Tempayan kosong menjadi penuh. Peristiwa ini
terjadi di Kana dalam sebuah pesta perkawinan yang dilakukan oleh Yesus atas
permintaan Maria, ibu-Nya. Tempayan kosong lalu kemudian berisi air anggur
perjamuan tidak terjadi dengan sendirinya. Ada sebuah proses!
Yesus dan bunda-Nya ada dalam pesta perjamuan di
Kana. Ini menandakan bahwa si empunya hajat adalah kerabat dekat mereka.
Sebagai kerabat, Maria tentu datang tidak hanya sebagai tamu biasa. Ia membantu
melayani kebutuhan pesta itu. Maka tidaklah mengherankan kalau Maria mengetahui
bahwa mereka kehabisan anggur. Anggur merupakan unsur penting perjamuan pesta
dalam budaya mereka. Penggunaan anggur dalam tradisi Yahudi berbeda sekali
dengan penggunaannya pada zaman modern. Anggur yang mereka gunakan bukanlah
anggur berkadar alcohol tinggi sehingga dapat memabukkan orang yang meminumnya.
Anggur itu adalah sari buah anggur baik yang segar maupun yang disimpan. Pada
umumnya mereka menyajikan anggur dicampur dengan air. Apabila sari buah anggur
itu disimpan lama dan mengalami permentasi maka komposisi campuran airnya akan
lebih banyak. Hal ini dimaksudkan agar si peminum terhindar dari mabuk. Anggur
permentasi yang mengandung alcohol tinggi
menurut Talmud tidak boleh disajikan.
Anggur merupakan salah satu unsur utama dalam
sebuah jamuan pesta. Anggur melambangkan unsur dan pembangkit sukacita, curahan
berkat dan kemakmuran. Kehabisan anggur menandakan ketiadaan berkat dan hal itu
pasti sangat memalukan. Sama seperti dalam budaya kita, kehabisan makanan dalam
sebuah pesta perkawinan merupakan aib. Dalam pesta itu ternyata hal yang
penting itu habis. Tentu ada pelbagai sebab mengapa air anggur itu tidak cukup.
Bisa jadi tuan rumah tidak punya cukup uang untuk menyediakan anggur karena
mereka keluarga sederhana. Sangat mungkin juga pengunjung pesta itu di luar
dugaan. Atau bisa jadi para pengunjung pesta itu mengambil anggur berlebihan.
Yang jelas faktanya sekarang anggur itu habis! Maria, tentu tidak ingin kerabatnya
menjadi malu. Pastilah saat itu Maria juga kebingungan kepada siapa ia harus
minta tolong. Yusuf, suaminya tidak disebutkan ada di sana. Kini harapannya
hanya pada anaknya, Yesus!
Sang ibu bersama tuan rumah sedang kebingungan,
andalan satu-satunya sekarang adalah Yesus. Ia memohon kepada-Nya, “Mereka kehabisan anggur!” Namun,
dijawab, “Mau apakah engkau dari pada-Ku,
ibu? Saat-Ku belum tiba.” Terjemahan yang paling mendekati, “Hai wanita, mau apakah engkau daripada-Ku? Saat-Ku
belum tiba.” Kita dapat membayangkan, “Koq
kasar amat sih.” Atau “Ini anak
sombong sekali!” Dalam konteks social waktu itu, sebutan “wanita” bukanlah
sebutan yang kasar dan tidak hormat. Namun demikian, sebagai sebutan untuk ibu
oleh seorang anak, cara ini memang tidak lazim. Ketidaklaziman bertambah lagi
ketika Yesus memakai sebuah formula yang biasanya dipakai untuk dua orang yang
sedang adu mulut, “Mau apa engkau?”
Ungkapan ini kasar dan dalam budaya Semit menandakan penolakan. Dengan demikian
kita bisa menyimpulkan bahwa Yesus menolak permintaan Maria. Apa yang akan Anda
lakukan kalau permintaan Anda ditolak oleh sang anak padahal Anda tahu bahwa ia
sanggup melakukannya? Saya jamin kalau tidak marah Anda pasti kecewa dan ngedumel.
Berbeda dengan kebanyakan orang, Maria jauh dari
marah dan kecewa. Ia memahami perkataan anak-Nya bahwa saatnya belum tiba.
Saatnya belum tiba Yesus menampilkan tanda-tanda ajaib di hadapan public. Maria harus juga turut menantikan saat –Nya itu.
Tetapi ia melihat ada sebuah pengharapan dalam jawaban sang Anak. Maria yakin
bahwa saat itu akan tiba. Oleh karena itu ia berpesan kepada para pelayan, “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!”
