Pagi itu, Selasa
22 November, gempa bumi berkekuatan 7,4 SR menghantam sisi Timur Laut Jepang
dekat prefektur Fukuushima yang memicu peringatan tsunami sempat mengagetkan
dunia. Gempa ini membuat banyak orang mengingat kembali gempa dasyat dengan
kekuatan 9 SR pada 11 Maret 2011 di kawasan Tohoku, lepas pantai Samudera
Pasifik, wilayah timur Sendai, Honsgu. Gempa Sendai menewaskan lebih dari 15
ribu orang, lebih dari 8 ribu orang hilang dan lebih dari 5 ribu orang terluka
parah. Dengan skala gempa 9 SR, memicu tsunami setinggi 10 meter dan
mengakibatkan kerusakan sangat parah, termasuk kerusakan reaktor nuklir di
prefektur Fukushima, maka gempa Sendai 11 Maret 2011 disebut-sebut sebagai
gempa bumi paling dasyat di dunia setelah 1200 tahun. Wajarlah kalau –tidak hanya
orang Jepang – tetapi seluruh dunia menguatirkan dampak kerusakan gempa pada
Selasa 22 November 2016 itu. Namun, ternyata dugaan banyak korban dan kerusakan
parah meleset. Kantor berita Jepang, NHK meneruskan laporan kepolisian Jepang:
hanya 2 orang terluka dalam peristiwa gempa pada 11 November itu: seorang
wanita di Yabuki, Fukushima cedera karena tertimpa lemari dan seorang pria di
kota Fukushima mengalami luka ringan. Korban dan kerusakan dapat diminimalkan
oleh karena masyarakat Jepang telah berusaha mengantisipasi bangunan atau
infrastruktur dan yang tidak kalah pentingnya, sistem peringatan dini berfungsi
dengan baik. Semua mengikuti petunjuk peringatan itu, bahkan kapal-kapal yang
berada di pinggir pantai segera berlayar meninggalkan pantai untuk menghindar
gelombang tsunami yang dapat menyeret mereka ke daratan dan menimbulkan
tabrakan.
Jepang dikenal
sebagai negara yang “akrab” dengan gempa bumi. Para ilmuwan memperkirakan bahwa
20 % gempa bumi yang terjadi di seluruh dunia berada di Jepang dan sekitarnya.
Hal ini tidak lantas membuat mereka menyesali alam di mana mereka tinggal. Dari
hari ke hari masyarakat Jepang belajar menyesuaikan diri dengan bencana. Mereka
merancang bangunan dengan memerhatikan guncangan jika gempa bumi terjadi.
Mereka juga menciptakan peralatan peringatan dini ketika gempa terjadi.
Mentalitas mereka terus digemleng ketika menghadapi situasi gempa. Hal inilah
yang membuat rakyat Jepang dinilai oleh dunia sebagai masyarakat yang paling
tanggap dalam menghadapi bahaya gempa. Dengan demikian tidaklah mengherankan
kalau Jepang berhasil meminimalkan jumlah korban akibat bencana gempa. Kita
dapat membayangkan apabila gempa 22 November itu terjadi di negara lain. Bisa
saja korban baik materi maupun jiwa akan lebih banyak.
Para pakar
geologi dapat meneliti lempengan-lempengan kerak bumi dan patahan-patahan yang
terus bergerak. Mereka bisa menghitung kecepatan pergerakan itu. Mereka pun
dapat menyimpulkan bahwa lempengan-lempengan di perut bumi itu pasti akan
bertumbukan satu dengan yang lainnya. Ketika itu terjadi, maka akan memicu
gempa. Seberapa besar skala gempa akan sangat tergantung pada seberapa besar
dan kuatnya tumbukan lempeng bumi itu beradu. Meski para ahli dapat menghitung
pergerakan lempeng bumi, namun sampai saat sekarang tidak ada seorang pun yang
mampu menciptakan alat yang dapat memprediksi kapan gempa itu terjadi. Para ahli
geologi hanya dapat berkata bahwa suatu saat akan terjadi gempa. Kapan hal itu
terjadi? Tidak seorang pun tahu!
“…seperti kilat memancar dari timur dan
melontarkan cahayanya sampai ke barat, demikian pulalah kedatangan Anak
Manusia.” (Matius 24:27). Akhir zaman yang ditandai dengan kedatangan Anak
Manusia itu merupakan hal yang pasti terjadi. Namun, kapan harinya tidak
seorang pun yang tahu, “Tetapi tentang
hari dan saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak
dan Anak pun tidak, hanya Bapa sendiri! (Mat.24:36) Peristiwa itu seperti
pencuri yang datang pada tengah malam (bnd. Mat.24:43). Yesus mengambil contoh
peristiwa bencana air bah pada zaman Nabi Nuh. Orang-orang pada zaman Nuh tetap
menjalankan kehidupan seperti biasa: Meraka makan, minum dan menikah. Seolah
tidak akan terjadi apa pun. Namun, kecuali Nuh dan seisi bahteranya, mereka
tenggelam dalam kebinasaan air bah selama 40 hari 40 malam. Begitulah akan
terjadi pada akhir zaman. Ketika hal itu terjadi, bagi kebanyakan orang
waktunya sudah akan terlambat untuk berbuat apa yang seharusnya dilakukan.
