungi Sang Guru dari perlakuan
culas orang-orang yang mendengki-Nya. Namun, nyatanya ia tak kuasa ketika
orang-orang menengarai bahwa dia adalah murid Yesus yang kala itu menjadi
pesakitan. Petrus menyangkal bahkan sampai tiga kali sebelum ayam berkokok
bahwa dirinya mengenal Yesus. Petrus jugalah yang menarik Sang Guru dan
menegur-Nya dengan lantang, lantaran Sang Guru mengatakan bahwa Dia harus
menderita, mati dan pada hari yang ketiga bangkit kembali. Nyatanya, ia dan
murid-murid yang lain kocar-kacir, lalu mengurung diri dalam sebuah kamar
dengan pintu terkunci. Petrus tampaknya kuat namun sebenarnya rapuh!
Kini keadaanya berbalik 180
derajat. Di Serambi Salomo itu Petrus melakukan seperti apa yang dilakukan Sang
Guru! Sesuatu yang dasyat telah terjadi dalam dirinya. Si pecundang tampil
dengan nyali luar bisa. Dulu, di serambi itu Yesus ketika bersama-sama mereka
pernah menyampaikan pengajaran-Nya (bnd. Yoh.10:29). Sekarang, tempat ini
menjadi semacam tempat pertemuan mereka, untuk mengenang kembali apa yang
dahulu pernah mereka lakukan bersama Sang Guru. Serambi Salomo bukan hanya
untuk menunjukkan kaitan para murid dengan tradisi Yahudi, melainkan juga untuk
melanjutkan apa yang sudah dikerjakan Yesus.
Setelah peristiwa penyembuhan
orang lumpuh sejak lahir, orang banyak yang berada di sekitar Bait Allah itu
terus mengerumuni Petrus dan Salomo. Inilah, saat yang tepat bagi Petrus untuk
menyatakan kebenaran tentang Yesus. Apa yang dinyatakan atau disaksikan Petrus?
Pertama, Petrus menegaskan bahwa peristiwa penyembuhan si lumpuh
itu bukan karena kehebatannya (Kis.3:12). Ia juga menolak bahwa apa yang
dilakukannya bersama Yohanes adalah sebagai buah dari kesalehan mereka. Petrus
menyatakan mujizat itu adalah karya Allah yang berkenan hadir dalam peristiwa
tersebut. Di sinilah kesaksian itu menjadi benar, Petrus tidak mencuri
kemuliaan Allah. Petrus dan Yohanes hanya menegaskan bahwa sesungguhnya
Allahlah yang berkarya dalam peristiwa itu. Sejati kesaksian iman seperti itu!
Kedua, Petrus menegaskan bahwa peristiwa tersebut erat hubungannya
dengan peristiwa Yesus Kristus yang disalibkan dan bangkit kembali. Dan dalam
peristiwa penyembuhan itulah Yesus menunjukkan kekuatan kebangkitan-Nya yang
membangkitkan orang dari kelumpuhan. Petrus menempatkan penyembuhan tersebut
dalam hubungan dengan pernyataan diri Allah yang berkarya dalam diri Yesus
Kristus. Hal ini sesuai dengan tradisi leluhur; Allah Abraham, Ishak, dan Yakub
yang memang mampu melakukan hal-hal besar. Allah leluhur itulah yang kini
mengerjakan karya agung-Nya untuk orang yang lumpuh tersebut. Petrus yang
semula "lumpuh" kini mampu menjadi alat di tangan Allah untuk
menyembuhkan orang lumpuh itu. Imannya terhadap Yesus yang bangkit menopang
kesaksian di depan orang banyak. Perjumpaan dengan Yesus yang bangkit itulah
yang telah membangkitkan kelumpuhan dan
kerapuhan iman seorang "Batu Karang".
Tidak mudah untuk membangkitkan
kembali iman yang telah lumpuh. Apa yang terjadi sebelum peristiwa penyembuhan
di Serambi Salomo itu? Bukankah, para murid sibuk mengasihani diri sendiri.
Bukankah mereka semua dilanda tsunami frustasi dan ketakutan? Alih-alih
menyambut antusias berita kebangkitan yang dihembuskan para murid perempuan dan
dua orang yang telah kembali dari Emaus, mereka bergeming dalam kekalutan dan
keputusasaan. Sampai-sampai Yesus sendiri yang hadir di depan mata mereka,
mereka menyangkanya hantu!
Seperti yang dikisahkan
Yohanes 20:19-23, Lukas juga mencatat peristiwa Yesus yang memulihkan para
murid-Nya (Lukas 24:36-49). Kedua Injil ini menuturkan bagaimana Yesus
memulihkan iman mereka. Yesus hadir ditengah-tengah kecemasan dan keputusasaan
mereka bukan dengan menampilkan keperkasaannya. Namun, Dia menunjukkan
luka-luka-Nya dan Ia meminta disajikan makanan. Yang pertama, jarang dilakukan
orang. Kebanyakan orang justeru menyembunyikan luka dan memerlihatkan bagian
dari keperkasaannya. Bagi Yesus, luka itu dimaknai sebagai cara pengampunan,
baik bagi mereka yang telah melukai-Nya maupun terhadap para murid yang tidak
setia dan pesimis. Melalui luka-luka itu Yesus menyatakan kasih-Nya. Luka-luka
ini menyatakan bahwa kita saling membutuhkan. Luka dan derita adalah sarana
Tuhan untuk kita mengembangkan saling berbela rasa. Yang kedua, sangat
manusiawi: Yesus meminta makanan. Dari sinilah iman para murid mulai dibangun
kembali.
