Seingat saya di
Indonesia belum ada survai dan polling tentang perbedaan sikap dan prilaku antara
orang Kristen dengan orang yang bukan Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Jika
ada, kira-kira apa ya hasil survai itu? Mari coba kita cermati sekarang,
bukankah sikap dan prilaku Kristen atau bukan Kristen sama saja. Di jalan raya,
misalnya mobil dengan gantungan salib
dan sticker Kristen tetap saja sama: melanggar marka dan rambu, manakala tidak
ada polisi yang bertugas. Jumlah remaja yang terlibat kenakalan, seks bebas,
minuman keras dan narkoba, banyak yang
mengaku diri Kristen. Miskipun
perceraian dalam kekristenan tabu dan dilarang, namun nyatanya banyak yang
melakukannya baik yang terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi. Yang
selingkuh, koruptor, melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga, tidak
sedikit juga yang berkatepe Kristen.
Pengusaha ilega loging, pembakar hutan dan perusak lingkungan di sana pun ada Kristen.
Begitu pun praktek-praktek medis illegal dan pengemlang pajak tidak luput dari
keterlibatan orang Kristen. Lalu apa yang membedakan kita dari kebanyakan orang
lain yang tidak mengenal Kristus?
Apakah murid
Yesus memang harus berbeda? Seharusnya, jawabannya iya! Sebab jika sama saja,
pertanyaanya buat apa kita repot-repot menjadi murid Yesus dan menyatakan diri
Kristen? Untuk apa pula kita bersulit-sulit mendirikan rumah ibadah yang memang
banyak dihambat? Dan kemudian menyibukkan diri dengan sejumlah kegiatan yang
mengatasnamakan pelayanan? Mestinya ada sesuatu yang khas yang membedakan kita.
Kita sering mengutip 1 Petrus 2:9, “Tetapi
kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus,….”
King James menggunakan kata peculiar untuk kata “kudus”. Kamus
mengartikan kata ini sebagai berbeda,
aneh, ganjil, dan janggal. Dengan kata lain peculiar berarti berbeda atau unik. Jadi mestinya dipahami bahwa orang-orang Kristen itu memiliki
keunikan yang berbeda dari orang-orang lain pada mumumnya.
Keunikan seperti
apa yang seharusnya dimiliki oleh para pengikut Yesus sehingga berbeda dari
orang lain? Kita bisa mengambil contoh, Jika Anda – tentunya dengan pertolongan
Roh Kudus – bisa menyampaikan kejujuran di tengah-tengah kemunafikan, maka Anda
akan terlihat aneh. Jika Anda memilih tidak korupsi – padahal situasi dan
kondisinya sangat memungkinkan – di tengah-tengah lingkungan yang korup, maka
Anda akan terlihat janggal. Jika Anda memilih hidup tanpa dikuasai oleh
keserakahan dan kemarahan, maka sudah dapat dipastikan Anda orang yang ganjil.
Jika memilih mendoakan dan berusaha mengasihi orang yang memusuhi Anda, jelas
Anda akan disebut makhluk langka! Mengapa? Ya, karena dunia ini tidak seperti
itu! Hanya orang yang hidup dalam Kerajaan Allah saja yang mampu bersikap
demikian. Jumlahnya pasti tidak banyak.
Oop, tunggu dulu! Bukankah ada juga
orang bukan Kristen yang dapat menyampaikan kejujuran, hidup tanpa dikuasai
oleh kemarahan, dan bisa mengasihi musuh mereka. Murid Yesus memang tidak
memiliki hak ekslusif atas kebaikan-kebaikan unik universal ini. Namun,
perbedaannya tetap ada, yakni terletak pada bagaimana dan alasan apa yang
mendorong kita untuk hidup dalam keunikan tersebut. Alasanya: Kita melakukannya
karena kita adalah murid Yesus, yakni teladan, guru dan Juruselamat kita!
Mengapa Anda –
sebagai orang Kristen – itu unik? Karena Allah kita adalah unik! Allah yang
mengasihi kita, yang kepada-Nya kita beribadah sangat jauh berbeda dengan
allah-allah lain yang diciptakan oleh manusia. Ambil contoh, ketika orang
Yunani dan Romawi menciptakan panteon, dewa dan dewi mereka, dewa-dewi itu
terlihat persis dengan manusia, begitu pula dengan sifat mereka. Dewa-dewi ini
bisa berdusta, berbuat curang dan membunuh. Mereka berzinah dan menyerang satu
dengan yang lain dengan kemarahan dan keirihatian. Kehidupan mereka penuh
intrik!
Berbeda, Allah
yang kita kenal di dalam Yesus Kristus ini unik, berbeda . Allah yang berkenan
disebut Bapa sangat mengasihi manuysia sehingga Dia menjadi sama dengan
ciptaan-Nya sendiri bahkan mati bagi mereka. Allah mengampuni mereka, yang
sebenarnya tidak layak untuk diampuni.
