Tanpa terasa kita memasuki masa
Advent. Tidak banyak kemeriahan terjadi pada hari ini, berbeda dengan
pergantian tahun. Ditutup dengan gemerlapnya pesta kembang api dan kemudian
dibuka dengan pelbagai ucapan selamat tahun baru! Tidak ada di antara kita yang
saling menyapa dengan ucapan selamat tahun baru gerejawi. Padahal hari ini
merupakan awal tahun liturgi gerejawi kita! Tahun gerejawi dimulai pada Advent
pertama. Sebagai umat Tuhan kita mengawali perjalanan tahun gerejawi ini dengan
sebuah kesadaran akan penantian kedatangan Yesus Kristus kembali. Kesadaran
yang seharusnya membimbing kita dalam seluruh ziarah kehidupan ini untuk tetap eling lan waspada. Sadar dan
berjaga-jaga.
Advent mengajar kita untuk
selalu siap dan berjaga-jaga. Sebagai umat Tuhan, kita hidup berada di antara “dua
Advent”. Pada awalnya, Advent adalah masa penantian akan lahirnya Sang
Juruselamat. Dan kini, Advent menjadi relevan bukan lagi untuk persiapan
menyambut Sang Juruselamat atau Natal. Mengapa? Karena masa itu sudah lewat.
Yesus Kristus, Sang Juruselamat sudah lahir. Ia telah hidup dan berkarya,
mengajar dan melayani, menanggung sengsara dan mati, bangkit dan akhirnya naik
ke sorga. “Dan dari sana Ia akan datang
untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati…”– itu bunyi Pengakuan Iman
yang setiap ibadah minggu diucapkan – Kedatangan-Nya kembali jelas bukan dalam
misi penyelamatan melainkan penghakiman. Dengan keyakinan dan kesadaran inilah
Advent menjadi relevan agar kita selalu siap untuk menyambut kedatangan-Nya
kembali karena pada saat itu penentuan apakah kita termasuk orang yang menerima
mahkota kehidupan kekal atau kematian kekal. Kapankah kedatangan-Nya itu
terjadi? Tidak seorang pun tahu!
Di tengah ketidaktahuan –
namun pasti akan terjadi – Yesus menyiratkan agar kita pandai membaca tanda
zaman. Yesus mengatakan, “Perhatikanlah
pohon ara atau pohon apa saja. Apabila kamu melihat pohon-pohon itu sudah
bertunas, kamu tahu dengan sendirinya bahwa musim panas sudah dekat. Demikian
juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah bahwa Kerajaan Allah
sudah dekat.” (Lukas 21:29-31). Apa yang dimaksud Yesus dengan “hal-hal itu
terjadi”? Dalam ayat 25,26, Yesus mengungkapkan akan adanya tanda-tanda
kekacauan kosmik, bumi gonjang-janjing dan kuasa-kuasa di langit akan goncang
yang menyebabkan ketakutan luar biasa dan kematian. Semua tampaknya akan
terjadi dengan cepat.
Namun, dalam keadaan yang
cepat itu, Yesus mengingatkan tidak tiba-tiba. Mestinya masih ada kesempatan
manusia untuk berefleksi dan melihat adanya tanda-tanda peringatan. Masalahnya
sekarang apakah kita harus menunggu tanda-tanda dasyat seperti ini dan kemudian
baru menyentakkan hati kita? Ataukah apa yang disampaikan Yesus ini adalah
sebuah gambaran yang sekarang sedang terjadi? Cobalah renungkan: Apakah Anda
pernah mendengar pohon menangis karena hutan yang sekarat dibabat dan dibakar? Apakah Anda pernah mendengar orangutan dan
satwa liar lainnya merintih kesakitan dalam kecemasan karena tempat tinggal
mereka diluluhlantakkan? Apakah Anda pernah
melihat danau, bendungan atau setu menangis lantaran sudah tidak ada lagi
sumber air untuk menopang kehidupan? Anda pernah mendengar runtuhnya pasar
saham, atau manusia saling memangsa dan pendulum materialisme berayun begitu
kuatnya menghantam sendi-sendi moral dan akhirnya menghancurkan kehidupan.
Lihatlah, ini terjadi tidak dengan tiba-tiba, ini adalah tanda-tanda yang seharusnya membuat manusia
menyadari bahwa semuanya akan menuju kepada kehancuran total!
Barangkali dalam konteks zaman
Yesus hal-hal yang menakutkan itu begitu nyata mewujud dalam kebencian pemuka
Yudaisme atau penganiayaan imperalis Romawi. Hal yang sama juga terjadi dalam
masa-masa sulit pembuangan dalam konteks Perjanjian Lama. Semuanya itu
menakutkan dan berpotensi meruntuhkan sendi-sendi iman. Sehingga dalam kodisi
seperti ini yang paling dibutuhkan manusia bukanlah uang atau sesuap nasi
melainkan pengharapan bahwa Allah ada di pihak mereka sehingga apapun yang
terjadi mereka tetap berpegang pada prinsip-prinsip kebenaran!
“Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan
segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya.”(Lukas 21:27). Kegelapan, ngeri dan
ketakutan hanya dapat diatasi ketika seseorang berpaling dan melihat Anak Manusia. Dengan berpaling
kepada-Nya, kita akan terbantu melihat realita yang ada. Langit dan awan adalah
tanda kehadiran Allah. Pesan yang hendak disampaikan adalah bahwa Yesuslah yang
akan membawa manusia dari kondisi kelam dan takut menuju kepada Allah yang
penuh cinta dan kedamaian. Dari kematian menuju kepada kehidupan yang kekal.
Perumpamaan pucuk-pucuk pohon ara mengingatkan itu. Dalam musim dingin semua
pohon tampaknya mati membeku. Namun, setelah musim dingin berakhir akan
terlihat kembali kehidupan. Pohon ara adalah simbol kuno umat Tuhan. Hosea
mengatakan, “…seperti buah sulung sebagai
hasil pertama pohon ara Aku melihat nenek moyangmu..”(Hosea 9:10). Suatu
pengharapan baru yang memerlihatkan kehidupan seharus terjadi dan itu dimulai
dari umat Tuhan.
Dalam kondisi yang tidak mudah
bahkan ketiadaan pengharapan itu umat Tuhan dipanggil untuk terus berjaga-jaga,
“Berjaga-jagalah senantiasa sambil
berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi
itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.”(Lukas 21:36).
Dengan cara apakah umat Tuhan berjaga-jaga? Dengan hidup dalam pertobatan,
tidak menjadi sama dan serupa dengan dunia ini! Tidak serakah tetapi membangun
kehidupan. Hal ini pulalah dulu yang menjadi doa Paulus untuk jemaat di
Tesalonika, “Kiranya Dia menguatkan
hatimu, supaya tak bercacat dan kudus, di hadapan Allah dan Bapa kita pada
waktu kedatangan Yesus, Tuhan kita dengan semua orang kudus-Nya. “(1 Tesalonika
3:13).
Waktu kedatangan-Nya kembali
tak seorang pun tahu. Namun Ia mengingatkan kita melalui tanda-tanda zaman
bahwa dunia ini semakin menuju kebinasaan. Berkaitan dengan waktu, umumnya kita
mengenal masa lalu, masa kini dan masa depan. Jika dihubungkan dengan karya
Yesus; masa lalu Yesus telah berkarya, masa kini Ia mengingatkan kita supaya
hidup berkenan kepada-Nya dan dengan demikian berarti kita memersiapkan
menyambut-Nya di masa yang akan datang itu. Namun, seringkali kita lalai untuk
memersiapkan menyambut Tuhan itu oleh karena kita lebih asyik mengurus
keinginan kita malah kemudian kita hanyut di dalamnya. Sedangkan kedatangan-Nya
itu berada di masa depan. Akibatnya, kita sering menunda-nunda persiapan itu. “Belum
sekarang saatnya, nanti saja, aku kan ingin hidup juga seperti orang lain!”
Beberapa dari kita mungkin saja mempunyai karakter seperti ini, menunda untuk
hidup dalam pertobatan. Masih suka berkutat dalam kehidupan yang buruk tanpa
keinginan untuk memperbaiki diri dengan dalih nanti saja kalau waktunya sudah
tepat.
Jika seseorang mempunyai
pemikiran seperti ini, maka kecil kemungkinan – untuk tidak mengatakan mustahil
– ada perubahan dalam hidupnya ke arah yang lebih baik; untuk hidup di dalam
Tuhan. Sekarang dan seterusnya Anda akan tetap seperti hari ini. Sebab apa yang
Anda pikirkan tentang masa depan hanyalah ilusi. Hanya ilusi hidup mau berkenan
dan memuliakan Tuhan. Masa depan adalah cermin proyeksi hari ini. Jika Anda
sekarang termasuk orang yang gemar berbohong, di masa depanpun Anda akan tetap
menjadi seorang pembohong apabila hari ini Anda tidak bersikeras untuk
mengubahnya. Jika Anda sekarang penuh dendam dan kebencian, kapanpun Anda akan
tetap seperti itu, jika sekarang tidak bertekad untuk membereskannya. Jika Anda
sekarang seorang yang serakah, kapan dan di manapun Anda akan tetap serakah,
jika hari ini tidak memaksakan diri untuk berubah!
Masa depan adalah hari ini yang
belum terjadi. Ia akan menjadi kenyataan yang tidak jauh berbeda dengan hari
ini. Kuncinya sederhana, jika Anda ingin mengubah masa depan, ubahlah hari yang
sedang Anda jalani sekarang. Ingat, jangan sekali-kali menunda dan lengah
berjaga-jaga menyambut hari Tuhan itu kalau tidak ingin kehilangan “kecolongan”
kesempatan sebab Anda tidak pernah tahu kapan hari kedatangan-Nya itu terjadi
dan berapa lama lagi jatah Anda hidup di dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar