Percayalah kepada TUHAN dengan segenap
hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.”
(Amsal 3:5)
Mana yang lebih penting: pengetahuan
atau hikmat? Tepat! Keduanya penting, bahkan teramat penting. Namun, kita semua
mafhum keduanya tidak selalu berjalan beriringan pada satu orang. Ada orang
yang pandai luar biasa, gelar akademisnya berderet bak semut berbaris di depan
dan belakang namanya. Namun, ternyata ia melakukan tindakan-tindakan konyol.
Tidak sesuai dengan ilmunya. Sebaliknya, ada orang biasa-biasa saja, tanpa
gelar, justeru ia dikenal dan dikenang orang sepanjang masa.
Idealnya
semakin tinggi ilmu pengetahuan seseorang maka ia akan semakin berhikmat dan
rendah hati. Ibarat ilmu padi, semakin berisi akan semakin merunduk. Namun,
kenyataan menunjukkan sebaliknya. Banyak orang dengan ilmu semakin tinggi,
semakin mereka tidak bisa menghargai pendapat orang lain. Ilmu dan
pengertiannya sendiri dianggap paling benar! Ia menjadi mudah tersinggung
apabila gelarnya tidak ditulis dengan lengkap. Mudah marah manakala nasihatnya
tidak digubris.
“Jangan
engkau menganggap dirimu sendiri bijak!” Demikian kata penulis Amsal.
Peringatan ini ditujukan agar kita selalu rendah hati. Belum tentu pengetahuan
yang ada pada kita selamanya benar. Alih-alih angkuh dengan ilmu pengetahuan
yang kita miliki, Amsal mengajak kita untuk takut akan Tuhan dan mempercayakan
diri kepada-Nya. Dengan berlaku seperti itu, “maka engkau akan mendapat
kasih dan penghargaan dalam
pandangan Allah serta manusia.”(Amsal 3:4)
Tingginya ilmu pengetahuan
seseorang berpotensi meremehkan orang lain, mintalah hikmat agar selalu rendah
hati!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar