Orang Majus mendapat pesan lewat mimpi dan melihat
bintang sebagai petunjuk kelahiran Sang Mesias harus menempuh perjalanan jauh
untuk berjumpa dengan-Nya. Bisa setahun
atau lebih. Oleh sebab itu perjumpaan para Majus dengan Sang Mesias tidak lagi
di tempat hewan ternak, melainkan sudah berada di rumah. Maka di Matius 2:11
dikatakan, “Maka masuklah mereka ke dalam
rumah itu dan melihat ANak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia…”
Sayangnya dalam drama-drama
Natal menggabungkannya bersamaan dengan kunjungan para gembala sehingga
pesannya menjadi tumpang-tindih.
Kunjungan para gembala lebih dekat dengan
peristiwa kelahiran itu. Setidaknya, petunjuk kain lampin dan palungan
menunjukkan itu. Peristiwa kelahiran Yesus dicatat Lukas 2:1-7. Berita itu
disampaikan Malaikat kepada para gembala. Segera sesudah itu mereka mengikuti
petunjuk Malaikat, mereka berjumpa dengan Sang Mesias itu. Hal ini menunjukkan
bahwa jarak antara para gembala yang sedang menggembalakan kambing domba bisa ditempuh dalam hitungan jam atau
hari. Tidak seperti para Majus dari Timur yang menghabiskan waktu
berbulan-bulan. Banyak yang menduga bahwa para gembala itu adalah mereka yang
terdapat di sekitar Yerusalem, yang berjarak sekitar 8 km saja. Mereka menggembalakan domba untuk
keperluan kultus ibadah di Bait Suci Yerusalem.
Sejak lama orang bertanya tentang gembala, mengapa
mereka yang pertama mendapat berita sukacita Natal? Mengapa pula mereka yang
kemudian menjadi saksi kelahiran itu? Selanjutnya orang menghubungkannya
dengan sifat, karakter dan asumsi
gembala menurut tradisi kitab suci yang memberi kesan begitu positif terhadap
gembala. Musa dan Daud sebelum dipakai Tuhan memimpin umat-Nya adalah seorang
gembala. Mazmur 23 begitu rupa menggubah himne tentang gembala. Dan Yohanes 10
menyebutkan bahwa Yesus adalah Gembala yang baik. Lengkap sudah citra bahwa
gembala adalah seorang yang baik!
Tetapi di kalangan orang Yahudi, setidaknya pada
zaman kelahiran Yesus para gembala tidak populer. Mereka cenderung dilihat
sebagai orang-orang kasar yang tidak mengindahkan kaidah dan syareat agama. Di
daerah-daerah yang kekurangan air, mereka mengabaikan pembasuhan-pembasuhan
yang diwajibkan dalam peraturan agama. Dalam mencari sumber-sumber makanan bagi
domba-domba, mereka kerap kali bertikai, berebut lahan. Terkadang karena
kekeringan, sulit mendapatkan padang rumput, mereka membawa domba-bomba itu ke lading
milik orang. Jadi para imam Yahudi menganggap mereka tidak bisa dipercaya
hingga, andaikata pun mereka melihat sebuah kejadian perkara, mereka tidak
diperbolehkan menjadi saksi di pengadilan. Pertanyaannya, apakah
gembala-gembala yang disebutkan dalam Lukas 2:8 ini, adalah mereka yang
mempunyai karakter berbeda? Apakah mereka ini adalah orang-orang yang
benar-benar merindukan kelahiran Sang Mesias, seperti Zakharia dan Elisabet
atau Simeon dan Hana? Bisa saja mereka lebih baik dari para gembala yang ada.
Namun, yang lebih logis, mereka sama dengan kebanyakan para gembala yang
mendapat cap negative dari kalangan ulama.
Sama seperti Kristus lahir di tempat
peristirahatan ternak, bukan di istana. Tampaknya peran para gembala sejajar
dengan itu. Bukan saksi terpelajar dan
dianggap kredibel yang dipakai TUHAN. Namun, para gembala yang miskin dan hina;
dan orang-orang ini tidak masuk hitungan, yang menurut aturan imam-imam Yahudi
tidak boleh bertindak sebagai saksi di depan pengadilan, merekalah yang dipakai
TUHAN menjadi saksi pertama dari Kristus!
Para gembala yang marjinal secara ekonomi dan
martabat itu mendengar kabar gembira. Kabar itu bukan tentang pemberian hadiah
oleh majikan mereka, atau berubahnya status dari gembala kepada pemilik domba.
