“Ingatlah jangan kamu
melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika
demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga.” (Matius 6;1).
Rasanya tidak ada kehidupan beragama tanpa
disertai dengan ritual. Apa yang paling menonjol dalam ritual keagamaan?
Jawaban yang paling sering muncul adalah sedekah atau beramal, berdoa atau
sembahyang dan berpuasa. Ketiga disiplin rohani ini jika dilakukan dengan
semestinya pasti mendatangkan kebajikan bagi siapa saja yang melakukannya. Namun,
di balik upaya kesalehan itu ada bahaya yang sulit terditeksi, yakni:
kesombongan! Kesombongan adalah dosa yang paling tidak terlihat. Godaan
kesombongan selalu mengetuk pintu hati orang-orang kudus dan saleh setiap hari,
serta memperlihatkan kehidupan yang terlihat terang di luar namun gelap di
dalam. Andrew Murray menuliskan, “Tidak ada kebanggaan yang lebih membahayakan,
tersembunyi dan busuk, daripada kebanggaan akan kekudusan diri.”
Kesombongan adalah satu-satunya dosa yang
memerlukan kebaikan agar bisa terlihat eksis. Kesombongan bersembunyi di balik
kebaikan dan inilah mengapa ia sulit untuk disadari. Sebenarnya dalam diri kita
sudah terdapat semacam alarm. Kita bisa mengetes alarm ini. Perhatikan
baik-baik: jika kita melakukan sesuatu kesalehan tanpa ada yang mengetahuinya,
kemudian kita menjadi gelisah karena tidak mendapatkan apa yang kita inginkan –
yakni pengakuan dan pujian. Alarm itu akan membuat kita gelisah. Di situlah
mestinya kita waspada dan berusaha menentramkan jiwa yang gelisah itu. Caranya?
Mudah, buang saja keinginan untuk disanjung! Sayangnya, kita sering tidak
optimal mengupayakannya. Sebaliknya, berusaha menentramkan jiwa yang gelisah
itu dengan mencari pujian ke sana ke mari.
Yesus memberi tanggapan atas ketiga kesalehan yang
membuat orang menjadi sombong rohani. Pertama,
Yesus menegur orang-orang yang memberikan sedekah kepada orang-orang
miskin. Tidak ada yang salah memberi sedekah kepada orang miskin. Tindakan itu
baik dan terpuji! Yesus tidak sedang melarang jika ada orang mengetahui
pemberian Anda. Namun, yang terjadi di sini Yesus mempertanyakan apakah
pemberian itu dicanangkan agar orang-orang memuji kita? Jika iya, maka
sesungguhnya kita telah mendapatkan upahnya. Bukan dari Bapa di sorga tapi dari
dunia ini!
Yesus mengkritik dan memberi solusi. Katanya, ketika kita memberi sedekah, janganlah
tangan kiri kita tahu apa yang diperbuat oleh tangan kanan. Beberapa pakar
percaya bahwa yesus sedang mengacu pada kotak persembahan yang diletakkan di
sisi kanan pintu masuk Bait Suci, yang berarti persembahan yang akan diberikan
tangan kanan. Gambaran ini menunjukkan bahwa
kita harus melakukan perbuatan baik (memberikan uang kita kepada orang
lain) dengan sikap tangan kiri tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh tangan
kanan. Jika ada yang bertanya, “Hai, apakah kamu baru saja memberikan uang kepada
orang miskin tadi?” Anda harus menjawab, “Hmm. Oh, ya? Saya tidak ingat!” Dan
Anda memang benar-benar tidak mengingatnya. Di situlah Anda memberi kepada
tersembunyi kepada Tuhan! Dan orang yang menerimanya tidak usah rikuh dan
bersyukur kepada Anda melainkan ia akan bersyukur kepada Tuhan. Memberi kepada
Tuhan dan Tuhan memberi kepada si miskin.
Kedua, Yesus mengeritik praktek doa di sinagoge
dan tikungan jalan raya. Orang Yahudi saleh bedoa tiga kali dalam sehari,
terkadang di tempat-tempat umum. Pada jam embilan orang Yahudi akan pergi ke
sinagoge untuk berdoa. Mereka berdoa dengan suara keras sambil berdiri. Semua
orang tahu jika seseorang sedang berdoa. Berdoa tidak salah! Namun, dengan cara
seperti itu Yesus mempertanyakan apa motivasi sebenarnya dalam berdoa? Apakah
kita ingin dilihat orang ketika kita berdoa dan kemudia mereka berdecak kagum
atas kesalehan kita? Motivasi inlah yang dipandang keliru oleh Yesus. Yesus
mengajarkan, jika ingin berdoa, masuklah kamar, tutup dank unci pintunya dan
berdoalah kepada Bapa yang ada di tempat tersembunyi, maka Bapamu akan melihat
dan membalasnya kepadamu. Kalimat ini adalah permainan kata yang luar biasa.
