Beberapa setelah
pagi-pagi buta yang mengejutkan telah berlalu. Ketika Maria Magdalena pergi ke
kubur Yesus dan mendapati kubur itu kosong lalu memberi kabar kepada Petrus dan
murid yang dikasihi. Sedikit-demi sedikit tabir misteri itu terjawab. Jasad Yesus
tidak ada dalam kubur-Nya bukan dicuri orang. Ia sudah bangkit! Bukankah seharusnya,
para murid merayakannya dengan antusias; sorak-sorai penuh kemenangan?. Namun,
mengapa mereka masih mengunci diri dalam ruangan (Yohanes 20:19-23)? Kalau mereka masih dalam
keadaan shock, apakah waktu duabelas
jam tidak cukup untuk memulihkan diri? Ataukah mereka masih memerlukan lebih
banyak lagi waktu untuk meyakini bahwa Yesus benar-benar telah bangkit?
Barangkali benarlah apa yang pernah dikatakan Yesus kepada para murid yang
menemani-Nya ketika bergumul di tanam Getsemani, “…roh memang penurut, tetapi daging lemah.” (Mark 14:38). Mereka
begitu lemah!
Pintu-pintu
terkunci! Apa yang menyebabkan orang mengunci diri dalam ruangan? Tentu, ada
banyak alasan. Biasanya orang mengunci diri dalam suatu ruangan oleh karena menginginkan privasi. Ada sesuatu yang
sedang dan tidak menginginkan orang lain tahu. Alasan lain, tidak mau diganggu
oleh orang lain. Kita beristirahat atau tidur, biasanya mengunci pintu kamar
kita. Maksudnya agar memperoleh ketenangan dan beristirahat. Bisa jadi,
seseorang mengurung diri dengan pintu yang terkunci adalah bentuk pelarian diri,
takut dan kemudian bersembunyi. Para murid mengunci diri setelah peristiwa
kematian Sang Guru mereka, meski kabar kebangkitan itu mulai nyata terlihat.
Mungkin kita bisa memakluminya bahwa meskipun mereka tahu kebangkitan itu telah
terjadi, namun sepertinya mereka masih dikuasai oleh ketakutan terhadap
orang-orang yang telah menganiaya dan membunuh Yesus. Mungkin, juga mereka
tidak lagi tahu apa yang harus diperbuat dan berpikir: Mengapa Yesus yang sudah
bangkit itu koq tidak mau bergabung
bersama-sama mereka lagi seperti dulu sebelum pembunuhan itu terjadi?
Pintu-pintu yang
terkunci itu ternyata tidak dapat menghalangi Yesus. Ia mampu menembusnya dan
berada di tengah-tengah mereka. “Damai
sejahtera bagi kamu!” Sapaan itulah yang pertama kali diucapkan Yesus. Apa
itu damai sejahtera? Banyak orang
telah mendefinisikan dan menguraiankan tentang kata yang berasal dari syalom (Ibr) dan eirene (Yun) itu. Bila kita cermati, semua definisi itu akhirnya
bermuara agar orang yang kepadanya ucapan itu ditujukan mengalami segala
kebaikan dan anugerah dari TUHAN: Damai sejahtera bagi yang kelaparan itu
berarti tersedianya makanan. Damai sejahtera bagi yang sedang bermusuhan, itu
berarti kini ada perdamaian. Damai sejahtera bagi yang bodoh, itu berarti kini
ada pencerahan. Damai sejahtera bagi yang tertindas, itu berarti kini ada
pembebasan. Damai sejahtera itu ketika setumpuk hutang yang sudah pasti tidak
akan terbayar, kini ada yang melunasinya. Dalam konteks ucapan Yesus yang
bangkit kepada para murid yang mengunci diri “damai sejahtera” itu berarti kini
ada kesediaan dan keberanian untuk membuka pintu-pintu yang telah terkunci itu.
Hal itu hanya dimungkinkan apabila belenggu yang mengunci hati mereka dapat
dibuka terlebih dahulu. Tidaklah mungkin kita berani membuka diri, bangkit dari
keterpurukkan tanpa hati yang dipulihkan!
Penampakkan
Yesus kepada para murid yang mengurung diri kali ini bukan lagi untuk
menyatakan dan meyakinkan bahwa diri-Nya telah bangkit. Hal itu sudah terjadi
pagi tadi! Kini, kepentingan-Nya hadir di tengah para murid adalah untuk
membuka belenggu ketakutan yang merampas damai sejahtera para murid itu.
Setelah itu, para murid berani bukan saja membuka kunci pintu-pintu yang
tertutup itu, tetapi mereka siap diutus untuk mewartakan kebangkitan Kristus
itu. Itu berarti mereka dimampukan untuk berani berhadapan dengan para pemimpin
dan penguasa yang sebelumnya telah membunuh Yesus. Sama seperti Bapa telah
mengutus Yesus, kini Ia mengutus para murid.
