Sabtu, 03 Desember 2016

PEMBERITA KEMULIAANNYA

Abdur Rofi, Dosen Fakultas Geografi UGM dalam tulisannya di harian Kompas (Jumat, 2/12) dengan judul, “Pertarungan Para Konsultan Politik” mengingatkan para pembacanya untuk tidak hanya melihat pertarungan perebutan kekuasaan pada apa yang kasat mata, khususnya di DKI Jakarta. Masih ada peran tokoh-tokoh tertentu di belakang layar. Dan yang terakhir ini tidak kalah menjadi penentu dari sebuah kemenangan. Mereka berusaha memersiapkan calon yang akan bertarung, memengaruhi massa dan mendistribusikan berita-berita baik serta harapan-harapan perbaikan kondisi masyarakat ketika mereka terpilih nanti.

Rofi menuturkan, bahwa dalam kasus Pilkada DKI Jakarta fokus perhatian para calon pemilih cenderung kepada Agus -Silvy, Basuki (Ahok) – Djarot, dan Anis – Sandiaga yang sedang bertarung. Seandainya pun diperluas maka fokusnya akan merefleksikan pertarungan antara Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati, dan Prabowo. Banyak orang lupa peran tokoh-tokoh penting di balik pertarungan yang sedang terjadi ini. Siapa mereka? Para konsultan politik! Para konsultan politik akan mengelola isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat dan kemudian menjadi bahan retorika kampanye. Konsultan yang sangat berpengalaman dapat menyelamatkan calon dari membuat kesalahan, membaca peluang dengan cepat dan mengambil keuntungan dari suasana yang berubah-ubah. Konsultan politik akan memoles kandidat yang diusungnya sehingga mencitrakan bahwa si kandidat yang diusungnya adalah orang yang benar-benar layak untuk dipilih dan dijadikan pemimpin.

Yohanes Pembaptis adalah sosok pembuka jalan. Ia bertugas untuk memersiapkan atau memperkenalkan sosok Mesias kepada masyarakat di sekitar Yudea. Ia berperan bagaikan juru kampanye: mengajak dan mendorong orang pada perubahan, yakni apa yang disebut dengan pertobatan. Ia bukanlah tokoh di belakang layar atau semacam konsultan politik yang berusaha memoles sosok yang diberitakannya, yakni Sang Mesias yang sedang datang itu. Ia juga bukan tokoh politik yang berusaha merongrong kewibawaan atau pamor dari Ahli Taurat, Farisi dan Saduki dengan cara orasi-provokatif. Ia juga bukanlah tokoh penghasut yang gemar menggretak para pendengarnya dengan pelbagai ancama. Namun, Yohanes memberitakan apa yang seharusnya diberitakan. Ia sama seperti nabi-nabi Allah terdahulu yang mengecam kebobrokan umat Tuhan yang sudah begitu parah. Yohanes tidak berusaha memoles kata-katanya dengan kata-kata halus dan santun agar tidak menyinggung pendengarnya. Tidak! Ia berani mengambil resiko terhadap apa yang diwartakannya. Yohanes tampil untuk memersiapkan jalan bagi Sang Mesias. Ia memberitakan Kerajaan Sorga telah dekat dan untuk menyiapkannya tidak ada jalan lain kecuali dengan bertobat! Yohanes digambarkan sebagai sosok yang dinubuatkan dalam Yesaya 40:3, “Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.” (Matius 3:3).

Berbeda dari konsultan politik yang berusaha meredam isu-isu negatif dan menonjolkan kebaikan yang mungkin hanya secuil saja, serta memoles kata-kata dengan kalimat santun. Yohanes menyuarakan pesan lugas, tegas apa adanya. Tanpa tedeng aling-aling, ia menunjuk hidung ahli Taurat, orang Farisi dan Saduki dengan “ular beludak”, sebuah sebutan celaan terhadap manusia munafik dan licik. Mengapa Yohanes mencela mereka? Meraka sering mengambil keuntungan dari rakyat jelata yang sungguh-sungguh ingin beribadah di Bait Allah. Memang benar tidak semua ahli Taurat, orang Farisi dan Saduki berbuat culas dan picik . Namun, kebanyakan dari mereka sudah terbiasa melakukan tindakan kesalehan hanya sebagai pencitraan belaka demi mendapatkan pujian dan keuntungan!

