Setelah peristiwa baptisan di sungai Yordan, beberapa
hari Yesus bergabung dengan Yohanes. Selama berada dalam takerakat Yohanes, pastilah
Ia menyaksikan apa yang dilakukan dan diperjuangkan oleh Yohanes. Namun,
tibalah saatnya Yesus pergi. “Pada
keesokan harinya Yesus memutuskan untuk berangkat ke Galilea.” (Yohanes 1
:43). Mengapa Yesus harus meninggalkan komunitas Yohanes lalu memilih pergi?
Dan mengapa harus ke Galilea, tidak ke
Samaria atau Yerusalem? Injil Yohanes tidak menyajikan alasan yang jelas. Kita
dapat menemukan alasan kepergian Yesus dalam Injil Matius. “Tetapi waktu Yesus mendengar, bahwa Yohanes
telah ditangkap, menyingkirlah Ia ke Galilea.” (Matius 4:12).
Mengapa Yohanes Pembaptis ditangkap dan dijebloskan ke
dalam penjara? Penyebabnya, Yohanes terlalu lantang menegur raja Herodes
Antipas di depan umum. Herodes telah mengusir isterinya dan menjadikan
Herodias, isteri Filipus yang adalah saudaranya sendiri menjadi isterinya. Bagi
Yohanes, apa yang dilakukan oleh Herodes Antipas ini bukan sekedar pelanggaran
hukum atau etika moral, tetapi juga merupakan kekejian di mata Tuhan. Namun,
sialnya setiap orang yang menegur raja, apalagi di muka umum dipandang sebagai
orang yang menghina raja. Dan setiap orang yang menghina raja tidak ada yang
selamat. Keberanian Yohanes harus dibayar dengan mendekap dipenjara bawah tanah
dan pada gilirannya harus dibayar dengan kepalanya sendiri (Matius 14:3-12).
Bisa dibayangkan, kemarahan Herodes yang merasa telah
dipermalukan ditambah pula hasutan dari
sang isteri baru. Pastilah ia akan menumpas setiap orang yang mengecam dan
mengeritiknya. Yesus berada dalam pusaran arus Yohanes Pembaptis yang
menyerukan pertobatan moral bagi bangsanya tentu saja Ia bersama para murid
Yohanes dalam kondisi terancam. Bukankah pada masa awal kiprah-Nya, hampir tidak ada bedanya, apa yang diserukan Yesus
dan apa yang dikerjakan oleh Yohanes Pembatis? “Bertobatlah, sebab Kerajaan
Sorga sudah dekat!” (Matius 4:17).
Yesus menyingkir (anakhoreo).
Mengapa Ia menyingkir? Salah satu alasannya agar terluput dari amarah Herodes.
Ia memilih Galilea, tepatnya Kapernaum sebuah wilayah paling ujung Utara dari
kekuasaan Herodes. Bila sewaktu-waktu terjadi ancaman semakin seirus, Yesus
dengan mudah dapat menyingkir ke wilayah kekuasaan Filipus, seorang raja yang
baik hati. Jarak dari Kapernaum ke perbatasan wilayah kekuasaan Filipus hanya
empat kilometer saja!
Ditinjau dari sisi pengamatan sosio politik bisa sangat
masuk akal kalau Yesus menyingkir dari Nazaret dan memilih Galilea demi
strategi keamanan. Namun, apakah hanya itu alasan satu-satunya? Dalam kerangka
pemikiran Matius, awal pelayanan Yesus di Galilea bukanlah sebuah kebetulan
atau strategi pelarian diri dari Herodes. Kutipan dari nabi Yesaya pada Matius
4: 15-16 setidaknya menjadi alasan utama Yesus pergi ke Galilea. Nubuat Yesaya
8 ini menegaskan bahwa orang-orang asing pun semenjak awal masuk dalam rencana
penyelamatan Allah melalui Yesus. Kehadiran Yesus merupakan Terang bagi
bangsa-bangsa yang diam dalam kegelapan dan bagi mereka yang diam di negeri
yang dinaungi maut!
Galilea pada zaman Yesus diberi label sebagai wilayah
orang-orang yang tidak mengenal TUHAN. Daerah 75 km x 40 km yang terdiri dari
204 desa itu dikelilingi oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Di
sebelah Barat tinggal orang-orang Funisia, di seblah Utara dan Timur, didiami
oleh orang-orang Syria di wilayah Selatan berbatasan dengan orang Samaria.