Ada orang-orang yang ingin dilihat oleh orang lain, tetapi Allah adalah pribadi
yang tidak terlihat. Allah tidak hanya melihat dari tempat tersembunyi tetapi
Dia sendiri juga tersembunyi. Dengan kata lain, Allah tidak suka pamer, Ia
adalah pribadi yang tidak sombong. R.T. France mengatakan, “Allah itu tidak
terlihat, berbeda dengan para penyembah-Nya yang terlihat (dan mungkin juga
sangat ingin dilihat).” Doa adalah sesuatu yang sangat pribadi. “Kamar” yang
dimaksud Yesus bisa jadi adalah gudang, karena pada zaman itu hanya gudanglah
yang bisa dikunci.
Kita harus mengunci pintu untuk memastikan bahwa
tidak ada yang melihat kita sedang berdoa. Privasi macam inilah yang membuat
kita “tidak terlihat” oleh orang lain tetapi bisa bersekutu dengan Allah. John
Chrysostom menulis, “Mengapa kita harus berdoa? Bukan untuk menyuruh Allah
melakukan apa yang kita ingini, melainkan untuk menang bersama-Nya; untuk
dekat dengan-Nya, dalam keberlangsungan
doa permohonan; untuk menjadi rendah hati; untuk mengingatkan dosa kita.” Doa
yang seperti ini hanya bisa dilakukan dengan “rahasia.”
Ketiga, Yesus mengeritik orang-orang berpuasa.
Ingat Yesus tidak melarang puasa! Orang Yahudi berpuasa dua kali dalam seminggu
(Luk.18:12), biasanya pada hari Senin dan Kamis. Beberapa orang mengenakan
jubah atau pakaian berkabung. Mereka menaruh debu dan abu pada wajah mereka
sebagai symbol pengakuan dosa dan perkabungan sikap ini bertujuan untuk mendekatkan
diri kepada Allah. Yesus mengajarkan bahwa puasa harus dilakukan tanpa
memberitahukan kepada orang lain. Ketika kita berpuasa mestinya tidak usah lagi
memakai pakaian kabung dan abu supaya dilihat orang. Penampilan kita harus
normal. Mencuci wajah dan memakai minyak adalah budaya umum zaman Yesus. Tidak
ada orang yang berpuasa pada zaman Yesus sengaja mencuci muka dan memakai
minyak. Membuat orang lain tahu bahwa kita sedang berpuasa menunjukkan motivasi
kita adalah untuk membuat orang lain terkesan; terpesona, dan bukan
mendisiplinkan diri untuk mendekatkan diri kepada Allah.
“Hiduplah untuk dilihat Allah.” Pepatah Puritan
ini dengan tepat menggambarkan kehidupan Kerajaan Allah. Kalau mau jujur,
kebanyakan kita hidup untuk dilihat orang banyak, sambil mengira-ngira apa yang
dipikirkan atau dikatakan oleh orang lain tentang kita. Tetapi jarang sekali
kita mengira-ngira apa yang dipikirkan dan dikatakan Allah mengenai kita.
Ketika kita mencari hal yang di atas dengan segenap pikiran dan hati kita (lih.
Kolose 3:1), kita menjadi tidak ingin lagi dinilai oleh orang banyak selain
Allah. Apa yang kita lakukan bagi Allah menjadi lebih penting!
Jika demikian, seharusnya orang-orang yang merasa diri
saleh itulah yang terlebih dahulu bertobat. Bertobat dari dosa yang paling
tersembunyi, yakni memanipulasi kesalehan agama untuk kepentingan dan
kebanggaan diri. “Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN,
Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih
setia,…” Kata nabi Yoel (Yoel 2:13). Sejak dulu TUHAN Allah membenci kedok
dan kemunafikan! Tanggalkanlah semua itu, marilah kita melakukan pertobatan
yang sesungguhnya dengan demikian kita memberikan diri untuk diperbarui Allah!