Jumat, 12 November 2021

HIDUP DI AKHIR ZAMAN

Berada di bawah megahnya tumpukan jutaan batu yang tersusun bak puzzle membentuk bangunan bujur sangkar  dengan ketinggian 42 meter, membuat saya berdecak kagum. Bayangkan, ada sekitar 55.000 M3 atau sekitar 2 juta balok batu berukuran 25 x 10 x 15 Cm, patung-patung Buddha yang beratnya sekitar 145 - 225 kg. Belum lagi dinding-dinding yang dihiasi 2.672 panel relief indah yang mengisahkan ajaran Buddha. 




Konstruksi Borobudur berupa punden berundak dengan tiga tingkatan yang melambangkan kosmologi Buddha Mahayana: Kamadhatu, yakni kaki candi yang menggambarkan kehidupan manusia penuh dengan nafsu duniawi, keburukan dan dosa. Tingkat kedua: Rupadhatu, bagian tengah yang melambangkan kehidupan manusia yang telah bebas dari nafsu duniawi. Tingkat terakhir adalah Arupadhatu yang melambangkan kehidupan religius. Tingkat ini melambangkan Sang Buddha yang mencapai kesempurnaan karena berani meninggalkan kehidupan dunia untuk mencapai pencerahan! Maha karya ini dibangun dari abad 750 - 842 Masehi oleh Wangsa Syailendra selama 99 tahun dengan jumlah pekerja sekitar 1000 orang!


Bukan hanya saya sendiri yang berdecak kagum atas peninggalan bersejarah ini, pasti ada jutaan orang yang mengaguminya, bahkan Presiden Amerika Serikat ke-44, Barack Obama begitu terpukau melihat sendiri kemegahan dan keindahan candi terbesar umat Buddha itu. Batu-batu besar dan kecil tersusun begitu kokoh dan indah! “Struktur bangunan Candi Borobudur memang hebat sekali!” Demikian komentar Obama yang disampaikan Mura Aristina, kepala Humas Balai Konservasi Borobudur pada saat Obama berkunjung ke Candi itu, 28 Juni 2017.

 

Kekaguman dan rasa terpukau seperti Obama itulah barang kali yang dilontarkan murid-murid Yesus ketika mereka berada di lingkungan Bait Allah. “Guru, lihatlah betapa kokohnya batu-batu itu dan betapa megahnya gedung-gedung itu!” Sebuah perasaan dan komentar wajar ketika orang berjumpa dengan karya konstruksi, arsitek, seni, atau apa pun juga yang tidak biasa-biasa saja. Bait Allah selain bangunan megah karya Salomo, ia melambangkan kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya.

 

Kekaguman dan kebanggaan umat Israel terhadap Bait Allah setara dengan bangganya mereka menjadi umat pilihan Allah. Sangat mungkin kekaguman para murid terhadap bangunan Bait Allah itu juga dikaitkan dengan keistimewaan mereka sebagai umat pilihan Allah. Namun, betapa terkejutnya mereka ketika mendengar tanggapan Yesus terhadap kekaguman mereka itu, “Kau lihat gedung-gedung yang hebat ini? Tidak satu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain, semuanya akan diruntuhkan.” (Markus 13:2). Dengan kata lain, Bait Allah itu akan segera luluh-lantak, rata dengan tanah! Kebanggaan umat Israel terhadap bangunan yang indah, yang sebelumnya dikecam Yesus sebagai sarang penyamun ini segera hancur.

 

Ini sama artinya dengan hancurnya kebanggaan umat Israel sebagai umat istimewa. Kebanggaan itu dihancurkan Allah sendiri, oleh karena sama seperti Bait Allah yang telah salah fungsi menjadi sarang penyamun, Israel menjadi bangsa pongah yang tidak lagi mendengar dan melakukan apa yang dikehendaki Allah. Para murid menangkap pernyataan Yesus sebagai saat kesudahan. Akhir zaman! Akhir zaman atau kiamat selalu menimbulkan pertanyaan: kapan dan apa tanda-tandanya? 

 

Alih-alih menjawab kapan tepatnya akhir zaman itu tiba, Yesus mengingatkan akan datang waktunya banyak orang memakai nama-Nya untuk melakukan kejahatan dan menyesatkan orang lain. Perang, bencana dan penderitaan akan semakin menjadi-jadi, dan para pengikut Yesus akan dibenci dan diseret ke pengadilan dengan berbagai tuduhan. Pendek kata, Yesus mengingatkan bahwa kesulitan dan penderitaan serta penganiayaan itu akan menimpa para murid-Nya. Dalam situasi ini pertanyaan kapan waktunya akhir zaman terjadi tidak lagi menjadi relevan. Yang sungguh-sungguh harus dipersiapkan adalah para murid Yesus harus benar-benar siap menghadapi keadaan yang tidak mudah ini.