Galilea merupakan wilayah Israel yang selalu berhubungan dengan unsur-unsur dan
pengaruh non-Yahudi oleh karenanya, orang Israel menyebut wilayah itu sebagai
daerah “kafir” (Galil: sebuah lingkaran, Galilea: milik orang-orang kafir). Meskipun
demikian, Yosepus seorang sejarawan sekaligus orang yang pernah menjadi
gubernur wilayah Galilea punya catatan tersendiri tentang penduduk Galilea. Ia
mencatat: Mereka sangat senang terhadap hal-hal baru. Mereka dikenal sebagai
orang-orang yang cepat naik darah dan gemar bertengkar. Dan sebagai tambahan,
mereka adalah orang-orang yang mempunyai sifat ksatria. Orang-orang Galilea
dikenal sebagai orang pemberani. Mereka lebih sukamenerima kehormatan dari pada
menerima keuntungan-keuntungan yang lain. (W Barclay)
Yesus Kristus memilih Galilea dan bukan Yerusalem
merupakan batu sandungan bagi orang Yahudi (Yoh.7:25) sebab merakalah yang
terlebih dahulu menerima Terang itu. Di sinilah juga Yesus memanggil
murid-murid yang pertama. Di tepi danau Galilea pula Yesus melihat Simon dan
Andreas yang bekerja sebagai nelayan di danau itu. Mereka sedang menebarkan
jala lalu Yesus memanggil mereka untuk menjadi murid-Nya. Kemudian Yesus
melihat dua orang bersaudara lagi, Yakobus dan Yohanes keduanya juga sebagai
penjala ikan. Apa yang menarik dari kisah pemanggilan ini? Mereka semua
meninggalkan pekerjaannya dan kemudian mengikut Yesus! Ketertarikannya terhadap
Yesus bukan semata-mata karena keterbukaan orang-orang Galilea dalam menyerap
hal-hal baru. Melainkan karena yang memanggil itu: Yesus yang memberikan
kepercayaan kepada mereka untuk sebuah misi dan pekerjaan baru: “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan
penjala manusia.” (Matius 4:19)
Tidak hanya meneruskan gerakan pertobatan yang telah
disuarakan dengan lantang oleh pendahulunya, yakni Yohanes. Tetapi Yesus
melampaui Yohanes. Yesus tidak hanya menyerukan pertobatan, berkhotbah dan
mengajar, tetapi Ia juga menyembuhkan orang-orang sakit, menyingkirkan
penderitaan manusia. Yesus seakan tidak puas hanya memberitakan tentang
kebenaran melalui kata-kata saja. Ia datang untuk merubah kebenaran itu menjadi
perbuatan dan tindakan. Dalam Yesus orang melihat kebenaran yang dinyatakan dan
tindakan nyata yang menyapa pergumulan manusia. Itulah Injil; itulah Kabar
Baik!
Apa yang dikerjakan Yesus menarik banyak orang. Cerita
dari mulut ke mulut terus beredar. Semakin banyak orang yang ingin tahu Yesus
dan semakin banyak orang bermasalah datang kepada-Nya. Mereka membawa yang
sakit dan lemah. Nama Yesus semakin tersiar bahkan samapai Yerusalem dan
semakin banyak orang datang berbondong-bondong datang kepada-Nya.
Kini, sebagaimana Yesus telah memilih dan menetapkan
murid-murid pertama dari penjala ikan menjadi penjala manusia, Ia pun tentu
mengutus setiap orang yang telah mengenal-Nya untuk memberitakan Kabar Baik itu
kepada semua makhluk. Tugas itu akan dapat dilakukan dengan baik apabila kita
belajar dari Yesus Kristus sendiri. Kisah penyingkiran-Nya ke Galilea –
Kapernaum bukan hanya semata-mata berdasarkan pertimbangan keamanan dan
kenyamanan diri-Nya yang terancam amarah Herodes. Di balik itu ternyata Ia
sedang menggenapi perintah Bapa-Nya: agar Terang itu bercahaya di tempat yang
gelap! Banyak orang Kristen justeru enggan meninggalkan kenyamanannya. Hanya
mau bersinar di gereja dan pada saat-saat seremonial ibadah saja. Bagaimana di
lingkungan kita sehari-hari, apakah terang Kristus itu bersinar melalui sikap
dan tutur kata kita?
Yesus berkarya di tengah-tengah pengaruh dasyat ajaran
dan pandangan hidup dari orang-orang yang tidak mengenal Allah. Namun, Ia tetap
setia menjalankan misi Bapa-Nya. Bisa saja hari ini Tuhan menempatkan kita di
lingkungan yang sama sekali berbeda dari nilai-nilai Kristiani: Apakah di sana
kita memberi pengaruh atau justeru kita tergoda untuk melakukan apa yang mereka
lakukan? Menganggap wajar dan lumrah atas apa yang mereka kerjakan walau itu
bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran? Mestinya tidak, di situlah kita
harus menunjukkan integritas sebagai penjala manusia dan bukan penjala ikan. Sebab,
penjala ikan hanya memikirkan keuntungan bagi diri sendiri dengan pelbagai
macam cara. Namun, penjala manusia akan memikirkan nilai-nilai luhur
kemanusiaan.
Ingatlah apa yang dilakukan Yesus. Ia tidak sekedar
berbicara, mengajar dan berkhotbah tetapi juga melakukan apa yang
diucapkan-Nya. Ia memberi pelayanan nyata untuk mengatasi pergumulan dan
penderitaan manusia. Setiap murid Yesus pastinya terpanggil untuk melakukan hal
yang sama. Memberitakan Kabar Baik tidak cukup dengan perkataan; melainkan juga
dengan perbuatan. Kita dapat melakukan tugas dan panggilan itu bukan dengan
mengandalkan kekuatan sendiri, melainkan – seperti Yesus melakukannya –
mengandalkan kuasa dari Allah.