Harapan tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Hal inilah yang merupakan faktor utama seseorang menjadi kecewa bahkan terkadang menjurus ke arah frustasi. Ada banyak cara manusia dalam mengungkapkan kekecewaannya. Ada yang berteriak protes dan marah. Ada yang menyalahkan keadaan, menyalahkan pihak lain dan menyalahkan diri sendiri. Ada juga yang menghindar, murung, menutup diri atau menjauhkan diri dari persoalan yang sedang dihadapinya. Namun, tidak sedikit yang bangkit untuk menghadapi persoalan sehingga menghasilkan ide-ide kreatif.
Kecewa, sedih dan frustasi hal itulah yang menghinggapi perasaan murid-murid Yesus manakala mereka menerima kenyataan Guru dan Mesias yang menjadi andalan mereka kini mati. Kematian Yesus menghapuskan harapan mereka. Setidaknya hal ini diungkapkan oleh salah seorang dari dua murid Yesus yang pergi menjauh dari Yerusalem menuju ke kampung, Emaus. “Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel.”(Lukas 24:21). Janji-janji Sang Guru tentang sengsara dan kematian yang dialamiNya tidak akan membuatNya dikalahkan oleh maut, tidak lagi mereka ingat apalagi menjadikannya sebagai inspirasi bagi hidup mereka. Kuasa maut telah begitu rupa merasuk kehidupan manusia, sehingga menutup berita sukacita. Kuasa itu juga telah menutup hati dan pikiran kedua murid ini. Kabar kebangkitan Yesus yang disuarakan oleh oleh murid-murid perempuan yang berkunjung ke makam Yesus dan berjumpa dengan malaikat juga tidak mampu menggugah hati mereka untuk percaya (Lukas 24:22-24).
Bahkan Yesus yang bangkit dan berjalan bersama dengan mereka pun tidak lagi mereka kenal. Dahsyat! Maut dan kuasanya itu. Ada alasan alamiah katanya ketika Kleopas dan temannya ini tidak menengarai yang berjalan bersamanya adalah Yesus. Alasan itu; mereka sedang berjalan menjauh dari Yerusalem ke sebuah kampung yang bernama Emaus yang jaraknya kira-kira tujuh mil dari Yerusalem. Posisi Emaus dari Yerusalem menghadap ke arah matahari terbenam. Hati yang galau, perjalanan melelahkan dan silaunya matahari menuju senja membuat mereka tidak tahu siapa sosok misterius yang berjalan bersama dengan mereka. Yah, tampaknya arah matahari terbenam yang dituju oleh para murid itu bagaikan gambaran spiritual dan kenyataan dunia ini. Bukankah semua menuju kepada arah matahari terbenam, senja dan simbol kematian!
Dunia dan isinya ini memang sedang mengarah kepada “matahari terbenam”. Usia yang semakin lanjut, sering orang menggambarkannya dengan usia senja. Dunia yang kian tua, rapuh, global warming, kerusakan semesta menuju kepada kematian. Pelbagai spesies setiap hari punah dan sulitnya sumber-sumber alam terbarukan menyiratkan bahwa kehidupan ini tengah menuju kematian. Tidak hanya itu, kematian pun tergambar dalam spiritualitas, moral dan kehidupan rohani. Manusia tidak lagi takut akan Tuhan, tidak peduli lagi dengan sesama, yang ada hanyalah bagaimana memuaskan dan membuat diri aman dan nyaman. Semua menuju ke arah matahari terbenam. Tidak ada lagi seberkas cahaya harapan kehidupan!
Nabi Yesaya menyiratkan arah matahari terbenam itu dengan nubuat akhir zaman (Yesaya pasal 24-27). Bencana demi bencana akan terjadi. Bencana itu dikaitkan dengan kehidupan moralitas Israel. “Bumi cemar karena penduduknya, sebab mereka melanggar undang-undang, mengubah ketetapan dan mengingkari perjanjian abadi.”(Yesaya 24:5). Akhir dari semua tindakan amoral ini adalah murka Allah yang menghancurkan (Yesaya 25:2). Bukankah nubuat sang nabi ini kian kemari kian menjadi-jadi?
Yesus tidak membiarkan manusia dan dunia ini berjalan menuju kepada “matahari terbenam”. Yesus memberi peluang kepada Kleopas dan temannya itu untuk membuka cakrawala pandang mereka. Peluang itu dengan menjelaskan nubuat para nabi yang tertulis dalam Kitab Suci mengenai apa yang sesungguhnya terjadi dengan Yesus. Mulailah kedua murid itu antusias. Kini mereka memintaNya untuk tinggal bersama mereka sebab hari mulai senja dan matahari sebentar lagi terbenam. Kini mata mereka semakin terbuka manakala jamuan makan malam di gelar. Yesus memimpin jamuan makan itu. Ia memecahkan roti dan membagikanNya kepada mereka, maka sekarang mereka melihat dengan jelas bahwa teman seperjalanan ke Emaus yang misterius itu adalah Yesus sendiri. Yesus tidak mati! Ia berjalan bersama dengan mereka, Ia menjelaskan nubuat para nabi dan Ia memimpin jamuan makan malam. Tidak selalu senja berakhir kelam. Kini harapan itu menjadi nyata.