 

Sama seperti apa yang dulu di sampaikan Daniel (bacaan pertama, Daniel 12:1-3), Allah akan menolong umat-Nya dalam melewati kesesakan yang besar. Mereka yang namanya tertulis dalam Kitab kehidupan (artinya: mereka yang selalu setia pada Firman Allah) baginya pertolongan telah tersedia. Pada saat kesulitan itu terjadi, “Orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala …” Yesus menegaskan bagi mereka yang setia Roh Kudus akan menyertai. “Jika kamu digiring dan diserahkan, janganlah kamu kuatir akan apa yang harus kamu katakan, tetapi katakanlah apa yang dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga, sebab bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Kudus.” (Markus 13:11).

 

Hari-hari belakangan ini banyak sekali peristiwa menyesakkan dada. Bencana demi bencana terus terjadi dan pandemik Covid-19 memaksa dunia ini bungkam sejenak. Kekaguman manusia terhadap berbagai pencapaian dipertanyakan ulang. Banyak orang depresi dan frustasi. Penderitaan dan kematian begitu dekat, lalu memaksa bertanya: Apakah ini sudah sampai pada kesudahan, akhir zaman? 

 

Dalam situasi sulit, kita diajarkan oleh Yesus untuk tidak bertanya kapan saatnya tiba, melainkan dapat membaca tanda-tanda zaman. Tanda-tanda itu bukan dimaksud untuk menghitung dan menebak harinya kapan, melainkan menghidupinya. Ya, dalam situasi sulit bahkan teramat sulit kita diajak untuk melakukan upaya yang menjadi bagian kita, yakni dengan antisipasi dan terus berbuat baik sesuai apa yang diajarkan Yesus dan tentu saja selebihnya yakinlah bahwa kuat kuasa Roh Kudus menopang kita untuk menghadapi berbagai situasi sulit itu.

 

Akhir zaman bukanlah peristiwa yang dinantikan dengan kebanggaan. Belajarlah dari peringatan-peringatan para nabi terhadap umat Israel yang menantikan akhir zaman dengan kebanggaan semu. Sebagai bangsa pilihan Allah mereka yakin akan janji Allah yang akan memberikan tempat di mana mereka akan menikmati shalom (damai sejahtera). Mereka lupa, bahwa shalom itu bukan karena mereka umat pilihan. Shalom itu didapat karena mereka melakukan kehendak Allah dengan sepenuh hati!

 

Pada akhirnya, ingatlah perkataan Yesus, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Matius 7:21). Oleh karena itu di zaman akhir, menjelang akhir zaman ini merupakan kesempatan buat kita semua untuk benar-benar serius dalam kehidupan iman kita. Serius dalam arti bukan hanya sekedar bangga atau mengungkapkan iman dalam lidah bibir kita, melainkan dengan sepenuh hati melakukan kehendak-Nya. Tidak mudah, terlebih dalam berbagai penderitaan. Namun, yakin dan percayalah bahwa ada kuasa yang Mahabesar menyertai kita, kuasa yang melebihi maut sekalipun, Dialah kuasa Roh Kudus!

 

Malang, 12 November 2021

 

 

 

 

 


Kamis, 04 November 2021

AYO MEMBERI, JANGAN MENCURI

Memberi dan mencuri adalah dua kata kontradiksi: berlawanan. Ya, meski bisa juga orang memberi dari hasil mencuri dan merampok sebagaimana kisah-kisah legendaris pembela kaum miskin. Memberi adalah sebuah tindakan luhur. Mengapa? Sebab seorang pemberi mau menyerahkan hak atau hartanya untuk kepentingan orang lain. Sebaliknya, mencuri adalah suatu tindakan tercela karena mengambil milik atau hak orang lain untuk kepentingannya.

 

Memberi dan mencuri menjadi tema besar dari ajaran agama-agama. Memberi adalah tindakan yang dianjurkan bahkan diwajibkan. Sedangkan mencuri merupakan tindakan yang harus dihindari atau dilarang. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri di ranah yang dihormati, yakni institusi yang terkait dengan agama, kita menemukan justru banyak tindakan korup yang setara dengan mencuri. Tentu saja untuk menutupi tidak segan menggunakan hukum-hukum Tuhan yang mereka poles menjadi dalil. Ironis!

