Jumat, 22 April 2016

KASIH KRISTUS, KEKUATAN YANG BARU BAGI KOMUNITAS YANG BARU

Seingat saya di Indonesia belum ada survai dan polling tentang perbedaan sikap dan prilaku antara orang Kristen dengan orang yang bukan Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Jika ada, kira-kira apa ya hasil survai itu? Mari coba kita cermati sekarang, bukankah sikap dan prilaku Kristen atau bukan Kristen sama saja. Di jalan raya, misalnya  mobil dengan gantungan salib dan sticker Kristen tetap saja sama: melanggar marka dan rambu, manakala tidak ada polisi yang bertugas. Jumlah remaja yang terlibat kenakalan, seks bebas, minuman keras dan narkoba,  banyak yang mengaku diri  Kristen. Miskipun perceraian dalam kekristenan tabu dan dilarang, namun nyatanya banyak yang melakukannya baik yang terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi. Yang selingkuh, koruptor, melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga, tidak sedikit juga yang berkatepe Kristen. Pengusaha ilega loging, pembakar hutan dan perusak lingkungan di sana pun ada Kristen. Begitu pun praktek-praktek medis illegal dan pengemlang pajak tidak luput dari keterlibatan orang Kristen. Lalu apa yang membedakan kita dari kebanyakan orang lain yang tidak mengenal Kristus?

Apakah murid Yesus memang harus berbeda? Seharusnya, jawabannya iya! Sebab jika sama saja, pertanyaanya buat apa kita repot-repot menjadi murid Yesus dan menyatakan diri Kristen? Untuk apa pula kita bersulit-sulit mendirikan rumah ibadah yang memang banyak dihambat? Dan kemudian menyibukkan diri dengan sejumlah kegiatan yang mengatasnamakan pelayanan? Mestinya ada sesuatu yang khas yang membedakan kita. Kita sering mengutip 1 Petrus 2:9, “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus,….” King James menggunakan kata peculiar untuk kata “kudus”. Kamus mengartikan kata ini sebagai berbeda, aneh, ganjil, dan janggal. Dengan kata lain peculiar berarti berbeda atau unik. Jadi mestinya dipahami bahwa orang-orang Kristen itu memiliki keunikan yang berbeda dari orang-orang lain pada mumumnya.

Keunikan seperti apa yang seharusnya dimiliki oleh para pengikut Yesus sehingga berbeda dari orang lain? Kita bisa mengambil contoh, Jika Anda – tentunya dengan pertolongan Roh Kudus – bisa menyampaikan kejujuran di tengah-tengah kemunafikan, maka Anda akan terlihat aneh. Jika Anda memilih tidak korupsi – padahal situasi dan kondisinya sangat memungkinkan – di tengah-tengah lingkungan yang korup, maka Anda akan terlihat janggal. Jika Anda memilih hidup tanpa dikuasai oleh keserakahan dan kemarahan, maka sudah dapat dipastikan Anda orang yang ganjil. Jika memilih mendoakan dan berusaha mengasihi orang yang memusuhi Anda, jelas Anda akan disebut makhluk langka! Mengapa? Ya, karena dunia ini tidak seperti itu! Hanya orang yang hidup dalam Kerajaan Allah saja yang mampu bersikap demikian. Jumlahnya pasti tidak banyak.

Oop, tunggu dulu! Bukankah ada juga orang bukan Kristen yang dapat menyampaikan kejujuran, hidup tanpa dikuasai oleh kemarahan, dan bisa mengasihi musuh mereka. Murid Yesus memang tidak memiliki hak ekslusif atas kebaikan-kebaikan unik universal ini. Namun, perbedaannya tetap ada, yakni terletak pada bagaimana dan alasan apa yang mendorong kita untuk hidup dalam keunikan tersebut. Alasanya: Kita melakukannya karena kita adalah murid Yesus, yakni teladan, guru dan Juruselamat kita!

Mengapa Anda – sebagai orang Kristen – itu unik? Karena Allah kita adalah unik! Allah yang mengasihi kita, yang kepada-Nya kita beribadah sangat jauh berbeda dengan allah-allah lain yang diciptakan oleh manusia. Ambil contoh, ketika orang Yunani dan Romawi menciptakan panteon, dewa dan dewi mereka, dewa-dewi itu terlihat persis dengan manusia, begitu pula dengan sifat mereka. Dewa-dewi ini bisa berdusta, berbuat curang dan membunuh. Mereka berzinah dan menyerang satu dengan yang lain dengan kemarahan dan keirihatian. Kehidupan mereka penuh intrik!

