Kamis, 26 Juni 2025

TOTALITAS PENGIKUT KRISTUS

Władysław Skłodowski, seorang guru fisika dan matematika. Bronisława, adalah istrinya sekaligus kepala sekolah perempuan di Warsawa, Polandia. Pasangan suami – istri ini berhasil menanamkan minat belajar yang luar biasa kepada putri mereka. Kerja keras dan terciptanya lingkungan kondusif bagaikan lahan subur yang menghantar sang putri meraih dua kali penghargaan bergengsi dunia; Nobel dalam bidang Fisika 1903 dan Kimia 1911.

 

Marie Skłodowska lahir pada 7 November 1867 di Warsawa. Ia meninggalkan Warsawa untuk melanjutkan pendidikannya di Sorbonne, Perancis. Di sini ia bertemu dengan Pierre Curie yang kelak menjadi suaminya, selanjutnya orang mengenalnya dengan Marie Curie. Marie Curie menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mempelajari radiasi dan menemukan elemen-elemen baru, seperti radium dan polonium. Ia seorang pekerja keras, sering kali orang menemukannya berkutat di laboratorium sepanjang hari. Marie Curie sangat memperhatikan detail-detail kecil dalam penelitiannya. Tak mengherankan kalau hasilnya akurat! Ia juga tidak segan membongkar teori-teori lama dan menentang pendapat umum. Untuk komitmen pada bidang keilmuan sering kali ia berhadapan dengan tantangan sosial dan profesional sebagai perempuan yang menekuni bidang sains yang pada zamannya didominasi kaum pria.

 

Kontribusi Marie Curie pada ilmu pengetahuan luar biasa, khususnya penemuannya pada pengembangan teori radiasi meski harus dibayar dengan nyawanya sendiri. Leukemia menghentikan langkahnya pada 4 Juli 1934. Radiasi yang menjadi teman bermainnya bertahun-tahun, itulah yang membuatnya terpapar. Meskipun demikian, dunia mencatatnya sebagai seorang ilmuwan tangguh, tidak kenal menyerah, berintegritas, komitmen tinggi dan dunia menghormatinya hingga hari ini. Itulah totalitas!

 

Totalitas adalah konsep menyeluruh yang dilakukan seseorang untuk mengerjakan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Ia akan mengerjakan semua bagian atau komponen sehingga membentuk keseluruhan utuh. Untuk mencapai totalitas seseorang harus memahami apa yang harus dikerjakan dan diperjuangkan, mengerti benar nilai-nilai di balik perjuangan itu sehingga menolongnya untuk mempunyai komitmen dan konsistensi. Disiplin dan integritas mengiringinya sehingga akan terlihat dari optimalisasi buah yang dihasilkannya.

 

Dalam dunia yang mengagungkan materi dan kenikmatan sesaat, kita akan sulit menemukan orang-orang seperti Marie Curie, totalitas dengan keilmuannya untuk membuat hidup manusia lebih sehat, lebih baik dan lebih sejahtera. Sebaliknya, sangat mudah menjumpai orang-orang dengan totalitas tinggi, bahkan rela mengorbankan segalanya untuk mendapat materi dan kenikmatan sesaat itu. Bisa jadi, salah satu di antaranya kita. Ya, kita totalitas mengejar harta, takhta dan kenikmatan! Sampai-sampai kita bisa menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan semua itu. Tidak ada lagi teman atau saudara, melainkan bagaimana kita bisa memanfaatkan mereka untuk mendapat keuntungan.

 

Totalitas seperti apa yang sedang kita perjuangkan hari ini? Apakah hari ini kita sedang memperjuangkan apa yang diperjuangkan Yesus? Apakah hari ini kita sedang mewujudkan apa yang dikehendaki Tuhan. Lalu, bagaimana bila totalitas itu dipakai dalam kehidupan kita selaku murid Yesus? 

 

Benar, tidak mudah seseorang totalitas mengikut Yesus sebelum ia tahu benar apa yang diperjuangkan Yesus. Yesus seolah menguji setiap orang yang ingin mengikuti-Nya. Yesus memperhadapkan orang bukan dengan iming-iming kemudahan, kesuksesan, dan kenyamanan. Bagi orang-orang yang melihat mukjizat, kuasa dan kehebatan Yesus, lalu ingin mengikut-Nya, barangkali pertanyaan dan tantangan Yesus perlu dipikir lebih mendalam, “serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” (Lukas 9:57). 

 

Yesus mengajak kelompok ini untuk berpikir lebih jauh. Jangan hanya melihat hal-hal dahsyat saja. Tetapi lihatlah apa yang diperjuangkan-Nya. Ia harus melewati jalan terjal; ditolak dan disingkirkan, tidak ada tempat nyaman demi sebuah tatanan baru yang mendamaikan manusia dengan Allah. Tentu saja, sama seperti Marie Curie yang melihat hidupnya akan berguna bagi orang banyak, ia bersedia menjalaninya. Bagi orang-orang yang tersentuh oleh kasih-Nya dan dapat melihat apa yang diperjuangkan Yesus, perkara tidak punya tempat, ditolak dan disingkirkan bukanlah hambatan. Sayang, tidak banyak orang yang bersedia menanggungnya!

 

Episode berikutnya, bukan orang banyak yang ingin mengikut Yesus. Namun, Yesus sendiri yang mengajak, “Ikutlah Aku!” Reaksi orang yang diajak itu menolak halus. Ia mengatakan bersedia mengikut Yesus, asalkan diberi izin untuk menguburkan ayahnya terlebih dahulu. Benarkah ayahnya meninggal dan ia harus segera menguburkan jasad ayahnya? Kalau benar, koq Yesus tega amat. Bukankah anak yang berbakti berkewajiban mengurus jenazah orang tua dan memakamkannya dengan baik. Lalu, kalau benar mengapa sekarang ia ada di sekitar Yesus dan tidak berada di rumah memulasara jasad sang ayah? Tampaknya, kalimat ini mau mengatakan bahwa orang itu akan mengurus ayahnya sesuai dengan perintah ke-5 dari hukum Taurat. Jadi, orang tersebut bersedia mengikut Yesus kalau sudah tuntas mengurus orang tuanya sampai mati baru dia akan mengikut Yesus. 

 

Masalahnya, apakah Yesus tidak mengerti hukum Taurat sehingga terkesan orang yang dipanggil-Nya itu tidak punya kesempatan lagi untuk mengurusi orang tuanya? Mengapa Yesus tidak seperti Nabi Elia yang membolehkan Elisa untuk pamitan terlebih dahulu kepada orang tuanya, baru sesudah itu mengikuti Elia. Jelas, Yesus tahu kisah itu. Di sinilah Yesus mau mengajak orang berpikir tentang letak prioritas dan totalitas yang harus diambil untuk menanggapi panggilan-Nya. Lalu, apakah kalau seseorang memilih untuk meletakkan prioritas dan totalitas pada panggilan Yesus akhirnya harus memutuskan tanggung jawab terhadap orang tua dan keluarganya? Mari kita telusuri apa yang pernah diajarkan Yesus.

 

Yesus mengajarkan dan memberi contoh tentang mengasihi. Ia totalitas mengasihi manusia, siapa pun itu, bahkan musuh sekalipun. Nah, Yesus mengajarkan kita untuk mengasihi manusia seperti diri kita mengasihi diri sendiri. Bahkan dalam ajaran kasih-Nya itu, Ia mengajarkan dan memberi contoh untuk mengasihi, mengampuni dan memberkati mereka yang memusuhi kita. Jadi, logiskah kalau Yesus yang mengajarkan kasih yang demikian, lalu meminta para pengikut-Nya untuk menelantarkan orang tuanya sendiri? Justru dengan mengikut-Nya, kasih itu menjadi sempurna!

 

Orang-orang yang mengerti apa yang diperjuangkan Yesus dan buah yang dihasilkan melalui perjuangan itu, merekalah yang bersedia totalitas mengikuti-Nya. Bahkan, orang-orang yang telah melihat buah perjuangan Yesus itulah yang dengan sukarela meninggalkan perjuangan yang sia-sia; perjuangan yang ditujukan untuk pemuasan diri sendiri, memanjakannya dengan kenikmatan sesaat. Kini, menggantinya dengan perjuangan mengejar kehidupan yang sesungguhnya. Caranya? Tidak ada jalan lain, kecuali totalitas mengikut Yesus! Mereka inilah yang kemudian menjadi milik Yesus.

 

Paulus menguraikan siapa yang menjadi milik Yesus Kristus itu. Mereka adalah orang-orang yang telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Ciri dan karakter mereka akan mudah terlihat. Mereka tidak lagi tamak dan serakah; iri hati dan tinggi hati. Tetapi akan memiliki karakter yang diikuti mereka, yaitu karakter Yesus. Seberapa besar kasih-Nya Anda rasakan, alami dan hayati, maka sebesar itulah totalitas Anda dalam mengikut Dia!

