Seorang ibu
menceritakan bagaimana ia kini hidup sebatang kara dengan sakit yang sedang
dideritanya. Suami telah berpulang tahun lalu akibat kecelakaan lalu-lintas. Anak
satu-satunya sebagai tumpuan hidupnya, pergi entah ke mana. Kata orang-orang,
sang anak mengikuti aliran keagamaan radikal. Kini, ia sendiri harus menjalani
kemoterapi akibat kanker yang dideritanya. “Sabar dan tawakal ya Bu dalam menghadapi
cobaan ini. Gusti Allah ora sare!”
Begitu kata kerabat dan tetangga menghibur ibu ini. Apakah benar pencobaan itu
hanya berbentuk kesulitan dan penderitaan dalam hidup?
Mari kita
belajar dari pencobaan yang dialami oleh Yesus di padang gurun. Injil sinoptis
menyebutkan ada tiga pencobaan yang dialami Yesus. Lukas mencatat urutan ketiga
pencobaan itu sebagai berikut:
1.
Mengubah batu menjadi roti.
2.
Memperoleh kuasa duniawi.
3.
Menjatuhkan diri dari bubungan
Bait Allah.
Setelah
peristiwa baptisan di sungai Yordan, Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun,
daerah yang hampir tidak didiami manusia. Roh yang membawa Yesus pastinya bukan
roh jahat. Di sinilah terdapat kelit-kelindan antara prakarsa Roh Ilahi tetapi
di sana juga ikut campur roh jahat, dalam hal ini Iblis ketika mencobai Yesus:
Di satu pihak, dapat dikatakan bahwa adalah sesuai dengan kehendak Allah, bahwa
Yesus dicobai dan diuji (bnd. Yakobus 1:2-3); dan di pihak lain, pada saat
bersamaan Iblis juga berniat menggoda
Yesus (bnd. Yakobus 1:13). Kemudian orang memisahkan antara pencobaan dan ujian
dari motivasi awalnya. Pencobaan itu berasal dari si jahat dengan tujuan untuk
menjatuhkan dan menggagalkan misi Yesus untuk penyelamatan dunia (“pencobaan”, Yun:
peirazo) dan ujian itu merupakan
prakarsa Allah untuk mengkonfirmasi dan meneguhkan Yesus (“ujian”, Yun: dokimion).
Bila ujian atau
pencobaan dapat berkelit-kelindan dari prakarsa Allah dan peran Si Jahat, apa
yang dapat kita pahami? Jawabnya, apa yang hendak mengasingkan atau memisahkan
kita dari Allah, itu bukan berasal dari Allah, melainkan dari Iblis. Dan apa yang
membuat kita tegar, kuat serta semakin dekat dengan Allah, pasti bukan dari
Iblis! Namun, masalahnya ketika hal itu datang menimpa kita, bagaimana
membedakannya? Benar, tidak mudah! Oleh karenanya kita tidak usah memecahkannya
hingga memuaskan logika kita. Langkah bijak adalah: Melalui pencobaan itu,
meskipun Iblis mengerahkan semua kekuatannya, kita percaya bahwa Allah tidak
tinggal diam, Gusti ora sare.
Sebaliknya, ketika kita menyadari bahwa Allah sedang mendidik kita melalui
pelbagai peristiwa untuk semakin mengasihi-Nya, ingatlah bahwa Iblis dengan
pelbagai cara dan dengan kekuasaannya akan mencoba merusak rancangan indah
Allah itu. Di sinilah kita harus terus-menerus berhati-hati dan waspada dalam
hidup!
Yesus berada di
padang gurun itu selama empat puluh hari. Selama kurun waktu itu, Ia tidak
makan apa-apa, artinya Yesus berpuasa dengan sangat keras. Pada akhirnya, Yesus
menjadi lelah dan lemah. Iblis menganggap bahwa inilah waktu yang tepat untuk
memulai serangan yang mematikan. Iblis seolah mengikuti terus rancangan Allah
dari belakang. Iblis tahu dan ia menggunakan firman Allah. Sebelumnya, ketika
pembaptisan di sungai Yordan, Allah berkata, “Engkalulah Anak-Ku…”(Luk.3:22). Sekarang, Iblis memakai kalimat
itu. Ia berkata, “Jika Engkau (betul-betul)
Anak Allah, suruhlah batu itu menjadi
roti!” Dengan perkataan lain: “Sudah semestinya bahwa Engkau menggunakan
kedudukan-Mu sebagai Anak Allah dan mempergunakan karunia yang telah diberikan
Allah kepada-Mu, yakni kuasa untuk melakukan mujizat! Godaan untuk menggunakan
kuasa dan mujizat bagi diri sendiri kelak juga terjadi di kayu salib (Lukas
23:35-39).
Bagaimana Yesus
menang dari pencobaan pertama ini? Yesus melawan pencobaan itu dengan berpegang
kepada fiman Allah. Ia mengutip Ulangan 8:3, “Manusia hidup bukan dari roti saja”. Yesus tidak mau menggunakan
kuasa ilahi, Ia tidak mau menggenggam kedudukan-Nya sebagai “Anak Allah”
apalagi menggunakannya untuk kepentingan sendiri, tetapi Ia mau menjadi “satu”
dengan manusia dan mau hidup dalam ketergantungan sepenuhnya kepada Allah. Belajar
dari kemenangan Yesus atas pencobaan terhadap kebutuhan manusia yang paling
mendasar ini adalah ketergantungan total kepada Allah!
Gagal dari
pencobaan pertama, Iblis menawarkan kemegahan dan kekuasaan duniawi. Ia di bawa
ke sebuah tempat yang tinggi dan kepada-Nya diperlihatkan seluruh kerajaan
dunia. Iblis mengajukan kompromi terhadap Yesus. Seolah Iblis berkata, “Baiklah
kita kompromi saja, aku memberikan segala kekuasaann duniawi dan kemuliaannya,
asal engkau sujud menyembah aku sebentar saja! Mungkin saja kita dapat menduga
bahwa Yesus akan mengganggap remeh godaan ini oleh karena dia adalah Tuhan
pemilik kuasa sebenarnya. Kita harus mengingat Yesus juga manusia dan Ia harus
menjalankan misi Allah. Dilihat dari sisi manusiawi, bukankah tawaran kompromi
Iblis ini menarik? Bukankah dengan memiliki kuasa duniawi Yesus akan mudah
mendapatkan pengikut? Sebab orang-orang nasionalis dari kalangan Yahudi
mengharapkan bahwa Mesias adalah seorang yang tanpil dan menaklukkan kuasa dunia!
Penolakkan
kompromi itu berarti Yesus memilih jalan yang tidak mudah. Ia memilih jalan “Hamba
Tuhan yang menderita”. Apa yang memampukan Yesus menolak godaan kompromi?
Kembali, Yesus mengutip Ulangan 6:13, “Engkau
harus takut akan TUHAN, Allahmu, kepada Dia haruslah engkau beribadah..”
Yesus bersikap tegas, biarpun Iblis tidak meminta menyembahnya sebagai Tuhan,
tetapi hanya sebentar saja bahkan hanya proforma saja memberi hormat kepadanya,
Yesus menganggap setiap tanda penghormatan, bagaimanapun kecilnya, adalah
bertentangan dengan sikap yang dituntut oleh firman Allah. Yesus tahu dan
mengerti bahwa percaya kepada Allah menuntut ketaatan secara mutlak! Mengapa
kita sering kalah terhadap pencobaan? Jawabnya, kita tidak seperti Yesus. Kita
mudah kompromi dengan kilaunya harta dan kenikmatan dunia. Ada setumpuk alasan
pembenaran bahwa kita gagal setia lalu kompromi!
Hebat juga si
Iblis, inilah yang mungkin bisa kita pelajari darinya: tidak kenal menyerah!
Kali ini Ia menggunakan lagi nas Alkitab membujuk Yesus untuk menjatuhkan diri
dari bubungan Bait Allah. Lalu Iblis membisikan kepada-Nya: “Jika Engkau
betul-betul Anak Allah, lakukanlah mujizat yang menimbulkan sensasi, sehingga
orang banyak memuliakan Engkau sebagai Mesias! Perhatikan, sekarang Iblis
mencoba menggoda Yesus supaya mau lebih maju dari kepercayaan itu dan mau
melampaui batas-batas kepercayaan! Dengan jalan menjatuhkan diri tampaknya
merupakan bukti dari kepercayaan itu. Tetapi sebenarnya adalah upaya untuk
menantang dan memaksa Allah memberi pertolongan. Lagi-lagi Yesus menang atas
cobaan itu dengan menggunakan firman Allah. Ulangan 6:16, “Jangan kamu mencobai TUHAN Allahmu…” Adalah senjata pamungkas
Yesus lalu Iblis mengundurkan diri. Godaan popularitas sering kali menghampiri
kita. Kita tergoda untuk melakukan hal-hal spektakuler lalu memaksa Tuhan untuk
melakukannya.
Dari
pengalaman Yesus dicobai, kita mendapat gambaran bahwa ternyata pencobaan itu
tidak datang hanya dalam bentuk-bentuk penderitaan, bencana yang mengerikan,
dan kesulitan dalam kehidupan ini. Ingatlah bahwa Iblis adalah sosok pandai. Ia
tahu dan hafal firman Allah, tidak hanya itu tetapi pandai memutarbalikkannya
untuk menjatuhkan manusia. Tidak ada cara lain untuk menang dalam menghadapi
pencobaan Iblis kecuali belajar menerapkan apa yang sudah Yesus lakukan dan
sudah teruji menang, yakni: Mengandalkan dan bergantung total kepada Allah,
tidak mengenal kompromi dengan kuasa jahat betapa pun tawarannya menggiurkan,
tidak melakukan sensasi dan memaksa Allah melakukan apa yang kita ingini!