Bagaimana perasaan Anda ketika berhadapan dengan situasi genting, pada saat bersamaan ada orang yang Anda tahu mempunyai kapasitas atau kompetensi untuk dapat menolong. Anda meminta dengan sangat agar orang tersebut dapat membantu kesulitan Anda dalam kegentingan itu. Umpamanya, anak Anda tercebur dalam kolam renang orang dewasa. Anak Anda sama sekali tidak bisa berenang. Di sekitar Anda ada seorang pelatih renang dan Anda berteriak sambil menangis agar sang pelatih itu menyelamatkan anak Anda. Namun, si pelatih itu diam dan berkata, “Biarkan dulu, kita tunggu sebentar!” Bagaimana tanggapan dan reaksi Anda?
Banyak orang lepas kendali: kecewa, marah, bahkan memusuhi orang yang mestinya bisa diandalkan dalam saat-saat tersulit hidupnya, tetapi memilih diam. Berapa banyak orang yang kecewa pada dokter dan rumah sakit ketika mereka berharap orang yang dicintai segera ditolong, namun terlalu lama untuk dapat ditangani? Lalu, orang-orang tersebut menganggap rumah sakit dan dokter itu jelek, tidak punya hati dan seterusnya!
Apakah Yesus tidak punya hati ketika saat genting Ia tidak menanggapi positif permintaan ibu-Nya? Saat genting ketika dalam sebuah pesta perkawinan Yahudi mereka kehabisan anggur. Sang empunya kenduri tentu akan dipermalukan ketika hal utama dalam sebuah pesta itu habis, padahal acara pesta masih sangat panjang. Ya, lazimnya pesta perkawinan Yahudi pada masa itu digelar selama seminggu dengan banyak sekali undangan.
Maria, ibu Yesus menyadari bahwa kerabatnya yang sedang merayakan pesta perkawinan dalam masalah serius. Wajar, dengan pengalaman sejak kelahiran dan sampai dewasa ada banyak tanda-tanda ajaib yang terjadi dalam diri anaknya, maka Maria meminta pertolongan dari Yesus. Mungkin saja dalam benaknya, Maria berpikir, inilah saatnya yang tepat, melalui Yesus dapat berkontribusi dalam keadaan yang gawat ini. Maka dengan tidak segan Maria berkata kepada Yesus, “Mereka kehabisan anggur!” (Yohanes 2:3). Jelas, dalam konteks kegentingan ini, Maria bermaksud agar Yesus melakukan sesuatu untuk mengatasi kehabisan anggur itu.
“Mau apakah engkau dari Aku, ibu? Saat-Ku belum tiba!” (Yohanes 2:4). Siapa pun yang mencoba menangkap dengan halus jawaban Yesus kepada ibu-Nya, tetap saja ini bentuk penolakan. Idiom bahasa Ibrani atau Aram ini mengandung penolakan tegas. Kalimat ini sejajar dengan tanggapan Nabi Elia kepada Raja Yoram, “Apakah urusanku dengan engkau?” (2 Raja-raja 3:13). Yesus terkesan menolak diri-Nya dilibatkan dalam pemecahan masalah anggur.
Sekarang, Anda berada pada posisi Maria. Bagaimana perasaan Anda dan apa yang akan Anda lakukan? Saya kira Anda bisa menjawabnya sendiri. Banyak orang ketika berada pada posisi Maria, merasa punya hubungan dekat dengan Tuhan dan sedang dalam keadaan tekanan berat, genting dan berbahaya, lalu berdoa dan berseru kepada Tuhan. Dapatkah Anda punya keyakinan seperti pemazmur, “Ya TUHAN, kasih-Mu sampai ke langit, kesetian-Mu sampai ke awan…” (Mazmur 36:6).
Nyatanya, Anda bergulat sendiri. Tuhan sepertinya diam dan tidak peduli! Benarkah Tuhan diam dan tidak peduli dengan urusan Anda? Meski menolak dan tampak kasar jawaban Yesus terhadap permintaan ibu-Nya, Maria tidak seperti kebanyakan orang yang mudah marah, kecewa dan meninggalkan imannya ketika menghadapi pergumulan dan penolakan. Maria, dalam Injil Yohanes adalah sosok manusia pertama yang tetap percaya dan berpikir positif meski diperhadapkan dengan penolakan. Keyakinannya tetap teguh, sikap positif dan percayanya itu dinyatakan kepada para pelayan, “Apa yang dikatakan-Nya kepadamu, lakukanlah itu!” (Yohanes 2:5).
Perhatikan apa yang diperbuat Maria. Sikap percaya dan positif terhadap Yesus ia tularkan kepada para pelayan itu. Kita tidak mungkin bisa meneruskan dan menurunalihkan iman, tanpa kita sendiri punya sikap iman yang benar.
