Kamis, 20 April 2017

KEBANGKITAN-NYA MENGOBARKAN KEBERANIAN DAN PENGHARAPAN

Ilmu manajemen Total Quality Control dari Jepang, dikenal suatu azas  speak with data”. Azas ini menuntut keshahihan data di lapangan melalui fakta-fakta riil yang kemudian menjadi data valid. Hal ini diperlukan untuk keperluan pengambilan keputusan. Speak with data menghendaki adanya suatu kebenaran yang mutlak. Ini dapat dipahami, karena tanpa suatu kebenaran yang nyata, akan membuahkan potensi kesalahan dalam pengambilan keputusan. Bahkan, bisa saja terjadi, tanpa niat manipulasi atau kebohongan, adanya kesalahan atau kelalaian (human error) yang membuat data tidak sama dengan fakta yang ada.

Tomas bisa jadi termasuk orang yang menganut “speak with data”, tidak mudah menerima begitu saja kabar kebangkitan Sang Guru. Kebangkitan bisa saja tidak sesuai dengan fakta sesungguhnya. Sangat mungkin Tomas beranggapan bahwa teman-temannya memanipulasi fakta penampakan Yesus. Atau bisa saja ia berpikir memang memang benar, teman-temannya melihat penampakan Yesus yang bangkit dan mereka tidak berniat memanipulasi data namun, bisa saja terjadi kesalahan dan kelalaian pada diri mereka. Bukankah bisa saja terjadi penglihatan mereka tidak akurat? Atau bisa saja kejiawaan mereka – karena kesedihan berlebihan yang disebabkan kematian Sang Guru – terguncang hebat sehingga pengalaman kebangkitan itu menjadi sangat subyektif dan tidak valid untuk sebuah fakta. Tidak mengherankan Thomas berkata, “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.” (Yohanes 20:25). Bisa saja kita mencibir Tomas sebagai orang murid yang peragu, kasar, berperangai muram, penyendiri dan cenderung pesimis serta berbicar ketus. Namun, dilihat dari sisi speak with data justeru sikap ini sangat positif. Tomas tidak mau berbicara atau percaya  tanpa fakta dan data yang akurat!

Yesus menjawab Tomas. Ia hadir kembali dalam di tengah-tengah para murid yang kali ini dihadiri oleh Tomas. Di sinilah Yesus menyajikan apa yang diminta dari “speak with data”. Yesus menyajikan data yang diminta oleh Tomas. Ia berkata kepada Tomas: “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.” (Yoh.20:27). Yesus menunjukkan luka-luka-Nya dan mengizinkan Tomas untuk menyentuhnya. Luka dan kelemahan yang biasanya ditutup orang kini diperlihatkan sebagai sebuah fakta. Meskipun kematian-Nya itu sungguh hina dan memalukan , sampai orang mungkin berpikir, sebaiknya dilupakan saja dan jangan diungkit-ungkit lagi. Namun, karena kematian-Nya itu adalah bukti kasih-Nya, Ia mau memerlihatkan-Nya dan meneguhkan Tomas. Inilah fakta yang tak terbantahkan. Fakta itu disajikan dan keraguan itu ditepis. Dampaknya Tomas mengaku, “Ya Tuhanku dan Allahku!” Tomas membuat pernyataan terbuka di hadapan teman-temannya yang sudah menyaksikan sendiri keraguannya. Berangkat dari keraguan kini keluarlah ungkapan atau pernyataan yang tidak pernah keluar dari mulut murid yang lain.

Dengan perkataan yang menyentuh, Kristus menutup perjumpaan-Nya bersama Tomas itu dengan mengatakan ,”Jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah!” Di sinilah Yesus menunjukkan  kepedulian-Nya kepada Tomas. Ia tidak mau Tomas hidup dalam ketidakpercayaannya seandainya saja dia tidak dipulihkan pada saat itu. Tomas sekarang sepenuhnya dipulihkan. Ia puas dengan fakta nyata: kebangkitan Yesus itu nyata bahwa Yesus yang disalibkan dan mati itu kini berdiri di hadapannya!