 

Lembaga keagamaan dibentuk untuk mengurus berbagai hal “yang mulia” seperti: iman, relasi umat dengan Tuhan, peribadahan, etika dan moralitas, dan yang lainnya yang berkaitan dengan kehidupan rohani. Para pejabatnya pun dipilih dari orang-orang yang dikenal memahami ajaran agama. Namun, Lembaga Survei Indonesia (2018), sebagaimana dikutip “Dian Penuntun”, edisi 32 menemukan fakta bahwa responden yang menjadi anggota organisasi keagamaan justru lebih pro-korupsi dibandingkan dengan anggota organisasi sekuler. Ironis!

 

Kemunafikan, itulah barangkali kata yang tepat untuk menggambarkan perilaku agamis yang tampak saleh tetapi sesungguhnya bobrok moral. 

 

Ironis dan kontradiksi. Baru saja Yesus memuji seorang ahli Taurat yang menyetujui ajaran-Nya tentang perintah utama (Markus 12:28--34). Namun, sejurus kemudian Yesus memberi peringatan keras terhadap perilaku buruk ahli-ahli Taurat. Apakah Yesus plin-plan? Tentu saja tidak demikian. Ini setidaknya menggambarkan ada ahli Taurat yang baik. Namun, Sebagian besar berperilaku munafik. 

 

Kebanyakan orang Yahudi percaya bahwa Allah telah menyatakan kehendak-Nya di dalam Hukum Taurat. Para ahli Taurat dipandang terhormat dalam masyarakat Yahudi karena diyakini sebagai orang-orang yang dekat dengan Allah dan memahami kehendak-Nya. Oleh karenanya ahli-ahli Taurat ini dipandang sebagai orang-orang suci dan memiliki kedudukan yang tinggi baik dalam urusan religius maupun strata sosial masyarakat Yahudi. Ucapan mereka memiliki otoritas sehingga orang harus mendengarkannya. Keagungan status sosial mereka terlihat dari pakaian yang mereka kenakan: para ahli Taurat mengenakan jubah yang panjang ketika sedang berjalan-jalan dan bertemu dengan banyak orang. Mereka “menikmati” penghormatan yang diberikan oleh orang banyak di tempat-tempat umum, seperti: pasar atau sinagoge. Dalam sinagoge, ahli Taurat akan menduduki takhta kehormatan, duduk di tempat yang terbaik. Mereka dipandang sebagai orang-orang yang paling tahu dan menjadi orang yang paling dihormati!

 

Memang mereka tidak memasang tarif untuk sebuah ceramah atau ajaran tentang Taurat yang disampaikan. Kehidupan mereka bergantung pada derma atau persembahan umat. Sangat saleh bukan? Memberi subsidi atau persembahan kepada para ahli Taurat dianggap sebagai bentuk kesalehan. Ya, bagaimana tidak? Mereka memberikan pada hamba-hamba Allah yang mengerti kehendak-Nya lalu mengajarkannya kepada umat. Sampai di sini tidak ada yang salah!

 

Namun, kebanyakan para ahli Taurat pada zaman Yesus ini mempergunakan status istimewanya untuk menindas umat dalam kesederhanaannya itu demi memperkaya diri mereka sendiri. Mereka bahkan sampai hati menelan rumah janda-janda. Menelan rumah? Ya, artinya mengambil alih rumah para janda, menjualnya dan menikmatinya dalam waktu yang singkat: sama seperti menelan makanan, hanya sebentar dalam mulut lalu sampai ke perut.

 

Para janda termasuk kelompok orang miskin yang sebenarnya dilindungi Hukum Taurat (Ulangan 24:17, 21), para nabi mengecam perlakuan semena-mena terhadap para janda (Yesaya 10:1-2; Yeremia 7:6; Yehezkiel 22:7). Namun justru para ahli Taurat dengan kelihayan, mereka memperdaya orang miskin khususnya para janda. Atas nama kesalehan, mereka mengajarkan agar orang-orang miskin ini merelakan harta milik mereka untuk menyokong kehidupan dan kesejahteraan para pemimpin agama itu.

 

Para ahli Taurat menyembunyikan kejahatan mereka di balik sandiwara kesalehan yang mereka pentaskan. Kepandaian mereka gunakan untuk mengelabui mata orang-orang sederhana dengan mengucapkan doa yang panjang-panjang. Panjangnya doa yang mereka ucapkan seolah-olah menunjukkan kedekatan mereka dengan Allah. Orang-orang sederhana itu memandang mereka dengan kagum dan hormat. Di hadapan para ahli Taurat orang lain akan merasa kecil dan berdosa. Sayangnya, mereka berdoa bukan untuk bertemu dengan Allah, melainkan untuk mencari penghormatan, keuntungan, dan akhirnya mencuri dari orang-orang sederhana!