Tetapi “Jangan takut…!” (Lukas 2:10)
Selanjutnya diungkapkan oleh malaikan alasan untuk tidak menjadi takut itu. Ada
3 alasan yang terungkap dalam Lukas 3:10. Pertama,
“memberitakan” kata ini terjemahan dari euangelion
atau Injil, artinya: “Aku memberitakan Injil” (Kabar Baik). Selanjutnya kata
itu dicirikan oleh kata penting kedua,
“kesukaan besar”. Dengan kalimat sederhana malaikat itu seolah mau mengatakan, “Dengar
baik-baik hai para gembala, sebab kabar itu akan berisi kesukaan besar; dan
adakah yang lebih berharga daripada kegirangan yang sejati?” Dan sukacita itu tidak hanya terbatas
kepada para gembala itu saja, tetapi menurut kata penting ketiga diperuntukkan bagi “seluruh bangsa”. Ungkapan ini berarti :
untuk seluruh bangsa Israel. Benarkah Sang Mesias itu hanya untuk bangsa
Israel? Bila kita lihat, Lukas menulis ini dalam Bahasa Aram, pada zaman itu
adalah Bahasa rakyat, Bahasa pergaulan di Palestina. Maka artinya dapat menjadi
luas. Sebab tema pokok yang menjadi pusat penulisan Injil Lukas adalah
berkembangnya keselamatan dari kaum Yahudi kepada dunia bangsa-bangsa. Lukas
kemudian mengungkapkan bahwa Subyek kabar baik itu adalah Yesus, dengan tiga
gelar : Juruselamat, Kristus dan Tuhan (ayat 11).
Tanpa menunggu waktu lama, dengan keyakinan utusan
Tuhan telah berbicara kepada mereka, kini mereka cepat-cepat pergi untuk
menyambut sang Mesias itu. Mungkin di sini kita perlu melihat bahwa para
gembala itu pergi bukan untuk
membuktikan kebenaran perkataan utusan Tuhan itu, melainkan mereka segera pergi
ke sana
untuk menyambut dan menjadi saksi atas kelahiran Itu! Terbukti ketika mereka
tiba di sana, mereka menceritakan apa yang sudah didengar dari Malaikat!
Peran gembala di sini sangat penting. Kelahiran –
yang tidak usah didramatisir dan bisa terjadi pada siapa saja pada saat seorang
perempuan hamil tua tidak mendapat tempat – biasa menjadi luar biasa oleh karena apa yang diucapkan
para gembala. Merekalah yang pertama membuka tabir di hadapan umum. “Dan ketika mereka melihat-Nya, mereka
memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu. Dan
semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala
itu kepada mereka.” (Lukas 2:17,18). Menjadi jelaslah bahwa peristiwa kelahiran
Yesus bukan di kandang terpencil, melainkan di sana sudah ada banyak orang.
Bisa saja ada yang langsung percaya dengan perkataan para gembala, mungkin juga
ada yang masih bingung, atau bahkan tidak
percaya sama sekali. Sikap ini adalah cerminan di sepanjang zaman.
Di sinilah peran para gembala menjadi luar biasa.
Tuhan memakai mereka dari orang dengan ekomomi dan martabat yang dipandang
rendah menjadi saksi kunci kelahiran
Mesias. Bukankah dengan cara yang sama di kemudian hari Tuhan memakai orang-orang
sederhana untuk menjadi saksi-Nya?
Bercermin dari gembala, Tuhan dapat memakai kita
yang sederhana untuk menjalankan misi-Nya yang luar biasa. Namun, sayangnya
sering kali kita terlalu banyak berhitung. Para gembala yang mendapatkan kasih
karunia dan kabar gembira dari Tuhan, mereka langsung menyambut dengan
sukacita. Mereka tidak lagi kuatir akan domba-domba yang digembalakannya atau
harta milik mereka sementara menyambut Sang Mesias. Kita sering memberatkan apa
yang menjadi milik kita (meskipun sesungguhnya bukan milik kita) untuk
mendahulukan kepentingan-Nya. Bahkan kita kebalikan dari para gembala itu;
mengambil keuntungan dari apa yang disebut pelayanan!
Ada sebuah perubahan besar pada para gembala
setelah mereka menyambut dan bersaksi tentang Mesias. Mereka tidak terus berlama-lama
di sana tetapi kembali ke dalam tugasnya, namun kini dengan bersukacita.
Bisakah kita juga mengalami perubahan? Mungkin kehidupan ekonomi dan karier
kita tidak berubah; sama seperti para gembala juga tidak berubah langsung jadi
juragan domba. Tetapi ada sukacita besar. Ketika kita mengalami perjumpaan
dengan Sang Mesias, percaya dan mempercayakan diri kepada-Nya, pasti kita juga
memiliki sukacita seperti yang dirasakan oleh para gembala itu.
Kini, kalau pada natal tahun ini tema kita tentang
Hidup benar dalam belarasa Allah
dengan mencontoh para gembala itu berarti percaya kepada kabar baik itu,
menyambut dengan hati bersyukur dan kemudian meneruskan sukacita itu kepada
setiap orang.