Berbeda, Allah yang kita kenal di dalam Yesus Kristus ini unik, berbeda . Allah yang berkenan disebut Bapa sangat mengasihi manuysia sehingga Dia menjadi sama dengan ciptaan-Nya sendiri bahkan mati bagi mereka. Allah mengampuni mereka, yang sebenarnya tidak layak untuk diampuni.  Allah bermurah hati dan tidak ingin membalas dendam. Jika Allah menunjukkan murka-Nya, justeru karena Ia adalah Allah yang baik dan mengasihi, sebab dosa dapat menghancurkan anak-anak-Nya. Allah dalam Yesus Kristus berbeda dari allah-allah lain. Allah bekerja dengan cara yang berbeda, Dia seperti ayah yang diperlakukan tidak adil oleh anak yang tidak tahu diri, namun masih mau menerima anak itu (Lukas 15:11-32). Para pendengar Yesus akan sangat aneh ketika mendengar pengajarannya. Allah itu seperti seorang majikan yang membayar upah penuh kepada mereka yang hanya bekerja satu jam (Matius 20:1-16). Yesus menyatakan Allah yang lain dengan apa yang mereka pernah dengar. Allah ini memang sungguh-sungguh unik. Jadi, logikanya wajar saja jika Allah itu unik; Allah itu berbeda, kita pun yang menyembah-Nya harus berbeda!

Di sinilah komunitas baru itu menjelma dengan segala keunikannya. Komunitas yang dibentuk karena pemahaman yang baru tentang cinta kasih Allah. Sebelum Yesus menempuh jalan salib, (Yohanes menyebutnya sebagai kemulian) Yesus menegaskan kembali tentang sebuah peritah baru, yakni agar mereka saling mengasihi (Yohanes 13:31-35). Pertanyaannya, apakah Yesus adalah orang pertama yang mengajarkan untuk saling mengasihi? Tentu saja tidak! Perintah saling mengasihi sudah sejak lama menjadi peraturan hidup dalam tradisi Perjanjian Lama (Imamat 19:18). Di luar Yahudi juga hal saling mengasihi tidak asing lagi sebagai prinsip kehidupan bersama dalam sebuah komunitas.

Apa yang membuat perintah Yesus dalam Yohanes 13 :31-35 ini disebut baru? Yang memberi kebaruan dalam perintah Yesus ini adalah kualifikasi “sama seperti Aku telah mengasihi kamu”. Jadi bukan kasih dari motif-motif lain.  Kasih inilah yang selanjutnya mengalir dan mendarah daging dalam kehidupan setiap murid Yesus. Kasih itu adalah kasih yang mereka terima dari Yesus. Yesus terlebih dulu telah memanggil dan mengasihi para murid. Dia juga telah memanggil dan mengsihi kita bahkan sebelum kita mengenal Allah. Kasih inilah yang harus diteruskan oleh para murid termasuk kita. Kita saling mengasihi bukan supaya terjaminnya kesejahteran bersama dalam sebuah komunitas kita, bukan juga demi terbangunnya sebuah solidaritas bersama, melainkan agar semua orang yang bersentuhan dengan mengalami kasih Yesus seperti yang telah kita alami. Sehingga perkara mengasihi bukan lagi semacam tuntutan etis, melainkan sebuah identitas kemuridan. Hal ini sangat jelas dalam pernyataan Yesus bahwa orang-orang akan mengenal setiap murid-Nya dari apa yang mereka lakukan atau kerjakan, yakni ketika setiap murid Yesus itu menjadikan cinta kasih sebagai gaya hidup! Di situlah keunikan atau perbedaan murid-murid Yesus.

Tidak ada ciri keunikan lain yang begitu menonjol dalam kehidupan para murid, kecuali cinta kasih. Sejarah kekristenan diwarnai oleh begitu banyaknya orang-orang yang menerima aliran cinta kasih dari Kristus. Paulus menyatakan diri bahwa hidupnya bukan dirinya lagi, melainkan Kristus yang hidup di dalamnya, Anak Allah yang telah mengasihinya (Galatia 2:20). Dampaknya dasyat sekali: tidak ada yang dapat menghalanginya untuk menyalurkan cinta kasih Kristus itu kepada banyak orang. Demikian juga dengan Petrus, tradisi keagamaan yang begitu beku telah mencair. Bagi orang di luar Yahudi tidak mungkin ada keselamtan, namun Allah sendiri, melalui Roh Kudus-Nya memakai Petrus untuk menyelamatkan Kornelius dan seisi rumahnya untuk dapat merasakan kasih Allah itu.

Sejarah kekristenan adalah sejarah cinta kasih, ya cinta kasih yang unik. Apakah kini Anda dan saya  juga merupakan pelaku sejarah yang meneruskan cinta kasih itu? Ataukah kita sama saja, tidak ada bedanya dengan orang lain?

1 komentar:

  1. Terima kasih Pak Pendeta untuk khotbahnya yang bernas di GKI Depok minggu kemarin.....Biarlah pulpen terus berisi dan menulis karya cinta kasih yang otentik...

    BalasHapus