 

Doa-doa mereka sudah kehilangan makna dan mereka tidak lagi perlu mengharapkan ganjaran dari Allah karena mereka telah menerima upah, yakni penghormatan dari manusia. Yesus mengecam dan mengingatkan penghukuman terhadap mereka karena mereka telah memahami hukum Taurat, tetapi tindakan mereka bertentangan dengan hukum yang mereka pahami dan yang mereka ajarkan itu.

 

Dari apa yang diperingatkan Yesus, kita dapat belajar bahwa orang mencuri bukan hanya dengan cara kasar: memanfaatkan kelengahan orang sehingga hartanya dapat diambil alih atau merampas dan merampoknya. Tindakan mencuri dapat dilakukan dengan cara “terhormat”, yakni dengan jalan mengelabui, membuat orang terpesona, kagum dan menghormatinya sehingga menjadi sungkan dan kemudian memberikan apa saja yang mereka miliki demi kesalehan yang telah dimanipulasi. Tujuannya jelas: mendapatkan keuntungan baik kekayaan maupun kehormatan. Di sinilah kita mengerti mengapa Yesus begitu geram dengan tindakan ahli agama yang memakai kapasitasnya untuk keuntungan diri sendiri. Di sini pula, selain kita harus hati-hati terhadap orang yang mengajarkan pengetahuan agama dan memanfaatkannya untuk kepentingan sendiri, juga kita harus berhati-hati dalam mempergunakan ajaran agama yang kita pahami. Jangan sampai pengetahuan itu menjadi modal buat kita untuk menjerat orang-orang sederhana. Sebab, Tuhan telah mengingatkan dengan sebuah penghukuman berat. Celaka!

 

Kontras dari ahli-ahli Taurat yang dikecam Yesus. Yesus memperhatikan janda miskin. Yesus duduk menghadap peti persembahan sambil memperhatikan bagaimana orang-orang memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memasukkan sejumlah uang ke dalam peti itu. Namun, ada seorang janda miskin - mungkin sekali Yesus melihat dari penampilannya. Janda itu memasukkan dua keping uang tembaga (uang receh terkecil pada zaman itu). Kepada para murid-Nya, Yesus menyatakan bahwa pemberian janda itu lebih banyak ketimbang pemberian semua orang pada hari itu. Koq bisa?

 

Menurut perhitungan jumlah, Yesus keliru. Orang-orang kaya itu jelas memasukkan uang lebih banyak ke dalam peti persembahan daripada  uang yang dimasukkan oleh si janda miskin itu. Tetapi rupanya Yesus tidak sedang berhitung matematis. Ia mengatakan bahwa janda itu memberi lebih banyak dari semua orang lain karena ia memberi dari semua yang ada pada diri. Artinya, selesai ia memberikan dua peser uang itu, ia tidak lagi punya uang. Habis!

 

Janda itu memberikan semua nafkah hidupnya. Ia tidak lagi punya apa pun untuk sekedar mengisi perut atau membeli minum, sedangkan orang-orang kaya itu masih banyak tersedia uang dan harta yang melimpah. Jadi memang benar, tampaknya mereka memberi banyak, namun, jika dibandingkan dengan kekayaan yang masih ada pada mereka, apa yang mereka berikan itu merupakan Sebagian kecil saja!

 

Pada pihak lain, bukan perhitungan matematis pula yang dipakai janda miskin itu dalam memberikan persembahan. Jika memakai perhitungan matematis, ia tentu tidak akan memasukkan uangnya yang hanya ada dua peser itu, karena uang itu adalah seluruh nafkahnya pada hari itu. Yang dipakai oleh janda miskin ini dalam memberi persembahan adalah perhitungan iman: percaya bahwa Tuhan akan memelihara hidupnya sekalipun ia memberikan seluruh miliknya, seluruh nafkahnya. Namun, jangan juga dipahami bahwa dua peser uang persembahan itu sebagai alat untuk menyuap Tuhan. Sehingga setelah itu Tuhan akan menyingkapkan tingkap-tingkap berkat dan memberikan kembali rezeki beratus kali lipat. Bukan! Iman bukan demikian, iman tidak pernah memaksakan Tuhan tetapi mengenal dan punya relasi baik dengan-Nya sehingga hidupnya tetap damai dan yakin bahwa Tuhan memeliharanya!

 

Ayo memberi! Tema ini bukan ajakan emosional yang terkadang menipu, memperdaya untuk kita memberikan semua yang ada pada kita. Ayo memberi mengajak kita beriman secara realistis: tidak mudah diperdaya oleh orang-orang yang pandai memakai doktrin agama, pada saat yang sama kita yakin akan pemeliharaan Allah, Bapa kita yang Maha baik!

 

Jakarta, 4 November 2021