Tema Natal di
GKI Mangga Besar tahun 2016 ini adalah “Natal Yang Manis.” Mendengar kata “Manis”,
kebanyak dari kita mungkin menghubungkannya dengan gula. Benar, gula adalah
materi sumber rasa manis. Gula juga sebagai salah satu sumber kalori yang
tentunya diperlukan oleh tubuh kita. Dalam batas tertentu, gula bermanfaat bagi
tubuh kita. Namun, belakangan ini para ahli kesehatan menengarai bahwa selain
sumber kalori dan pemberi cita rasa manis, ternyata dalam gula juga tersembunyi
potensi bahaya. Antara lain dapat menjadi penyebab dari obesitas atau kelebihan
berat badan yang selanjutnya dapat memicu sakit gula atau diabetes yang
berpotensi merusak organ-organ vital dalam tubuh kita, seperti Jantung, lever,
pankreas, ginjal, selaput otak dan yang lainnya.
“Natal Yang
Manis”. Sangat mungkin banyak orang menafsirkan kalimat tema ini, Natal seperti
menikmati manisnya gula. Banyangkan pada saat menjelang Natal, ada banyak pesta
diskon, para pengunjung mall atau super market dimanjakan dengan pelbagai ornament
atau hiasan Natal yang serba gemerlap. Kita menyiapkan kado atau hadiah untuk
anak-anak dan orang-orang yang kita sayangi, pesta dan perayaan digelar dengan mewah.
Semua berlangsung dengan kemeriahan. Manis memang! Namun, tanpa sadar kita telah
menjadikan Natal bak mengkonsumsi gula yang berlebihan. Kita dimanjakan dengan
pesta diskon dan membanjirnya barang-barang yang kita pandang murah. Di luar
dugaan hal itu menggiring kita kepada sebuah tren yang dinamakan budaya
konsumtif. Mendompleng Natal, banyak produsen dan penjual mempercantik etalase mereka
dan katanya menurunkan harga. Kita tergoda untuk membeli, padahal bisa saja
sesampainya di rumah barang-barang yang kita beli tidaklah terlalu diperlukan.
Selanjutnya hanya mengisi dan memenuhi rumah kita yang semakin sumpek!
Anak-anak
diberikan baju baru dan hadiah-hadiah yang menarik. Benar, memberikan sesuatu
untuk menyenangkan buah hati kita tentu tidaklah salah. Namun, lagi-lagi kita
tidak menyadari di balik itu tersimpan bahaya yang dapat merusak mentalitas
mereka. Mentalitas yang selalu ingin diberi dan diperhatikan. Hal ini tentu
terbalik dengan apa yang Tuhan Yesus ajarkan, bahwa Ia datang untuk melayani
dan bukan dilayani; Ia datang untuk memperhatikan dan memberi bukan sebaliknya!
Lalu kalau
begitu apa artinya “Natal Yang Manis” itu? Manis tidak selalu identik dengan
gula. Manis dapat berarti kelepasan atau kelegaan dari pelbagai peristiwa hidup
yang menyesakkan. Seorang anak yang dibesarkan dalam keterbatasan ekonomi, ia
harus berjuang untuk bertahan hidup namun punya tekad untuk terus sekolah dan
menggapai cita-cita. Ia membuang rasa malu ketika harus menjajakan kue sambil
bersekolah. Setiap hari harus bercucuran peluh di tengah kelelahan. Ia belajar
dalam segala keterbatasan ruang dan waktu, dan akhirnya dapat menyelesaikan
bangku kuliahnya dengan predikat cumlaude!
Kini, ia menjabat sebagai salah seorang direktur BUMN ternama. Itulah
perjuangan yang manis! Ada sukacita dan kebahagiaan.
Lalu di manakah
kebahagiaan dan sukacita Natal itu? Jelas bukan dengan meriahnya pesta diskon dan
kado-kado Natal! Ketika kita mencoba meminjam catatan Injil tentang peristiwa
kelahiran Yesus Kristus – yang kemudian kita sebut Natal itu. Di malam Yesus
lahir, dunia terasa pekat dan kelam setidaknya bagi umat Israel. Mengapa?
Mereka sedang dalam penderitaan. Dari sisi spiritual, penderitaan itu akibat
krisis moral dari bangsa itu, diperparah dengan penjajahan oleh bangsa Romawi.
Kekaisaran Romawi mewajibkan semua orang yang tinggal di wilayah jajahan mereka
untuk melakukan sensus kependudukan yang ujungnya adalah untuk penghitungan
pajak per kepala yang harus disetor ke koloni Romawi. Malam itu Yusuf dan Maria
yang sedang mengandung memenuhi panggilan sensus di kota leluhur mereka,
Betlehem. Waktu bersalin tidak mengenal kompromi. Sialnya, semua tempat penuh dan
mereka tidak kebagian ruang yang layak bahkan untuk meletakan kepala mereka pun
tidak ada, apalagi untuk melahirkan. DI tempat perhentian para musafir
bersama-sama hewan-hewan mereka, di situlah Yusuf dan Maria berteduh dan
bermalam.