Keraguan Tomas dijadikan Yesus sebagai sarana untuk meyakinkan pada dunia tentang kebangkitan-Nya. Pada bingkai keraguan Tomas yang mewakili dunia yang tidak percaya itu, muncullah pernyataan Yesus, “Karena Engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak meliha,t namun percaya.” (Yoh.20:29). Yesus memahami akan ada lagi “Tomas-Tomas” lain yang terus menuntut fakta dan data. Tomas ini mewakili banyak orang yang menuntut fakta kebangkitan dan Yesus menjawab dengan jaminan: mereka yang tidak pernah secara langsung melihat tubuh kebangkitan-Nya dengan ucapan berbahagialah!

Bagian akhir perkataan Yesus yang diucapkan kepada Tomas ini, ditujukan juga kepada para pembaca Injil Yohanes, termasuk kita di dalamnya. Kita tidak mungkin lagi bersikap kristis seperti Tomas, meminta pada Yesus untuk melihat dan meraba lubang di tangan dan kaki serta lambung-Nya untuk membuktikan kebangkitan-Nya. Namun, penulis Injil Yohanes menyajikan dalam tulisannya banyak tanda yang telah diperbuat Yesus sebagai bukti bahwa Ia adalah Mesias yang bangkit dari maut, Anak Allah yang hidup. Yesus tidak meminta tiap orang beriman tanpa sikap kritis melainkan mendorong setiap orang untuk menguji kebenaran kesaksian para penginjil.

Siapa pun dapat berada pada posisi Tomas dan para murid yang lain. Mereka mengunci diri dalam pesimisme, kemurungan, kekecewaan, dan kesedihan mendalam karena kematian tragis Sang Guru. Mengunci pintu rapat-rapat adalah cermin hati yang menutup diri dan penuh ketakutan! Namun, Yesus tidak membiarkan mereka larut dalam suasana itu. Ia hadir di tengah-tengah mereka dan memberikan Syalom, damai sejahtera! Satu per satu kondisi para murid dipulihkan. Sekarang, kebangkitan itu menjadi pengalaman eksistensial mereka. Semangat mereka dipulihkan kembali. Kisah selanjutnya, mereka membuka pintu, membuka diri! Yerusalem yang dulu dihindari, kini mereka datangi. Penganiayaan dan penderitaan bukan lagi penghalang yang menakutkan bagi mereka untuk menyampaikan kesaksian Yesus yang bangkit itu sebab di dalam kebangkitan-Nya terkandung pengharapan kehidupan yang kekal.

Bisa jadi kondisi kita saat ini dalam keadaan terpuruk: harapan tidak tepenuhi, sakit penyakit mendera, masalah bertubi-tubi menghunjab, cita-cita dan pengharapan membangun peradaban kandas karena orang yang diharapkan membawa peradaban yang lebih baik harus dikalahkan. Ada banyak alasan untuk kita menjadi murung, kecewa, sedih, marah, frustasi dan akhirnya menutup diri! Lalu, adakah kuasa kebangkitan-Nya membawa diri kita bangkit kembali dari keterpurukan itu. Mengobarkan kembali api semangat dengan keyakinan bahwa di dalam Yesus selalu ada kebangkitan dan pengharapan baru? Mestinya, iman kepada kebangkitan Yesus akan mampu menopang semangat yang pudar, jiwa yang resah dan putus asa!

Paskah II 2017

Jumat, 14 April 2017

KEBANGKITAN-NYA MENYELAMATKAN SEMUA

Alkisah, hiduplah seekor Gurita muda di perairan dangkal. Airnya hangat, jernih dan berpasir. Ia hidup riang, bisa berenang kian kemari melewati bebatuan, bergaul dengan ikan-ikan berwarna-warni.  Namun, ada sesuatu yang berbeda dengan Gurita ini. Dia sangat suka bergantung pada sesuatu. Kadang-kadang untuk mendapatkan kegembiraan, ia membelitkan tentakelnya pada seekor ikan dan membiarkan ikan itu menariknya. Terkadang ia membelitkan tentakelnya pada karang yang kukuh dan kuat dengan cara ini, ia merasa aman dan nyaman.