Ternyata, entah apa alasannya, Yesus memberi perintah kepada para pelayan untuk
mengisi tempayan dengan air sampai penuh. Mungkin saja para pelayan itu tidak
mengerti apa yang diperintahkan Yesus. Namun, mereka menaati saja apa yang
diperintahkan oleh Maria.
Tempayan air merupakan alat kelengkapan ritual
pembasuhan. Orang akan mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dengan air dari
tempayan itu. Tempayan itu ada enam dan masing-masing berisi dua atau tiga
gayung. Satu gayung berisi sekitar 40 liter, jadi satu tempayan diperkirakan
berisi 80 – 120 liter. Sebuah jumlah yang cukup banyak. Setelah semuanya
terisi, Yesus meminta sang pemimpin pesta untuk mencicipinya. “Setiap orang menghidangkan anggur yang baik
dahulu dan sesudah orang puas meminum, barulah yang kurang baik; akan tetapi
engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.” Komentar sang pemimpin
pesta. Di tengah-tengah kecemasan ternyata Yesus mampu memberikan anggur itu
dalam kelimpahan. Baik pemimpin pesta dan mempelai tidak mengetahu asal-usul
anggur yang baik itu. Hanya Maria dan para pelayan yang mengerti. Peristiwa ini
disebutkan sebagai tanda yang pertama yang dilakukan Yesus.
Kita juga dapat kehabisan “anggur”. Tempayan kita
kosong! Kantong kita kosong, usaha seret, kita kehilangan sukacita, ketiadaan
pengharapan dan kita bisa menjadi bahan olok-olokan orang lain. Tentu ada
banyak penyebab mengapa tempayan kita kosong. Bisa karena keteledoran kita.
Sangat mungkin disebabkan oleh tekanan dan penindasan dari orang lain. Atau
itulah salib yang harus kita pikul. Dalam kondisi seperti ini, masih adakah
yang dapat kita andalkan? Tentu! Lalu bagaimana caranya?
1. Belajar
dari Maria. Maria
menaruh pengharapan kepada Yesus. Ia memohon Yesus melakukan sesuatu. Di balik
permohonan dan doa, kita harus sadar bahwa jawaban doa itu tidak selamanya
langsung terjadi. Biasanya dalam keadaan bermasalah kita menghendaki
pertolongan itu datang dengan segera. Perhatian kita pada diri sendiri.
Seolah-olah kitalah yang paling bermasalah dan menderita. Yesus menjawab kepada
Maria bahwa saatnya belum tiba.
Belajar dari Maria berarti belajar sabar
dan menahan diri sekaligus percaya bahwa Tuhan memberikan pertolongan tepat
pada waktunya. Tidak pernah terlambat tetapi juga tidak terlalu cepat. Mungkin
saja jawaban Tuhan mengecewakan, tidak sesuai dengan apa yang kita maui. Kalau
kita merasa kecewa dengan jawaban Tuhan, coba bandingkan dengan jawaban yang
diterima oleh Maria. Bukankah lebih menyakitkan?
2. Setia
melakukan perintah-Nya.
Di tengah penolakkan Yesus, Maria tetap percaya maka ia memerintahkan agar para
pelayan melakukan apa saja yang diperintahkan Yesus. Mujizat itu sulit terwujud
kalau saja para pelayan itu membantah dan tidak mau mengerjakan perintah Yesus.
Mungkin saja kita juga tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Namun, membantah
dan tidak mau mengerjakan kehendak Tuhan pasti akan memperburuk keadaan.
Kerjakan saja apa yang dikehendaki-Nya, pasti di ujungnya kita akan mengerti
bahwa Tuhan akan mengisi “tempayan” kita.
3.
Jadikan
hidup Anda berkat bagi orang lain. Anggur dalam perjamuan itu telah menjadi sukacita
baik bagi mempelai maupun tamu yang datang.
Ketika Tuhan memenuhi tempayan kita mestinya bukan untuk diminum sendiri
– bisa mabuk! Bagikanlah kepada banyak orang agar mereka juga memulikan Dia!
Penulis Injil Yohanes menutup kisah air menjadi anggur
dengan menyatakan bahwa itulah yang pertama dari tanda-tanda yang dilakukan
Yesus. Tanda berfungsi untuk menunjuk legitimasi kepada si pembuat-Nya. Seperti
tanda lalu-lintas, ia berfungsi mengarahkan orang sampai ke tempat tujuan.
Tidak pernah orang berhenti di hadapan tanda itu, memegangi dan memeluknya.
Tanda diperlukan bagi orang untuk percaya. Namun, pada akhirnya, kita
harus meninggalkan tanda itu untuk
menuju kepada si pembuat tanda, Yesus. Pada akhirnya perjumpaan dengan Si
Pembuat tanda merupakan tujuan sebenarnya! Ketika pengalaman ini terjadi,
tempayan itu tidak lagi merupakan hal yang utama.