Yesus yang semula terlihat menolak, seolah tidak peduli dengan urusan kegentingan pesta perkawinan, ternyata Dia memberi solusi. Di sini kita melihat bahwa Yesuslah yang punya “kendali”. “Saat-Ku belum tiba”, bisa saja ditafsirkan jauh ke depan pada saat nanti peristiwa salib yang akan menyatakan kemuliaan-Nya. Namun, dalam momen ini kita bisa memahaminya, bahwa saat yang dilihat Maria dan juga tuan rumah pesta, tidak sama seperti momentum tepat yang dilihat Yesus. Bisa jadi dalam urusan pergumulan dan kegentingan Anda inilah momentum yang paling tepat Tuhan mengangkat dan menolong Anda. Anda seperti orang yang akan tenggelam, dengan meronta dan tangan ke atas mencari apa saja yang dapat dipegang. Koq, Tuhan tidak ada, dan aku dibiarkan-Nya sendiri!
Pelatih renang itu bukan tidak peduli. Ia mengamati sampai berapa lama anak yang nyaris tenggelam itu berhenti meronta. Dan, benar saja pada saat yang tepat, sang pelatih itu dengan sigap nyebur masuk kolam dan berhasil menyelamatkan anak itu. Anda pasti tahu, mengapa seolah sang pelatih itu menunda pertolongan. Ya, tepat! Supaya penyelamatan itu efektif! Barang kali hal ini sama seperti umat Tuhan yang lama di buang ke Babel. Tujuh puluh tahun! Tentu saja mereka menjerit, meronta, dan memohon pertolongan Tuhan. Pada waktunya, Tuhan memulihkan mereka. Berita yang dibawa Nabi Yesaya adalah berita pemulihan. sesungguhnya Tuhan ingin umat itu bersinar memancarkan kebenaran, menyala seperti suluh. Allah yang sepertinya tinggal diam, ternyata sedang merancangkan keselamatan yang besar. Umat itu dipulihkan, mereka tidak lagi seperti perempuan yang ditinggalkan suaminya!
Kita kembali ke pesta pernikahan, jangan lama-lama nanti hidangannya keburu dingin! Kini, saya ajak Anda pada posisi para pelayan. Tampaknya pelayan sudah terpapar oleh virus positif dari Maria sehingga mereka benar-benar melakukan tepat seperti apa yang dikatakan Maria. Mereka mengisi enam tempayan yang masing-masing berisi delapan puluh sampai seratus dua pulih liter air. Tempayan atau gentong-gentong ini lazim ada di sana untuk keperluan pembasuhan kaki. Ya, sebelum masuk rumah, kaki yang berdebu harus dibasuh lebih dahulu. Terbayangkah mereka mencari air ratusan liter agar semua gentong itu penuh? Mudahkah mencari air sebanyak itu? Benar mereka hanya pelayan yang harus menurut pada majikan atau kerabatnya, namun setidaknya mereka juga bertanya dalam hatinya. Mungkin persediaan air harus lebih banyak karena akan ada lebih banyak tamu yang datang, dan mereka harus membasuh kaki mereka masing-masing. Sama sekali tidak terpikir bahwa air itu adalah solusi untuk kegentingan yang dihadapi oleh sang empunya pesta!
Sesudah semua gentong itu penuh, Yesus memerintahkan pada pelayan itu untuk mencedok dan membawanya kepada pemimpin pesta. Apakah saat itu air sudah berubah menjadi anggur atau belum? Tidak ada yang tahu! Sekali lagi saya mengajak Anda pada posisi pelayan. Apakah Anda tidak berpikir bahwa ini adalah tindakan konyol? Gentong untuk membasuh kaki lazim diisi air biasa. Sesudah penuh, lalu diminta dicedok dan dikasih tunjuk kepada pemimpin pesta. Seolah-olah kekonyolan dalam menghadapi saat genting. Namun, si pelayan itu berhasil mengesampingkan semua anggapan negatif. Dan, ia melakukanya tepat seperti apa yang dikatakan Maria!
Bisa jadi Anda merasa sendiri, dan Tuhan tidak peduli ketika menghadapi situasi genting. Mungkin juga Anda merasa tidak ada jawaban dari Tuhan untuk masalah Anda. Belajar dari Maria, bersikaplah positif bahwa Tuhan pasti punya rencana dan waktu yang tepat. Ia tidak akan membiarkanmu bergulat dan bergumul sendiri. Ia pasti menolong! Belajar dari pelayan, lakukan saja apa yang Tuhan mau, jangan pernah malu atau merasa konyol. Selama Anda melakukan dan hidup berjalan dalam kehendak-Nya, nantikanlah Anda akan melihat sebuah kemuliaan yang mendatangkan sukacita. Sukacita dalam kehidupanmu yang tidak akan pernah berhenti, seperti sukacita anggur dalam perjamuan kawin!
Jakarta, 16 Januari 2025. Minggu II Sesudah Epifani, tahun C