“Warta bukan sekedar berita, tetapi kebenaran!” Jargon ini sering dikaitkan dengan aktivitas wartawan atau jurnalis. Melalui ungkapan ini, kebenaran berdasarkan fakta dan data merupakan fondasi utama dunia jurnalistik. Sayang, fondasi ini sering goyah demi sensasi dan target popularitas yang berujung pada uang!
Yesus sudah bangkit! Apakah ini berita yang berlandaskan kebenaran atau sekedar sensasi halusinasi komunal para murid Yesus yang sedang dilanda kesedihan mendalam? Tidak mudah untuk membedakannya! Sejak lama, iman pada kebangkitan Yesus bertumpu pada dua pilar, yakni: kubur kosong dan sejumlah perjumpaan Yesus yang bangkit dengan murid-murid-Nya.
Kisah kubur kosong muncul di sekitar Yerusalem, di mana kuburan itu ada, sedangkan kisah perjumpaan Yesus yang bangkit dengan para murid lebih banyak terjadi di Galilea. Pada masa awal kekristenan kedua tradisi yang membentuk iman kebangkitan itu telah menjadi satu. Meskipun demikian nilainya tidak sama. Sebab, fakta kubur kosong saja pada dirinya sendiri tidak dapat melahirkan iman Paskah. Perjumpaan fisik dengan Yesus yang bangkit itulah yang meneguhkan tentang fakta kubur kosong tersebut.
Ada banyak spekulasi jika kebangkitan Yesus hanya bertumpu pada tidak adanya jasad Yesus di dalam kuburyang disediakan oleh Yusuf dari Arimatea meskipun kubur itu disegel dan dijaga ketat oleh serdadu Romawi. Namun, tentu saja kubur kosong bukan sekedar pelengkap fakta bahwa Yesus sudah bangkit, setidaknya pada masa awal berita kebangkitan itu viral. Coba Anda bayangkan jika kubur itu tidak kosong. Ini akan menjadi kontradiksi. Para perempuan yang pertama-tama mewartakan kebangkitan kepada para murid, kemudian mereka meneruskan berita itu kepada orang-orang Yahudi dan Romawi bahwa Yesus yang kalian salibkan telah bangkit, sementara tubuh-Nya mulai membusuk di dalam kubur itu. Apa kata dunia? Mewartakan dengan lantang kebangkitan tubuh yang mulai membusuk akan membuat orang-orang Kristen awal menjadi bahan tertawaan orang Yahudi, Yunani dan Romawi!
Kubur kosong adalah fakta yang tidak bisa diabaikan! Namun yang tidak kalah penting adalah adanya figur-figur yang menjelaskan apa yang terjadi di balik kubur kosong itu. Keempat Injil mencatat para perempuanlah yang pertama kali menerima penjelasan dari utusan Ilahi tentang kubur kosong itu. Injil Lukas mencatat perempuan-perempuan itu adalah Maria dari Magdala, Yohana, dan Maria ibu Yakobus. Mereka adalah perempuan-perempuan yang mengikut Yesus sejak dari Galilea sampai berujung pada Yesus dimakamkan oleh Yusuf Arimatea.
Para perempuan yang tenggelam dalam supremasi dunia laki-laki. Tidak seorang penulis pun, yang mahir dalam teknik menceritakan kisah, akan bermimpi mendapatkan perempuan-perempuan yang membuat penemuan menakjubkan; kubur kosong dan kebangkitan! Hal ini dapat dipahami karena dalam sosiologi yang timpang dan dalam prasangka yang melekat terhadap para perempuan sebagai warga negara kelas dua, ini sama seperti kaum gembala yang kesaksiannya tidak dapat diandalkan. Jika seorang perempuan tidak dapat menjadi saksi di pengadilan, maka tidak mungkin ia dapat menjadi saksi penting. Jelas, masuk akallah kalau para murid lelaki menganggap berita yang disampaikan Maria dan teman-temannya itu adalah omong kosong belaka! (Lukas 24:12)
Namun, justru kisah ini menohok karena menggambarkan merekalah sebagai saksi dan pembawa warta kebangkitan itu! Omong kosong, lelucon, mengigau, atau apa pun namanya jelas menandakan ketidakakuratan sebuah berita. Para perempuan itu sudah dihakimi sebagai orang-orang yang tidak dapat dipercaya dan membawa berita omong kosong pula. Apa yang dianggap remeh oleh dunia ini justru dipakai Tuhan untuk menyatakan kebenaran-Nya. Tepatlah seperti yang dikatakan Paulus, “Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat…” (1 Korintus 1:27). Di pihak lain, bukankah orang-orang yang dipandang rendah dan bodoh itu adalah mereka yang tidak mudah merekayasa kebenaran? Seperti para gembala yang menyampaikan pesan apa adanya dari malaikat!