Damai sejahtera
itu tidak hanya diucapkan Yesus. Ia juga menghembusi mereka. Apa yang Yesus
hembuskan? Tentu bukan angin kosong, Ia sendiri menjelaskan-Nya, “Terimalah Roh Kudus.” Yesus menghembusi
mereka dengan Roh Kudus. Apa yang dilakukan Yesus dengan menghembuskan Roh
Kudus mengingatkan kita pada peristiwa penciptaan. Allah menghembuskan nafas
kehidupan ke hidung Adam sehingga ia menjadi makhluk yang hidup (Kej. 2:7).
Tanpa Roh Allah manusia hanyalah debu dan tanah. Emfyso mengingatkan orang Israel pada penglihatan Yehezkiel tentang
tulang-tulang kering, kematian massive
orang-orang Israel yang kemudian TUHAN menghembuskan dengan Roh-Nya dan
lihatlah apa yang terjadi? Tulang-tulang itu hidup kembali bahkan mereka menjadi
sebuah laskar besar!
Hembusan Roh
Kudus ini mau menggambarkan bahwa Ia berkuasa menghidupkan! Hembusan Yesus
berkuasa menghidupkan kematian pengharapan para murid. Hembusan Roh itu
mencairkan hati yang beku karena kesedihan, kekecewaan, prustasi, kematian dan
sebagainya. Itulah syalom; damai sejahtera. Kebangkitan Yesus mempunyai dampak
luar biasa bagi para murid. Mereka tidak saja meyakininya, melainkan telah
menjadi pengalaman nyata. Mereka kini bangkit dari ketiadaan pengharapan
menjadi manusia-manusia yang penuh pengharapan, begitu antusias, dan berani
menjadi saksi kebangkitan itu. Bayangkan, dari manusia-manusia yang mengurung
diri karena ketakutan, kini menjadi orang-orang yang berani berhadapan dengan
Sanhedrin; Mahkamah Agama dan para pemimpin Yahudi.
Kisah Para Rasul
5:26-42 mencatat dengan cermat bagai mana para murid ini menyatakan iman mereka
dan menyaksikan Yesus yang bangkit. Mereka tentu sadar akan ancaman yang sedang
mereka hadapi. Dewan Sanhedrin sudah melarang dengan keras, agar mereka
berhenti menyaksikan bahwa Yesus telah bangkit, “Dengan keras kami melarang kamu mengajar dalam nama itu. Namun
ternyata, kamu telah memenuhi Yerusalem dengan ajaran kamu…” (Kis. 5:28). Bisa
saja para imam dan penguasa Yahudi kembali mengerahkan kekuasaan mereka;
memerintahkan untuk menangkap dan membunuh mereka. Namun, apa yang terjadi?
Petrus yang sebelumnya tiga kali menyangkal Yesus karena ia takut dengan resiko
yang harus dihadapinya, kini ia berkata, “Kita
harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia.” (Kis,5:29)
Alih-alih para murid itu bungkam karena takut, mereka terus bersaksi, kata
mereka, “Allah nenek moyang kita telah
membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh.
Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan tangan kanan-Nya
menjadi pemimpin dan Juruselamat, supaya Israel dapat bertobat dan menerima
pengampunan dosa. Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh
Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang menaati Dia.” (Kis.
5:30-32)
Koq bisa, orang-orang yang
tadinya begitu pesimis, kini begitu optimis bahkan menantang maut. Itulah kuasa
kebangkitan. Kuasa hembusan Roh Kudus yang membangkitkan asa; yang mengalahkan
sengat maut, yakni ketakutan. Apa yang terjadi, dialami oleh para murid adalah
kebangkitan yang sesungguhnya. Tidak usah banyak dalil pun, sikap dan perbuatan
mereka menunjukkan itu! Mereka mengalami damai sejahtera meskipun berhadapan
dengan ancaman. Sukacita mereka begitu meluap, sama sekali tidak ada raut
ketakutan!
Apakah saat ini
kita sedang “mengunci pintu-pintu kamar” kita? Apakah saat ini hati kita
membeku, pesimis dan kehilangan sukacita lantaran ada begitu banyak persoalan
dan kekecewaan bertubi-tubi menghunjam kita? Pandanglah Yesus, Ia telah bangkit
dan ingin menjamahmu. Ia ingin mengatakan, “Damai sejahtera bagimu!” Hanya satu
langkah saja yang perlu kita ambil: bukalah hati kita, izinkan Ia menguasai
hati kita, niscaya kita pun akan mengalami perubahan besar. Perubahan itu akan
menuntun kita menjadi orang yang penuh pengharapan, dengan sendirinya orang
akan melihat Kristus yang bangkit dalam kehidupan kita.