Seiring dengan pertumbuhan Gurita kecil ini, dia menjelajah semakin luas, mengarungi air yang lebih dalam. Suatu ketika, saat berenang dengan ragu-ragu ia menjelajahi daerah baru, kemudian menemukan sebuah benda aneh dan lain daripada yang lain. Dalam kejernihan air tampaklah bayangan suram lambung kapal yang besar. Dari haluan kapal menjuntai sebuah jangkar. Lalu, sang Gurita melilitkan tentakelnya ke jangkar itu guna mencari rasa nyaman. Namun apa yang terjadi? Jangkar tersebut mulai jatuh, memasuki air yang semakin gelap dan dingin. Gurita tersebut bisa merasakan tekanan air yang meremasnya sedemikian kuat sehingga rasa takut menyergapnya ditambah oksigen yang semakin menipis. Dia bingung, apakah harus  tetap berpegang atau melepaskan pegangannya? Meskipun jangkarnya sendiri terasa aman dan kukuh, gerakan meluncur dari jangkar tersebut ke air yang pekat dan tekanan yang tinggi sangat menakutkannya.

Gurita kecil itu takut melepaskan rasa aman yang diberikan oleh jangkar tersebut. Akhirnya, jangkar tersebut membentur dasar laut yang sangat dalam dengan suara gedebuk yang keras. Gurita kecil itu mempererat pegangannya. Dia tidak bisa memutuskan apakah harus tetap mencengkram atau melepaskannya. Namun, dalam ketidakpastian itu, ia memutuskan untuk tidak melepaskan cengkramannya.

Dalam ketakutan dan kebingungannya, keluarlah seekor ikan. Gurita itu berteriak meminta tolong. Ikan tersebut mendengarkan cerita gurita kecil itu dan ia menanggapinya, “Maaf, aku tidak bisa menolongmu. Akan tetapi di belakangku ada seekor ikan yang lebih besar. Mungkin dia bisa memberi bantuan yang engkau butuhkan.”

Tidak lama kemudian tampak seekor ikan yang lebih besar. Dia berenang dengan gerakan yang lembut dan santai. Matanya tampak ramah dan penuh perhatian. “Aku bisa menolongmu,” kata ikan tersebut menjawab permintaan tolong dari Gurita kecil itu, “tetapi kamu harus melakukan sesuatu terlebih dahulu untuk menolong dirimu sendiri. Tolong lepaskan peganganmu pada jangkar tersebut, baru aku bisa menunjukkan jalan keluar bagimu.”

Ikan yang baik hati itu menunggu dengan sabar, sambil memberikan dorongan dan memberi selamat ketika Gurita kecil itu perlahan-lahan mau melepaskan pegangan pada jangkar itu. Lalu ikan itu berkata, “Sekarang ikutlah aku!” Ikan tersebut mulai berenang maju-mundur, dengan perlahan membuka jalan ke atas, tidak secepat dan selaju apa yang diharapakan sang gurita kecil. Sepertinya, ikan tersebut tahu; berbahaya jika terlalu cepat naik ke atas. Dia membimbing dengan cara sedemikian rupa sehingga Gurita kecil itu mampu mempelajari cara menjaga dirinya sendiri jika nanti dia terjebak di kedalaman air lagi. Gurita kecil ini merasa lebih kuat dan lebih mampu. Lingkungan yang asing itu tidak lagi menakutkan bagi dirinya. Bahkan, ia mulai merasakan seperti petualangan sejati. Semakin tinggi mereka berenang, air di sekeliling mereka menjadi hangat dan terang. Gurita kecil mulai merasa lebih santai dan lebih riang. Tekanan dan kegelisahan berada dalam kedalaman asing terangkat, dan gurita kecil semakin bahagia karena kebebasannya telah kembali. Dia berhasil menyusul ikan tersebut selama beberapa waktu, mereka berenang berdampingan. Gurita kecil itu berterimakasih karena terbebas dari kematian yang mengerikan. Kini, seakan ia merasa hidup kembali setelah mengalami “kematian”.

Maria Magdalena dan Maria yang lain (Injil Markus menyebutnya Maria ibu Yoses) adalah para perempuan yang setia mengikuti semua jalan sengsara yang dialami Yesus, tentu saja di samping Maria sang bunda Yesus sendiri. Setelah Yusuf dari Arimatea mengurus dan memakamkan jasad Yesus, kedua Maria tampak di depan kubur Yesus (Matius 27:61). Bisa jadi mereka dilanda kesedihan hebat, kecewa dan putus asa. Kematian itu merenggut semua harapan. Kubur Yesus rupanya telah mengubur segala sesuatu yang pernah diucapkan Yesus.