 

 

Jakarta, 26 Juni 2025, Minggu Biasa XIII, Tahun C

 

 

 

 

 

Kamis, 19 Juni 2025

SIAPA YANG LEBIH BERHARGA?

Menyaksikan berita-berita perang dari pelbagai portal sosial media kian hari tambah mengkhawatirkan. Rudal-rudal balistik, jet-jet tempur yang sebelumnya hanya bisa disaksikan dalam gelar pameran dan Latihan-latihan perang. Kini, menjadi demo sungguhan. Dampaknya? Kerusakan dahsyat dan masif di kedua belah pihak yang bertikai. Nyawa manusia tidak ada harganya. Setiap hari terus bertambah korban tak bersalah berjatuhan!

 

Tentu, masing-masing pihak punya alasan pembenaran untuk menyerang dan menghancurkan pihak lawan. Israel punya alasan mengapa mereka menyerang Iran. Fasilitas pengayaan uranium yang menjadi bahan dasar senjata nuklir, inilah ancaman yang tidak hanya harus diatasi, tetapi juga harus dihabisi. Tidak hanya uranium, laboratorium, dan pabrik pembuat senjata, tetapi juga orang-orang yang mengendalikannya harus dieliminasi! Terbukti, puluhan ilmuwan nuklir dan sejumlah jenderal perang Iran mati terbunuh. Sebaliknya, Zionis – untuk menyebut Israel – adalah bangsa terkutuk bagi Rezim Khomeini – untuk menyebut penguasa Iran saat ini – yang harus dilenyapkan dari muka bumi. Maka tanpa ragu mereka mengirim ratusan drone dan rudal balistik yang bertebaran di langit Israel. Indah bagai kembang api, tetapi dahsyat mematikan!

 

Tiap hari insan-insan tak berdosa mati binasa dalam reruntuhan dan nyala api mesiu. Mereka tidak mengerti untuk apa perang ini terjadi. Satu-satunya kata penghiburan untuk mereka yang gugur adalah: kalian telah menjadi suhada, kalian telah menjadi martir!

 

Ternyata, bukan hanya di medan perang yang brutal, nyawa manusia tidak ada harganya. Bukankah dalam era industrialisasi kini, manusia tidak ada bedanya dengan aset, komoditi, dan obyek pasar? Ketika menguntungkan dan mempunyai nilai ekonomi tinggi, maka akan dipertahankan, dibela dan difasilitasi. Tetapi, ketika mulai pudar semaraknya, menjadi beban tanggungan, dan tidak lagi punya nilai jual; ini sama seperti ayam petelur yang sudah tidak lagi berproduksi, mereka akan dieliminasi dan diganti dengan yang baru. Lalu, apakah berhenti dalam sektor industrialisasi, bisnis dan ekonomi? Rupanya tidak, semua bidang kehidupan manusia sama. Martabat manusia dihargai hanya ketika ia menguntungkan, dibuang dan dieliminasi ketika dipandang tidak lagi berguna!

 

Gerasa bukan Telaviv bagi Iran, Gerasa bukan juga Teheran buat Nethanyahu dan serdadunya. Namun, gerasa punya kesamaan, ia berada di negeri seberang. Gerasa adalah daerah yang terletak 33 mil sebelah tenggara danau Galilea. Gerasa terletak di pegunungan Gilead. Kota ini didirikan oleh Aleksander Agung dan pada waktu itu menjadi kota Romawi. Meski ada segelintir orang Yahudi, namun kota ini adalah kota orang-orang non-Yahudi. Gerasa bukan bagian dari “kami”, ia adalah sang “lian”. Di negeri “lian” ini, terdapat seorang yang tidak lagi menguntungkan secara ekonomi, bahkan kehadirannya merupakan sebuah ancaman, maka ia harus dibuang, diasingkan dan dibelenggu!

 

Lalu, apa kepentingan Yesus menyeberang ke negeri lian dan berurusan dengan orang yang tidak punya nilai ekonomis ini? Ini jelas bukan karena Yesus kurang kerjaan di sekitar Galilea, Yudea dan Yerusalem. Inilah kisah yang menunjukkan kepada kita bahwa Injil Kerajaan Surga yang diberitakan Yesus tidak hanya ekslusif menjadi anugerah bagi sekelompok orang atau komunitas tertentu. Inilah kisah yang menjelaskan bahwa siapa pun manusia, ia adalah ciptaan yang berharga! Lukas mencatat dengan baik peristiwa ini. Jika kita membaca narasi Injil Lukas dan selanjutnya Kisah Para Rasul, kisah Yesus memulihkan seorang yang dirasuki banyak roh jahat ini merupakan prefigurasi karya-Nya kepada orang-orang non-Yahudi. Inilah kisah awal, dan nantinya akan diteruskan oleh pemberitaan para rasul. Dalam bingkai ini kita dapat mengerti ketika Paulus mempunyai kesimpulan, “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.”(Galatia 3:28). Yesus mencintai semua orang tanpa kecuali. Dan, semua orang berharga di mata-Nya!

 

Kisah pemulihan terhadap sorang yang kerasukan di Gerasa ini dibalut  aksi eksorsisme. Setan-setan yang merasuki orang itu mengenal siapa Yesus, mereka menyebut-Nya, “Anak Allah Yang Mahatinggi.” Mereka meminta agar Yesus tidak menyiksa mereka. Negosiasi terjadi, setan-setan itu menawar agar mereka diizinkan untuk masuk ke kawan babi yang sedang digembalakan di sekitar tempat itu. Yesus mengizinkan mereka. Apa yang terjadi kemudian? Babi-babi itu terjun dari tepi jurang ke dalam danau dan mati! Bagaimana kalau Anda pengusaha babi-babi itu, rela? 

 

Gemparlah seluruh Gerasa. Mereka sangat ketakutan, mereka meminta supaya Yesus segera angkat kaki dari wilayah mereka. Ketakutan itu sangat wajar, Yesus kali ini menggunakan kuasa-Nya ternyata tidak hanya mengagumkan, tetapi menakutkan. Para murid telah mengalami ketakutan semacam ini sebelum mendarat di Gerasa. Itu terjadi ketika mereka menyeberang dan badai menerjang, lalu Yesus menghardik badai itu. Apa yang mau dikatakan oleh penulis Injil ini? Ya, tepat! Yesus mempunyai kuasa dan kekuatan yang lebih dahsyat daripada Legion. Setan-setan itu menghadapi Yesus sebagai Anak Allah Yang Mahatinggi. Mereka berhadapan dengan Yesus dan Yesus hadir untuk mengenyahkan kuasa jahat itu. Inilah pertanda Kerajaan Allah hadir di dalam diri-Nya!

 

Orang yang telah dibebaskan dari kuasa jahat itu memohon diizinkan untuk mengikut Yesus. Yesus menolaknya. Namun, Ia memberi pesan, “Pulanglah ke rumahmu dan ceritakanlah segala sesuatu yang telah dilakukan Allah kepadamu.” (Lukas 8:39). Orang ini tampaknya tidak kecewa. Buktinya? Ayat selanjutnya mengisahkan bahwa ia pergi ke seluruh kota dan memberitahukan segala sesuatu yang telah dilakukan Yesus terhadap dirinya. Inilah cara terbaik orang menjadi saksi Kristus. Tidak perlu ia ngotot dengan keinginannya untuk mengikut Yesus, tetapi dengan sukacita memberitakan kebaikan Yesus itu di daerahnya. Lagi pula, apa yang dilakukan orang ini adalah sebagai bentuk ucapan syukur. Ia berterima kasih atas pemulihan yang dilakukan Yesus terhadap diri-Nya. Ia merasakan bahwa dirinya sangat berharga di hadapan Tuhan, di tengah-tengah teman sekampung yang menganggap dirinya sebagai ancaman. 

 

Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda punya pengalaman, bahwa diri Anda begitu berharga di hadapan Tuhan? Apakah Anda menyadari untuk keselamatan dan pendamaian dari segala dosa-dosa Anda ada yang bersedia membayar harganya? Bukan dengan kawanan babi yang banyak. Tetapi dengan darah-Nya sendiri, dengan nyawa-Nya! Lalu ketika Anda menyadarinya, apa yang sudah Anda lakukan?

 

Kesadaran bahwa kita dicintai dan berharga di hadapan Tuhan akan mengubah kita menjadi orang-orang yang pandai mengucap syukur. Dengan cara apa kita mengucap syukur? Belajar dari orang Gerasa itu: mendengar perintah-Nya, mewartakan kasih karunia-Nya kepada semua orang dimulai dari lingkungan terdekat dengan tidak memandang bulu karena Tuhan pun mengasihi kita tanpa memperhitungkan siapa kita ini. Kita akan menghargai semua orang. Kita akan mampu bertolak ke seberang dan bersahabat dengan semua orang. Kita tidak akan mudah mengangkat senjata, menggunakan kuasa dan kekuatan kita untuk menyingkirkan orang lain. Tetapi kita akan menggunakannya untuk kebaikan, persahabatan, dan kasih sayang!

 

 

Jakarta, 19 Juni 2025, Minggu Biasa XII Tahun C