Meskipun menganggap berita kebangkitan Yesus hanya omong kosong, namun akhirnya Petrus merasa perlu untuk mengkonfirmasi. Cepat-cepat ia bangun, lalu pergi ke kubur itu. Ia menjumpai bukti lain. Selain jasad Yesus sudah tidak ada, ia menemukan kain kapan pembalut tubuh Yesus. Kendati tidak mudah membangun iman Paskah, setidaknya pewartaan yang dilakukan oleh para perempuan ini sedikit demi sedikit membuka tabir para murid untuk mengingat kembali pesan yang jauh sebelumnya sudah disampaikan Yesus sendiri ketika mereka masih berada di Galilea. Pesan itu ibarat cahaya yang terkubur berlapis-lapis. Lapisan itu sendiri adalah ambisi, kekecewaan, kesedihan dan maut! Anda bisa membayangkan ketika tabir itu mulai terkuak; perlahan tapi pasti, cahaya itu akan menembus dan terang itu akan menerangi hati manusia. Petrus akan menjadi pionir pewarta ulung tentang kebangkitan Yesus bahkan sampai kepada Kornelius, seorang asing yang pada akhirnya bersama dengan keluarganya ia percaya!
Penulis Injil Lukas menekankan fakta bahwa Yesus telah bangkit. Yesus yang bangkit adalah Dia yang dibunuh dengan disalibkan, yang mayat-Nya diturunkan dan dimakamkan oleh Yusuf Arimatea. Dengan tubuh yang sama Ia bangkit sesuai dengan apa yang telah dikatakan-Nya dahulu. Maria dari Magdala, Yohana, dan Maria ibu Yakobus dan perempuan-perempuan lain adalah orang-orang pertama yang menerima penjelasan dari utusan Ilahi dan mereka menyampaikan warta gembira ini kepada para murid yang lain. Iman kebangkitan itu perlahan tapi pasti mulai tumbuh di tengah-tengah ketakutan dan pesimisme.
Iman Paskah bukan sekedar argumen kubur kosong. Jauh lebih dari itu: Yesus mengalahkan maut, Ia memberi kekuatan di tengah ketakutan; optimisme di tengah pesimisme! Di tengah dunia yang penuh kemelut, ketakutan dan ketidakpastian kita terpanggil untuk mewartakan kabar gembira; Yesus telah bangkit!
Bisa saja seperti Maria dan teman-teman perempuan lainnya. Pada zamannya tidak dipercaya, dianggap warga kelas dua, dan beritanya dipandang sebagai omong kosong. Namun, mereka tidak gentar, apa yang harus disampaikan mereka sampaikan dengan lugas. Sangat mungkin Anda dan saya merasa dan berada seperti posisi Maria dan kaum perempuan itu. Bisakah dalam posisi seperti ini kita menjadi utusan-utusan Tuhan yang mewartakan kabar gembira?
Para perempuan itu dapat mewartakan kebangkitan Yesus oleh karena mereka telah mengalami perjumpaan. Mereka melihat dan mengikuti pelayanan Yesus. Meskipun pada akhirnya mereka lupa akan pesan Yesus ketika masih ada di Galilea bahwa Ia akan menderita sengsara, mati tetapi akan bangkit pada hari ketiga, namun perjumpaan berikut dengan utusan Ilahi itu mengingatkan mereka kembali pada pesan itu. Inilah barangkali apa yang disebut proses iman yang jatuh bangun.
Anda dan saya dapat mewartakan kebangkitan Yesus apabila kita juga mengalami perjumpaan dengan Yesus itu. Iman kita dibangun dalam ajaran dan teladan-Nya hingga kebangkitan itu nyata juga dalam kehidupan kita sehari-hari. Kebangkitan itu menjadi pengalaman empiris mana kala kita tidak lagi dikuasai oleh ketakutan, pesimistik dan bayang-bayang maut. Tidak banyak gunanya kita memenangkan adu argumentasi dengan menyajikan data-data ilmiah dan pelbagai dogma tentang kebangkitan, apabila dalam hidup ini saja mudah menyerah dan mengambil jalan pintas!
Jakarta, 17 April 2025, untuk Minggu Paskah pagi Tahun C