Mengambil contoh peristiwa Nuh ini, Yesus hendak mengingatkan agar para
murid-Nya tidak terlena dan merasa tenang-tenang saja dalam menyikapi kehidupan
ini.
Yesus
menggambarkan akhir zaman adalah sebuah peristiwa tentang kedatangan Anak
Manusia, yakni diri-Nya sendiri. Ia datang kembali bukan dalam misi
penyelamatan melainkan penghakiman. Penghakiman yang sama sekali tidak dapat
diduga oleh manusia. Begitu cepat Ia datang dan kemudian menghakimi. Hal ini
diibaratkan dengan perumpamaan. “Pada
waktu itu kalau ada dua orang di lading, yang seorang akan dibawa dan yang lain
akan ditinggalkan.”(ay.41). Manusia yang akan mengalami akhir zaman tidak
akan sempat menyiapkan dirinya. Di mana manusia biasanya tidak melihat adanya
suatu perbedaan, di situ justeru akan terjadi penyortiran, “yang seorang dibawa dan yang lain ditinggalkan.”
Gambaran serupa diucapkan Yesus tentang contoh dua orang perempuan yang sedang
memutar batu kilangan. Pemutaran batu kilangan untuk menggiling biji-bijian
harus dilakukan dengan sinkron, tidak boleh melenceng sedikit pun, dan dua
orang yang melakukannya mereka itu sudah terlatih dengan baik, memiliki ritme
atau irama yang sama. Mereka sedang melakukan pekerjaan yang tampaknya
benar-benar sama. Namun, pada saat penghakiman, yang tampaknya benar-benar sama
ternyata di hadapan Sang Hakim yang sesungguhnya terdapat perbedaan: Yang satu
diselamatkan sedangkan yang lain tidak! Hal ini menjadi peringatan bagi setiap
orang: Mungkin saja kita melakukan segala tindakan-tindakan kebaikan yang sama.
Sama-sama melayani, sama-sama mengerjakan kesalehan hidup. Namun, ingatlah
betapa pun persisinya kita melakukan tindakan kebaikan, Tuhan melihat hati dan
motivasi kita. Sehingga bisa saja di
antara orang yang melakukan kesalehan –meskipun sama – pada akhirnya ada yang
diselamatkan dan ada yang harus binasa!
Pada Minggu
Adven pertama ini, sekaligus permulaan tahun baru dalam kalender gerejawi kita,
bacaan Injil kita (Matius 24:36-44) mengingatkan kita pada dua aspek
pemberitaan Yesus tentang akhir zaman: Pertama, Yesus memberitakan keselamatan.
Keselamatan akan menjadi bagian dari orang yang sungguh-sungguh melakukan
kehendak-Nya. Dan kedua, Ia memberitakan bencana. Bencana akan terjadi bagi
siapa saja yang mengabaikan peringatan Tuhan. Kedua hal ini semestinya tidak
boleh dilupakan oleh manusia. Seruan agar manusia bertobat dan sekaligus
pemberitaan tentang kedatangan Anak Manusia.
Seruan bertobat,
merupakan kesempatan yang Tuhan berikan kepada setiap orang, termasuk kita
sebelum semuanya (akhir zaman) itu terjadi. Hal ini seperti yang Paulus serukan
kepada jemaat di Roma bahwa saatnya sudah tiba untuk berbenah diri. “…saatnya telah tiba bagi kamu untuk bangun
dari tidur. Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita daripada
waktu kita menjadi percaya. Hari sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab
itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan
perlengkapan senjata terang!” (Roma 13:11-12). Kita diminta untuk tidak
terus “tidur” terlena dengan cara hidup yang lama, hidup yang berkanjang dalam
dosa. Kini saatnya untuk bangun dari tidur. Tidur berarti lawan dari berjaga, waspada
atau eling.
Kembali ke
bangsa Jepang yang hidup di tengah-tengah potensi gempa dasyat. Mereka terus “berjaga”
menghadapi bencana. Semakin lama, semakin sedikit kerusakan dan korban yang
diderita jika diukur dari skala gempa yang sama. Mereka berjaga-jaga dengan
belajar dan mencoba mempraktikkan apa yang dipelajari itu. Mereka setia
mendengarkan dan mengikuti petunjuk para ahli. Hanya dengan cara itulah mereka
terhindar dari bencana dan kepunahan. Jika kita diminta oleh Yesus untuk
berjaga-jaga dan waspada untuk menghadapi akhir zaman, hal itu bukan berarti
kita hanya menunggu dengan duduk diam dan berdoa saja. Melainkan dengan
melakukan apa yang diajarkan dan diteladankan Yesus selama ini. Kita harus
membuang segala kejahatan dan nafsu serakah kita untuk menyongsong kedatangan
Tuhan kita, Sang Mesias yang akan menghakimi dunia ini. Kita harus mulai dari
sekarang sebelum segala sesuatunya sudah terlambat!