Kemudian, Yesus menjelaskan diri-Nya
berdasarkan perspektif dari apa yang tertulis dalam kitab Taurat, Kita
Nabi-nabi, dan Mazmur. Sama seperti apa yang terjadi dengan Kleopas dan
temannya yang menuju Emaus, dengan menjelaskan makna Kitab Suci, Yesus membuka
pikiran para murid untuk mengerti Kitab Suci. Apa yang dijelaskan-Nya terutama
tentang Mesias. Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada
hari ketiga. Ada unsur baru yang dinyatakan Yesus yakni, bahwa dalam nama-Nya
berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala
bangsa, mulai dari Yerusalem. Yesus berbicara tentang warta pertobatan dan
pengampunan dosa. Para murid disebut sebagai saksi kepenuhan dari apa yang
diwartakan oleh Kitab Suci itu. Tidak hanya itu, Yesus juga menjanjikan untuk
mengirim kepada mereka apa yang dijanjikan oleh Bapa-Nya yakni kuasa dari
tempat yang Tinggi. Satu syarat yang harus mereka lakukan: tinggal dan bertekun
dalam doa dan penantian di Yerusalem sampai mereka dilengkapi dengan kuasa itu.
Kerapuhan, tidak selamanya
berujung pada ketidakberdayaan dan menjadi pecundang. Kerapuhan para murid bukan
akhir dari segalanya. Dalam perjumpaan yang singkat, Yesus mengubah kelompok
orang-orang yang ketakutan dan kebingungan menjadi komunitas iman yang tangguh.
Komunitas yang berani bersaksi dengan cara berbela rasa meneruskan cinta kasih-Nya
dalam konteks dunia mereka. Komunitas yang hidup tidak hanya untuk mementingkan
dan mencari nama untuk diri sendiri. Melainkan melakukan kesaksian yang
sesungguhnya!
Rapuh, terluka, penuh
kelemahan, itulah kita. Namun, sebagaimana Tuhan memulihkan para murid sehingga
mereka dapat menunaikan tugas kesaksian kini, Ia pun sanggup memulihkan dan
menjadikan kita juga sebagai saksi-saksi-Nya. Sekarang, tinggal peran serta
kita: Apakah kita terus terpuruk dan hanya fokus pada kelemahan dan kerapuhan
kita? Sehingga yang kita lihat bukan Tuhan melainkan hantu: bayang-bayang
menakutkan? Bagimana pula dengan hati dan pikiran kita ketika menyimak
firman-Nya? Bukankah Tuhan sudah memberi kesempatan buat kita mendengar
firman-Nya melalui pelbagai cara: teguran orang-orang yang ada di sekitar kita,
peristiwa kehidupan, saat teduh, doa, refleksi, renungan dan khotbah-khotbah?
Bukankah setiap kebenaran yang diberitakan itu sebenarnya Tuhan sudah melengkapi
kita dengan hati nurani untuk segera merespons? Bagaimana dengan respon kita?
Ya, yang harus kita lakukan
adalah membuka ruang hati itu sehingga kita dapat memahami arti dan kuasa kebangkitan
Kristus!
Para rasul bersedia bertekun
di dalam doa dan pengajaran. Mereka menantikan janji Tuhan yang akan melengkapi
mereka dengan kekuasaan dari tempat yang tinggi. Mereka sabar dan bertekun!
Bagaimana dengan ketekunan dan kesabaran kita? Mestinya, belajar dari murid-murid
Tuhan: kunci pemulihan dari kerapuhan, luka, kepahitan dan kelemahan kita
adalah "perlengkapan kuasa dari tempat Tinggi" itu; kuasa Roh Kudus.
Bukan mengandalkan kekuatan sendiri!
Murid-murid yang rapuh itu
dipulihkan dan mereka menjadi saksi. Kesaksiannya benar karena bukan untuk
mencari keuntungan sendiri, melainkan menyaksikan dan meneruskan karya Yesus
Kristus. Mereka berbela rasa memulihkan yang lumpuh. Mereka menyuarakan pertobatan
dan pengampunan di dalam nama Yesus sebagaimana amanat Yesus ketika memulihkan
mereka. Mereka tidak mengambil keuntungan sedikit pun dari apa yang namanya
kesaksian. Bagaimana dengan kesaksian kita, kesaksian gereja kita? Kita tidak
pernah bisa bersaksi dengan benar apabila: tidak mengalami perjumpaan dengan
Yesus yang memulihkan kita dari kerapuhan kita, tidak bertekun dalam pengajaran
dan tidak mengandalkan kuasa Roh Kudus!
thanks pak nanang, renungannya sangat mengena, bagus dan inspiratif. met paskah. gbu.
BalasHapus