Apa yang terjadi ketika Kleopas dan temannya itu mengalami perjumpaan dengan Yesus? mereka tidak membiarkan diri terus berjalan ke arah “matahari terbenam”. Kini mereka kembali, berbalik menuju arah “matahari terbit”. Mereka kembali ke Yerusalem yang beberapa jam lalu mereka tinggalkan dengan sejuta kecewa dan marah.
Yesus memperjelas, memberi makna dan menggenapi Paskah. Dalam Perjanjian Lama Paskah bernafaskan kegembiraan bahwa Tuhan membebaskan Israel dari perbudakan di Mesir. Tuhan menerbitkan mentari harapan. Pemazmur merekamnya dengan pujian, “Pada waktu Israel keluar dari Mesir, ………..Laut melihatnya, lalu melarikan diri, sungai Yordan berbalik ke hulu. Gunung-gunung melompat-lompat seperti domba jantan, dan bukit-bukit seperti anak domba.”(Mazmur 114:1-4) Tuhan mampu mengubah kenyataan. Laut dalam Perjanjian Lama adalah simbol kuasa penderitaan yang menakutkan, dibuatNya melarikan diri. Arus sungai Yordan yang menghanyutkan kini berbalik! Maka tidaklah mustahil di dalam Yesus arus dunia yang menuju matahari terbenam, menuju maut. Kini berbalik kepada kehidupan dan pengharapan. Yesus penggenapan Paskah itu!
Lalu apa yang terjadi dengan Kleopas dan temannya yang telah berjumpa dengan Yesus yang bangkit? Semangatnya dibangkitkan, hati mereka berkobar-kobar, ketakutan dan kekecewaan tidak lagi menguasai mereka. Mereka bangkit, mereka tidak meneruskan pergi dan berdiam di Emaus. Kini mereka siap menuju Yerusalem. Mereka siap menghadapi sumber masalah dan kekecewaan mereka. Sesampainya di Yerusalem, mereka berjumpa dengan murid-murid yang lain dan bersaksi tentang pengalaman perjumpaan mereka.
Banyak orang Kristen bersaksi tentang kebangkitan, memertahankan doktrin bahwa kuasa maut tidak berlaku bagi Yesus. Namun, bagaimana dengan kenyataan hidup dari orangyang bersaksi itu? Percuma dan sia-sia jika seseorang mewartakan tentang kebangkitan Yesus namun sikap hidupnya bertentangan dengan itu. Tidak mampu menguasai kekecewaan dan kemarahan. Menyalahkan orang atau pihak lain ketika terjadi sesuatu yang menyulitkan hidupnya. Selalu berkelu-kesah, meratap dan lari dari persoalan hidup yang kemudian menjadi pecundang.
Sikap hidup orang yang telah mengalami perjumpaan dengan Yesus yang bangkit adalah:
1. Mengubah arah hidupnya; dari kehidupan yang mengarah kepada “matahari terbenam”, ke arah maut dan kebinasaan, kehidupan yang berkanjang dalam dosa ke arah “matahari terbit”, ke arah sumber kehidupan.
2. Menuju ke arah sumber hidup akan menginspirasi seseorang untuk menghadirkan kehidupan bukan kematian. Menghadirkan kehidupan artinya memelihara hukum Tuhan dengan baik. Merawat alam ciptaan sebagaimana Tuhan sendiri memperlakukannya. Menebarkan damai sejahtera kepada semua mahluk.
3. Menghadapi masalah dan kesulitan hidup. Sebagaimana kedua murid kembali ke Yerusalem yang sebelumnya dihindari, maka setiap murid Tuhan pun diajar untuk menghadapi masalah, bukan lari dan meninggalkannya. Semangat kebangkitan memungkinkan seseorang yakin bahwa dengan pertolongan dari Tuhan maka ia mampu menghadapi persoalan. Bahkan bukan hanya itu tetapi mampu bangkit dari keputusasaan sekalipun belum melihat peluang di depan mata. Semangat ini akan mendorong seseorang mengembangkan daya kreatifnya. Banyak para penemu menghasilkan karyanya justeru karena mereka bangkit dan optimis apa yang dikerjakannya tidaklah sia-sia.
4. Mewartakan kebangkitan itu tidak hanya cukup dengan kata, apalagi perdebatan. Akan sangat efektif dengan prilaku yang telah diubahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar