Sejak lama iman kebangkitan
kepada Kristus dibangun di atas dua pilar: fakta kubur kosong dan
penampakan-penampakan Yesus yang sudah bangkit. Kubur kosong tidak akan berarti
apa-apa tanpa Yesus yang menampakkan diri kepada para murid. Banyak argumen
terhadap kubur yang sudah kosong bahkan sampai hari ini. Penampakan-penampakan
itulah yang melahirkan iman Paskah dalam diri para murid.
Setelah kisah tentang makam
kosong, para penulis Injil mengisahkan tentang Yesus yang menampakkan diri
kepada para murid-Nya. Sebaliknya, para penginjil tidak mengisahkan bagaimana
Yesus bangkit, dengan cara apa, kapan dan seterusnya. Tidak! Bagi para penulis
Injil yang penting bukan bagaimana caranya Yesus bangkit melainkan, Dia yang
bangkit itu menyapa para murid yang sedang dirundung cemas, bimbang, takut
bahkan frustasi. Masing-masing penginjil punya ketertarikan sendiri dalam
berkisah tentang penampakan Yesus ini. Mereka mengisahkan orang-orang di
sekitar Yesus yang berusaha mengerti tentang peristiwa yang sulit dimengerti.
Kisah penampakan Yesus kepada
dua orang murid yang menuju Emaus hanya terdapat dalam Injil Lukas (Lukas
24:13-35). Dikisahkan pada hari itu juga, yakni hari pertama dalam minggu itu
(ay.1), dua orang murid Yesus pergi ke Emaus. Dalam perjalanan mereka
memperbincangkan apa yang telah terjadi di Yerusalem dan sekitarnya. Peristiwa
yang dimaksud adalah penganiayaan dan penyaliban Yesus. Sangat mungkin
percakapan mereka diwarnai dengan kesedihan, kekecewaan, takut atau bisa juga
marah. Kini, Yerusalem bagi mereka bagaikan ancaman. Ya, bisa jadi Mahkamah
Agama yang menghakimi Yesus dan bekerja sama dengan penguasa kolonia
selanjutnya mengadakan pembersihan terhadap para pengikut Yesus!
Dalam perjalanan itu, tanpa
disangka-sangka, Yesus hadir. Yesus menjadi teman seperjalanan mereka.
Tampaknya, sedih, kecewa, frustasi dan bayang-bayang kematian menutup mata dan
harapan mereka, dampaknya: Yesus yang hadir sebagai teman seperjalanan tidak
mereka kenali! Perjalanan bersama itu menjadi momen bagi mereka untuk
mengutarakan isi batin mereka. Mereka mengaku mengenal Yesus sebagai nabi yang
penuh dengan kuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan seluruh
bangsa (Luk.24:19). Mereka mengira bahwa Yesus yang mereka ikuti itu adalah
benar-benar Mesias seperti harapan mereka: Mesias pembebas Israel! Tetapi
harapan itu hancur berkeping-keping: Yesus mati disalibkan!
Bukankah sering kali kita
mengikut Yesus dengan berbagai macam harapan dan angan-angan kita. Kita
menghendaki Dia menjadi Mesias yang memenuhi semua harapan kita. Dia bisa
menyembuhkan sakit penyakit kita, bisa membuat kita kaya dan sukses, Dia bisa
membuat semua jalan kehidupan menjadi lancar, pendek kata Yesus bisa memenuhi
apa yang saya mau!
Yesus yang menyertai mereka
dengan sabar menjelaskan makna dari peristiwa-peristiwa yang menjadi
perbincangan di perjalanan itu. Ia mulai menjelaskan isi Kitab Suci. Ia
menjelaskan bahwa haruslah digenapi apa yang tertulis di dalam Kitab Taurat
Musa, Kitab Nabi-nabi, dan Mazmur mengenai apa yang tertulis tentang Dia. Ia
menerangi pemahaman para murid bahwa Mesias memang harus menderita untuk masuk
ke dalam kemuliaan-Nya. Ada unsur baru dalam perkataan Yesus. Ia menyatakan
bahwa di dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus
disampaikan kepada segala bangsa mulai dari Yerusalem. Para murid disebut
sebagai saksi dari semua itu. Artinya, mereka adalah saksi kepenuhan dari apa
yang diwartakan dalam Kitab Suci.
Tidak hanya berhenti dalam
penjelasan Kitab Suci, ternyata Yesus mau singgah di temapat mereka. Ia
mengadakan perjamuan bersama mereka. Yesus mengambil roti, mengucap syukur,
memecah-mecahkannya lalu membagikan kepada dua murid itu. Apa yang dilakukan
Yesus dengan serta merta membuka mata mereka. Kini, keduanya siuman dari mimpi panjang dalam
keputusasaan. Segera setelah peristiwa ini Yesus raib dari pandangan mereka.
Segera keduanya, beranjak.
Mereka bangkit dan kembali ke Yerusalem. Di sana, mereka menceritakan apa yang
terjadi di tengah perjalanan mereka dan bagaimana mereka mengenali Yesus ketika
Ia memecah-mecahkan roti. Kepada mereka juga diberitakan bahwa Yesus telah
menampakkan diri kepada Simon.
Iman Paskah dibangun dari
reruntuhan keputusasaan para murid melalui penampakan Yesus yang bangkit. Yesus
menjumpai, menyapa, dan menjamu mereka. Dua murid ini mengalami perjumpaan dengan
Yesus yang bangkit. Dampaknya, luar biasa dasyat! Mereka yang pesimis, takut,
kecewa, pecundang dan putus asa, kini bangkit. Yerusalem yang menjadi momok
menakutkan bagi mereka dan oleh karenanya mereka pergi meninggalkan kota itu,
kini mereka datangi. Perjumpaan itu memulihkan iman mereka. Iman yang tidak
hanya bertumpu pada harapan dan keinginan sendiri. Melainkan, membiarkan
kehendak Kristus merasuki pikiran, sanubari dan raga mereka. Inilah titik balik
iman itu. Kini, mereka siap menjadi saksi mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria
sampai ke ujung-ujung bumi!
Tampa mengalami perjumpaan dan
membiarkan Yesus mengoreksi iman percaya kita, maka yang terjadi adalah kita
merasa diri beriman namun, seperti kedua murid yang menuju Emaus, motivasi iman
kita dilandaskan bukan seperti apa yang Tuhan mau, melainkan apa yang aku mau.
Iman kebangkitan seharusnya mampu meruntuhkan ego dan ambisi kita.
Menaklukkannya dalam kehendak Kristus. Ketika perjumaan ini terjadi maka -
seperti kedua murid yang menuju Emaus - pesimisme, kecemasan, kekecewaan,
takut, putus asa akan berubah menjadi optimisme, berpikiran positif, berani
menghadapi pelbagai macam tantangan. Iman seperti ini akan membuat kita tidak
lari, apalagi menjadi pecundang karena pelbagai persoalan hidup. Di sini kita
akan mampu menghadapi pelbagai tantangan dan ancaman. Inilah iman kebangkitan!
Di sinilah kita siap menjadi saksi kebangkitan-Nya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar