Pada Minggu
Adven III, sebagian besar gereja menyalakan lilin ketiga dengan warna pink atau merah muda. Berbeda dari tiga lilin
lainnnya. Mengapa? Pink menunjukkan warna sukacita. Jadi di tengah-tengah
penantian yang diwarnai dengan perasaan harap-harap cemas itu, tetap ada
sukacita karena yang dinanti itu pasti datang membawa sukacita dan pembebasan.
Pada umumnya, ketika kita mengharapkan kedatangan seseorang yang dijanjikan dan
dipercaya dapat memberi kelegaan dengan mengangkat beban berat penderitaan
kehidupan kita, kita akan begitu merindukanya. Ada perasaan dalam hati, “Koq lama amat ya, jadi datang atau
tidak?” Itulah mungkin yang disebut galau. Menyertai pengharapan dan kegalauan dalam
hati kita sering muncul keraguan.
Keraguan itulah
yang barangkali hinggap dalam diri Yohanes Pembaptis yang kini berada dalam
jeruji penjara. Belum lama ia berseru dengan suara lantang di padang gurun.
Baru sekejap rasanya ia menelanjangi ulama dan umaroh dengan menyebut mereka
sebagai “keturunan ular beludak”. Kemarin sore ia mengatakan bahwa dirinya
bukanlah Mesias itu. Ia hanya menyerukan pertobatan sedangkan Dia yang akan
datang kemudian jauh lebih mulia dan berkuasa. Ia merasa terlalu hina jika
dibandingkan dengan Sang Mesias itu, sehingga membuka kasutnya pun tidak layak.
Yohanes yakin betul bahwa Mesias itu adalah Yesus sehingga ketika Yesus hendak
ikut dibaptis, Yohanes mencegahnya karena merasa dirinyalah yang perlu dibaptis
oleh Yesus (Matius 3 :14). Tetapi mengapa selang beberapa hari, Yohanes seolah
ingin menarik kembali pernyataan yang belum lama disampaikannya itu. Ia
meragukan apakah Yesus benar-benar “Dia yang akan datang itu”? Ada apa dengan
Yohanes?
Yohanes
Pembaptis dipenjara karena sebuah komitmen menegakkan kebenaran dan membuat
orang segera bertobat sebab jika tidak, hukuman sudah di depan mata.
Keberaniannya menegur sebenarnya berangkat dari kecemasannya terhadap murka
Allah yang akan datang. Baginya, lebih baik bertobat sekarang dari pada binasa
kemudian. Tanpa ragu juga ia menegur Herodes Antipas, penguasa Galilea dan
Perea yang mengambil isteri saudaranya sendiri. Atas teguran itu, Herodes
menganjar Yohanes dengan masuk penjara di benteng Makheront, sebelah timur Laut
Mati.
Yohanes dan
komunitasnya mempunyai pandangan sendiri tentang “Dia yang akan datang itu”.
Dalam benak mereka, Mesias yang akan datang itu punya kriteria. Yohanes dalam
khotbahnya membandingkan dengan petani yang mengambil kapak untuk menebang
pohon “yang tidak berbuah”. Pohon itu akan dibuangnya ke dalam api. Ia
membandingkan juga petani yang mengambil pelepah palem, membersihkan lantai
tampiannya dan membakar apa saja yang bukan bulir gandum bermutu (bnd.
Mat.3:10,12). Itulah sebabnya Yohanes dengan sekuat tenaga berseru supaya para
pendosa segera bertobat. Lalu ia menawarkan kepada mereka suatu baptisan untuk
pengampunan dosa. Mereka harus bergegas untuk menerimanya sebelum kedatangan
Dia yang akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api (Mat.3:11). Dengan kata
lain, memandang “Dia yang akan datang itu” sebagai Hakim tanpa ampun, yang
dengan api tak terpadamkan akan menyingkirkan semua pendosa dari muka bumi.
Mesias akan
tampil sebagai Hakim perkasa, adil namun tanpa ampun. Karena itu Yohanes merasa
wajib memersiapkan Israel akan penghakiman yang dasyat. Ia tidak ingin Israel
binasa. Justeru karena Mesias akan tampil segera, maka Yohanes memberikan
peringatan keras: Sia-sialah kamu, kalau Mesias sudah terlanjur datang; pendosa
tidak mungkin berdiri di hadapannya!
Namun kini, di
balik jeruji penjara, Yohanes menjadi bingung. Meski ia dipenjarakan, rupanya
Herodes masih sedikit punya rasa segan sehingga murid-murid Yohanes masih bisa
mengunjunginya. Murid-muridnya bercerita tentang apa yang dilakukan oleh orang
yang dia sebut Mesias itu; Yesus. Yesus tidak pernah tampil sebagai Hakim yang
keras dan berkuasa mutlak. Oleh karena itu, melalui para muridnya ini, Yohanes
bertanya kepada Yesus, “Engkaukah yang
akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” (Mat. 11;3).
Atas keraguan
Yohanes itu, Yesus tidak memberikan jawaban “Ya” atau “Tidak”. Ia bungkam, tidak
menyatakan apa pun tentang diri-Nya. Tetapi Ia meminta murid-murid Yohanes
melaporkan kepada guru mereka tentang apa yang telah mereka lihat dan dengar:
orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang
tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberikan kabar
baik. Apa yang dikatakan Yesus itu menyatakan apa yang selama ini
dikerjakan-Nya. Jawaban Yesus ini mengacu kepada nubuat Nabi Yesaya mengenai
kedatangan keselamatan bagi umat Tuhan. “Pada
waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli
akan dibuka. Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut
orang bisu akan bersorak-sorai; sebab mata air memancar di padang gurun, dan
sungai di padang belantara,..” (Yesaya 35:5-6).
Jawaban Yesus
juga memuat nubuat tentang Hamba Allah yang “Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku: Ia
telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara,
dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberikan pembebasan kepada
orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari
penjara, untuk memberitakan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita,
untuk menghibur orang-orang berkabung, untuk mengaruniakan kepada mereka
perhiasan kepala ganti abu, minyak untuk pesta ganti kain kabung, nyanyian
puji-pujian ganti semangat yang pudar, supaya orang menyebut mereka ‘pohon terbantin
kebenaran’, ‘tanaman TUHAN’ untuk memperlihatkan keagungan-Nya.” (Yesaya
61:1-3). Dengan menghubungkan Yesaya 35 dengan Yesaya 61, Yesus mau menunjukkan
bahwa apa yang dikerjakan-Nya adalah apa yang seharusnya dikerjakan oleh “Dia
yang akan datang itu”
“….katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu
lihat dan kamu dengar…” Sekarang murid-murid Yohanes dan juga termasuk
Yohanes harus menyimpulkan sendiri, apakah Yesus itu memang Dia yang akan datang itu! Yesus secara
halus mau mengajak Yohanes untuk memandang Mesias bukan melulu seperti yang
dibayangkan Yohanes dan mungkin juga oleh seluruh Israel: sosok Adidaya, Hakim
yang keras, Penakluk dan penghukum para pendosa. Melainkan, Mesias yang peduli
terhadap penderitaan umat berdosa. Mesias yang berbelarasa kepada beban atau
kuk yang ditanggung manusia dan Dia yang akan datang itu menawarkan kelegaan, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan
berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.” (Mat.11:28).
Yesus menyadari
bahwa mungkin saja jawaban yang diberikan-Nya tidak memuaskan Yohanes dan
komunitasnya karena cara pandang tentang kiprah atau misi Sang Mesias itu
berbeda. Harus diakui bahwa diri Yesus adalah ujian berat bagi Yohanes. Meski
demikian Yesus menjamin, “..berbahagialah
orang orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.” (Mat.11:6). Dalam
kalimat ini tersirat bahwa Yesus menghendaki Yohanes dan juga komunitasnya
tetap percaya kepada-Nya sebagai Mesias tetapi dengan cara pandang baru.
Ada banyak
perkara Tuhan ijinkan terjadi dalam kehidupa kita. Hari-hari kita lewati dengan
berpegang teguh pada janji dan firman-Nya. Namun, kerap kali harapan yang kita
inginkan tidak terjadi. Seperti Yohanes Pembaptis kita terbelenggu. Lalu kita
bertanya, “Koq bisa begini?” Kita
berharap Tuhan menampakkan keperkasaan-Nya. Ia segera menyingkirkan orang-orang
lalim, munafik dan para pendosa lainnya. Tetapi mengapa mereka terlihat justeru
makin perkasa dan makin angkuh? Ternyata, menang benar jalan Tuhan bukanlah
jalan kita, rancangan-Nya juga tidak mudah kita tebak tetapi di balik itu pasti
ada sesuatu yang terbaik sedang Ia rancangkan buat kita. Bukan rancangan
kebinasaan, melainkan rancangan sukacita: bukan hanya untuk kita, tetapi buat
orang lain juga!
Tidaklah keliru
ketika Minggu ini kita menyalakan lilin ke-3, lilin pink sukacita! Di balik
bayangan pemahaman Yohanes tentang Mesias sebagai penakluk, seorang perkasa yang
akan menghabiskan nyawa pendosa karena murka Allah, ternyata bukan itu yang terjadi.
Ia adalah Mesias pembawa kabar baik, kabar sukacita!