Allah bermurah hati dan tidak ingin membalas dendam. Jika Allah
menunjukkan murka-Nya, justeru karena Ia adalah Allah yang baik dan mengasihi,
sebab dosa dapat menghancurkan anak-anak-Nya. Allah dalam Yesus Kristus berbeda
dari allah-allah lain. Allah bekerja dengan cara yang berbeda, Dia seperti ayah
yang diperlakukan tidak adil oleh anak yang tidak tahu diri, namun masih mau
menerima anak itu (Lukas 15:11-32). Para pendengar Yesus akan sangat aneh
ketika mendengar pengajarannya. Allah itu seperti seorang majikan yang membayar
upah penuh kepada mereka yang hanya bekerja satu jam (Matius 20:1-16). Yesus menyatakan
Allah yang lain dengan apa yang mereka pernah dengar. Allah ini memang
sungguh-sungguh unik. Jadi, logikanya wajar saja jika Allah itu unik; Allah itu
berbeda, kita pun yang menyembah-Nya harus berbeda!
Di sinilah
komunitas baru itu menjelma dengan segala keunikannya. Komunitas yang dibentuk
karena pemahaman yang baru tentang cinta kasih Allah. Sebelum Yesus menempuh
jalan salib, (Yohanes menyebutnya sebagai kemulian) Yesus menegaskan kembali
tentang sebuah peritah baru, yakni agar mereka saling mengasihi (Yohanes
13:31-35). Pertanyaannya, apakah Yesus adalah orang pertama yang mengajarkan
untuk saling mengasihi? Tentu saja tidak! Perintah saling mengasihi sudah sejak
lama menjadi peraturan hidup dalam tradisi Perjanjian Lama (Imamat 19:18). Di
luar Yahudi juga hal saling mengasihi tidak asing lagi sebagai prinsip
kehidupan bersama dalam sebuah komunitas.
Apa yang membuat
perintah Yesus dalam Yohanes 13 :31-35 ini disebut baru? Yang memberi kebaruan
dalam perintah Yesus ini adalah kualifikasi “sama seperti Aku telah mengasihi kamu”. Jadi bukan kasih dari
motif-motif lain. Kasih inilah yang selanjutnya mengalir dan
mendarah daging dalam kehidupan setiap murid Yesus. Kasih itu adalah kasih yang
mereka terima dari Yesus. Yesus terlebih dulu telah memanggil dan mengasihi
para murid. Dia juga telah memanggil dan mengsihi kita bahkan sebelum kita
mengenal Allah. Kasih inilah yang harus diteruskan oleh para murid termasuk
kita. Kita saling mengasihi bukan supaya terjaminnya kesejahteran bersama dalam
sebuah komunitas kita, bukan juga demi terbangunnya sebuah solidaritas bersama,
melainkan agar semua orang yang bersentuhan dengan mengalami kasih Yesus
seperti yang telah kita alami. Sehingga perkara mengasihi bukan lagi semacam
tuntutan etis, melainkan sebuah identitas kemuridan. Hal ini sangat jelas dalam
pernyataan Yesus bahwa orang-orang akan mengenal setiap murid-Nya dari apa yang
mereka lakukan atau kerjakan, yakni ketika setiap murid Yesus itu menjadikan
cinta kasih sebagai gaya hidup! Di situlah keunikan atau perbedaan murid-murid
Yesus.
Tidak ada ciri
keunikan lain yang begitu menonjol dalam kehidupan para murid, kecuali cinta
kasih. Sejarah kekristenan diwarnai oleh begitu banyaknya orang-orang yang
menerima aliran cinta kasih dari Kristus. Paulus menyatakan diri bahwa hidupnya
bukan dirinya lagi, melainkan Kristus yang hidup di dalamnya, Anak Allah yang
telah mengasihinya (Galatia 2:20). Dampaknya dasyat sekali: tidak ada yang dapat
menghalanginya untuk menyalurkan cinta kasih Kristus itu kepada banyak orang.
Demikian juga dengan Petrus, tradisi keagamaan yang begitu beku telah mencair.
Bagi orang di luar Yahudi tidak mungkin ada keselamtan, namun Allah sendiri,
melalui Roh Kudus-Nya memakai Petrus untuk menyelamatkan Kornelius dan seisi
rumahnya untuk dapat merasakan kasih Allah itu.
Sejarah
kekristenan adalah sejarah cinta kasih, ya cinta kasih yang unik. Apakah kini
Anda dan saya juga merupakan pelaku
sejarah yang meneruskan cinta kasih itu? Ataukah kita sama saja, tidak ada
bedanya dengan orang lain?
Terima kasih Pak Pendeta untuk khotbahnya yang bernas di GKI Depok minggu kemarin.....Biarlah pulpen terus berisi dan menulis karya cinta kasih yang otentik...
BalasHapus