Malam itu juga
Sang Bayi mungil lahir. Di tengah campur aduknya kepanikan, sakit bersalin,
sukacita menyambut lahirnya Sang Bayi, adalah para gembala datang dan
memberitahukan apa yang telah mereka dengar dari Malaikat Tuhan bahwa, “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat,
yaitu Kristus, Tuhan di kota Daud.” (Luk.2:11). Jadi dapat kita simpulkan, para gembalah yang
pertama-tama mengatakan bahwa bayi itu adalah Juruselamat, Kristus (artinya:
Mesias) dan Tuhan. Sungguh luar biasa, gembala yang sering kali tidak
dipercaya, mereka kasta terendah dalam strata sosial Yahudi. Namun dipakai
Allah untuk menyatakan kepada dunia tentang Mesias yang baru dilahirkan. Mesias
yang telah dinanti-nantikan sejak zaman para nabi.
Tidak ada yang
kebetulan. Mesias lahir di tengah penderitaan umat Allah, di tempat yang tidak
layak dan disaksikan oleh para gembala yang sering kali dipandang rendah. Dalam
suasana inilah bergema kabar baik itu. “Jangan
takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk
seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan
di kota Daud.” (Lukas 2:10-11). Ternyatan di tengah kesederhaan dan
kepapan, Sang Mesias menjawab kebutuhan yang paling fundamental, yakni
ketakutan. Itulah kabar baik, kabar yang manis!
Menarik bukan?
Natal yang manis ternyata bukan seperti gula. Yesus lahir dan hadir dalam dunia
yang sedang kemelut. Ia membawa kelepasan dan kelegaan bagi orang-orang yang
sedang menantikan-Nya. Natal yang manis dan indah pun dapat kita alami. Bisa
saja saat ini kehidupan kita sedang pahit-getir atau penuh kemelut.
Persiapkanlah hati kita, bukalah selebar-lebarnya sebagai palungan untuk
kehadiran-Nya. Tidak ada tempat yang terlalu hina untuk kehadiran-Nya, karena
tempat yang disebut hina dan rendah pun telah Ia singgahi.
Lihatlah para
gembala. Apa yang terjadi dengan mereka setelah berjumpa dengan Mesias? Apakah
stigma negative dari kalangan borjuis segera berubah menjadi penghargaan?
Ternyata tidak mereka tetap saja dipandang sebagai orang-orang rendah yang
tidak diakui kesaksiannya dalam perkara hukum. Mereka tetap saja cap sebagai
orang-orang yang kurang punya etiket. Setelah perjumpaan dengan Kristus, status
mereka tidak berubah menjadi pengusaha atau konglomeret domba. Tidak! Namun,
ada perubahan mendasar dalam spiritual mereka: “Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah
karena segala-sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai
dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka.” (Lukas 2:20). Mereka
pulang. Mereka kembali menjadi gembala. Namun, mereka kini bersukacita: memuji
dan memuliakan Allah! Setiap orang yang telah mengalami perjumpaan dengan Sang
Mesias dan menjadikan hati mereka bagaikan palungan bagi Sang Mesias itu
pastilah akan mengubah spiritualitasnya. Bisa saja kehidupan dan pergumulan
yang dihadapi mereka tetap ada, namun kini tidak ditanggapi sebagai hal yang
menakutkan, karena ketakutan itu telah dijawab dengan kehadiran-Nya. Dia hadir
menjadi sumber sukacita. Itulah Natal yang manis!
Di lain pihak,
bagi kita yang dilimpahi Tuhan dengan anugerah dan berkat. Natal yang manis
dapat mendorong kita untuk lebih lagi menjadi berkat bagi sesama yang sedang
membutuhkan. Kelahiran Sang Mesias akan mengubah prilaku egoisme dan egosentrisme
menjadi prilaku peduli terhadap sesama manusia yang menderita. Bukankah Natal
itu adalah wujud dari kepedulian Allah terhadap penderitaan manusia yang
disebabkan oleh dosa. Maka semestinya, kita yang percaya kepada Allah yang
peduli, Allah yang berbelarasa itu akan meneruskan kepedulian dan belarasa
Allah itu dalam kehidupan kita. Adalah hal aneh, jika kita percaya bahwa Allah
begitu peduli terhadap penderitaan manusia,
namun kita yang menyembah-Nya menahan belas kasih itu terhadap sesama
manusia.
Kehidupan kita
akan menjadi semakin manis apabila mengulurkan tangan seluas-luasnya bagi
mereka yang membutuhkan pertolongan. Bukankah adalah lebih berbahagia atau
lebih meanis orang yang memberi dengan sukacita ketimbang yang menerima. Ah,
jika ini terjadi maka Natal kali ini adalah Natal yang benar-benar manis!
Selamat merayakan Natal dan menyongsong Tahun Baru, Tuhan memberkati!