Mereka datang ke kubur Yesus pastinya bukan untuk menyambut atau membuktikan Yesus yang bangkit sesuai apa yang telah dikatan-Nya dulu, bukan pula untuk memulasarai jasad Yesus karena pintu kubur Yesus tertutup rapat, diberi meterai dan dijaga. Mereka datang hanya sekedar untuk menengok! Pada saat itulah terjadi gempa bumi hebat. Lalu seorang malaikat Tuhan turun dari langit. Ia datang ke batu penutup kubur itu lalu kemudian menggulingkannya dan duduk di atasnya. Wajahnya putih bagaikan kilat dan pakaiannya putih seperti salju. Para penjaga kubur itu juga melihat, mereka menjadi gentar ketakutan seperti orang-orang mati.

Malaikat itu meminta Maria Magdalena dan Maria yang lain itu agar tidak takut seperti penjaga kubur itu. Malaikat itu menjelaskan bahwa Yesus tidak lagi ada di dalam kubur itu, “Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu. Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring.” (Matius 28:5,6).

Kedua Maria bagaikan Gurita kecil, erat melekat pada belenggu kematian. Malaikat Tuhan itu dengan sabar menuntun dan menunjukkan kehidupan: Yesus yang bangkit! Seperti Gurita yang menemukan kembali kehidupannya, begitu mungkin yang dirasakan kedua Maria ini. Kebangkitan-Nya menyelamatkan mereka dari cengkeraman kuasa maut.  Di balik bayang-banyang kematian, mereka melihat kehidupan. Sang Malaikat kemudian meminta mereka untuk tidak terpana di kubur itu melainkan segera pergi memberitahukan kepada murid-murid yang lain. Dapat dibayangkan bagaimana kegembiraan memancar dari wajah mereka. Mereka berlari cepat-cepat dengan sukacita memberitahukan kepada murid-murid yang lain tentang Kehidupan itu.

Kuasa kebangkitan Yesus telah mengubah total kehidupan para murid. Sebelumnya mereka kocar-kacir, pesimis, kecewa, takut dan yang sejenis dengan itu. Tetapi kini mereka berjumpa dengan Yesus yang bangkit. Janji-Nya nyata digenapi dan mereka kini telah melihat kehidupan yang sesungguhnya, kehidupan yang mengalahkan kuasa maut dan kehidupan yang menyelamatkan.

Bak pesan berantai, berita kebangkitan ini terus menyebar bermula dari Galilea yang dulunya menyandang stigma negatif; daerah para begundal dan penyamun, kasar dan beringas kini diubahkan menjadi orang-orang yang melihat kehidupan. Menyebar terus, tidak hanya kepada orang-orang Yahudi melainkan juga orang-orang yang dianggap kafir.

Petrus sebagai salah seorang saksi kebangkitan, ia diutus Tuhan untuk menyampaikan kabar baik kepada Kornelius (Kisah Rasul 10). Jelas, Tuhan menginginkan segala bangsa diselamatkan. Petrus, bagai Gurita kecil yang tepaku berpegang pada tradisi dan ajaran Yudaisme bahwa tidak mungkin bangsa lain diselamatkan. Namun kemudian ia dibimbing oleh Roh Allah. Bagai ikan besar yang meminta sang Gurita kecil untuk melepaskan ikatannya, melalui penglihatan hidangan maka mengertilah Petrus bahwa  Allah berkenan menyelamatkan semua orang. Petrus yang telah dicerahkan akhirnya mencerahkan Kornelius dan seisi rumahnya. Mereka diselamatkan!

Sekarang bayangkan, Anda adalah Gurita yang sedang berada di ambang kematian. Kemudian ada yang menolong Anda menemukan kembali kehidupan. Lalu, apa yang Anda akan lakukan? Para perempuan murid Yesus telah melakukannya, mereka menjadi saksi kebangkitan pertama. Petrus sudah melakukannya untuk Kornelius. Bagaimana dengan kita?

Paskah 2017