Yohanes Pembaptis menyerukan pertobatan di padang gurun Yudea, bukan di Yerusalem. Ia menyakini bahwa Kerajaan Sorga itu sudah di ambang pintu. Begitu dekatnya, maka ia menggambarkan dengan prasa “Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api.” (Matius 3:10).  Dengan datangnya Kerajaan Surga, maka datang pula penghakiman Allah atas manusia. Hukuman akan diterima bagi setiap manusia berdosa yang tidak mau bertobat. Kapak,  adalah lambang penghakiman Allah yang segera akan membinasakan orang-orang jahat, yaitu mereka (= pohon) yang tidak melakukan apa yang diharapkan Allah (= yang tidak menghasilkan buah yang baik). Seruan ini menuntut respon yang segera, tidak bisa ditunda-tunda lagi. Sebab jika tidak sekarang maka sudah tidak cukup waktu lagi untuk melakukannya; kapa sudah melayang, tinggal menebas. Betapa mengerikan azab yang harus diterima oleh orang-orang yang mengabaikan seruan Yohanes ini: ditebang dan dibakar!

“Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!” seru Yohanes Pembaptis. Bertobat seperti apa yang dimaksud? Secara etimologis, kata “bertobat” yang dimaksud searti dengan “perubahan metalitas”. Artinya, perubahan itu dimulai dalam diri seseorang yang menyadari kekeliruan atau dosa-dosanya. Kini, manusia yang berdosa itu harus bertekad untuk mengubah arah hidupnya yang dulunya membelakangi Allah kini harus berbalik arah menghadap dan mengikuti segala apa yang dikehendaki-Nya. Pertobatan yang seperti ini tidak hanya cukup diucapkan atau diikrarkan bersama. Melainkan harus nyata dalam tindakan-tindakan yang sesuai dengan buah pertobatan. Buah pertobatan yang dimaksud adalah mencakup keseluruhan tingkah laku manusia, bukan hanya suatu bentuk menifestasi atau simbol kesalehan, misalnya menerima ritual baptisan.

Sikap Yohanes yang punya integritas tinggi, apa yang diucapkan sesuai dengan kenyataan yang dikerjakannya membuat kondisi terbalik: Mestinya orang banyak datang menuju Bait Allah di Yerusalem sebagai pusat ibadah. Namun, nyatanya banyak orang dari Yerusalem datang kepadanya dan mengaku dosa, bertobat dan dibaptiskan. Mengherankan, dalam tradisi Taurat ketika mereka menyesali dosa dan memohon pengampunan mestinya mereka menuju ke Yerusalem, ke Bait Allah membawa hewan kurban dan menyerahkannya kepada imam untuk disembelih sebagai korban pendamaian atau penghapus dosa. Namun, mereka tidak melakukan hal itu. Sangat mungkin mereka telah muak karena banyak dikecewakan oleh para pejabat Bait Allah, yang disebut “ular beludak” itu. Mereka memanifulasi dan mengambil keuntungan dari orang-orang yang dengan tulus hendak datang dan beribadah ke Bait Allah.

Di samping itu, Yohanes juga menunjukkan sikap rendah hati bahwa dirinya bukan apa-apa atau siapa-siapa. Ia menyadari posisinya, “Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.” (Matius 3:11) Dengan kata lain, Yohanes mau mengatakan, “Pekerjaanku hanya membawa kamu kepada kesadaran akan pertobatan tetapi Dialah (Yesus, Sang Mesias itu) yang berhak memberikan keselamatan kepadamu!” Yohanes telah bertindak dengan semestinya, ia mewartakan kemuliaan Yesus yang datang sebagai Mesias. Meskipun pada saat itu bisa saja ia memanfaatkan popularitas yang ada.

Bagaimana dengan kita? Apakah seruan Yohanes Pembaptis dalam Minggu Adven II ini menolong kita untuk hidup dalam pertobatan? Atau kita mengabaikannya sama seperti ahli Taurat, Orang Farisi dan Saduki? Sudah saatnya kita berbenah. Bukan lagi kesalehan dan ibadah semu yang kita praktekan, melainkan ibadah yang sesungguhnya, yang merombak mentalitas kita sehingga kita berani untuk “banting setir”, merubah haluan hidup kita yang semula berfokus pada kesenangan yang berpusat pada keegoisan dan kesombongan kita. Kini, mengarah kepada Kristus dengan mengerjakan segala yang diajarkan dan dicontohkan-Nya.

Kini saatnya kita pun dapat berperan seperti Yohanes Pembaptis. Berintegritas tinggi dalam kehidupan iman, namun punya kerendahan hati untuk dapat menjadi pewarta bagi kemuliaan nama-Nya. Tidak mungkin kita dapat memberitakan kemuliaan-Nya apabila kita masih egois, dan tinggi hati. Dalam Minggu Adven kedua ini, marilah kita bertekad untuk hidup dalam pertobatan, punya integritas iman dan moral yang baik serta berusaha untuk rendah hati agar kemuliaan Tuhan tidak terhalangi.  

Jakarta 2, Desember 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar