Kamis, 24 Juli 2025

DIA HANYA SEJAUH DOA


Mengapa berita miring lebih diminati ketimbang kabar positif? Mengapa kabar tentang pendeta yang melakukan KDRT lebih cepat viral, daripada pesan khotbah yang bagus? Sensasi dan dramatis! Berita negatif sering disajikan secara dramatis, sensasional dan sarat bumbu, hingga menarik perhatian orang dan membuat orang yang menerimanya semakin penasaran, lalu mencari tahu lebih banyak lagi. Media sering menggunakan berita negative untuk meningkatkan rating dan penjualan, karena berita negatif dapat menarik perhatian orang.

Mana yang lebih menarik untuk disimak tentang Sodom dan Gomorah; kejahatan mereka yang mirisnya hanya meruncing pada penyimpangan perilaku seksual sehingga viral dengan istilah “sodomi”. Sementara keprihatinan seorang bapak tua lantaran kedua kota itu segera akan dihancurkan akibat perbuatan-perbuatan jahat mereka nyaris tenggelam. Mana yang lebih disukai Allah yang menghukum atau upaya Abraham dalam mencegah penghukuman itu? Tampaknya banyak orang lebih mengingat “sodomi” ketimbang syafaat!

Meneruskan bacaan pertama minggu lalu, setelah Abraham menjamu para tamunya, ia melangkah bersama-sama mereka. Abraham mengantar para tamunya pergi. Para tamu itu memandang ke arah Sodom, di daerah perbukitan di sebelah timur Hebron, Laut Mati dan dataran sekitarnya dapat terlihat dari jauh. Bukankah itu tanah yang dipilih Lot untuk tinggal dan mengembangkan bisnis peternakannya? Kini, daerah itu diambang kehancuran!

Tetamu Ilahi itu mengarahkan pandang ke  Sodom, Gomora dan daerah sekitarnya. Tepat pada posisi sudut pandang ini Tuhan berbicara kepada diri-Nya sendiri dan dua malaikat yang bersama-Nya, mengetahui bahwa Abraham akan mendengarnya, maka berfirmanlah TUHAN: “Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini?” (Kejadian 18:17) Menjawab pertanyaan-Nya sendiri, TUHAN bernalar, mengapa Ia harus memberi tahu Abraham tentang kehancuran Sodom dan Gomora.

Salah satu alasan TUHAN memberi tahu rencana-Nya itu adalah, “Karena Aku telah mengenal dia” (Kejadian 18:19). HC Leupold menerjemahkannya, “Karena Aku mengakui dia sebagai sahabat karib-Ku. Seorang hamba tidak mungkin mengetahui keinginan tuannya, tetapi seorang sahabat karib akan mengetahuinya. Abraham dipanggil, dipilih dan menjadi sahabat TUHAN. Abraham mengenal siapa Allah-Nya. Relasi yang baik terbangun sehingga mendorongnya untuk bersyafaat bagi orang lain. Relasi baik inilah yang memungkinkan Abraham dapat dengan rendah hati dan berani berdoa. “Lalu datanglah Abraham dan berkata, ‘Apakah Engkau juga akan membinasakan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?” (Kejadian 18:23) Abraham masih berdiri di hadapan TUHAN dan kemudian ia datang mendekat. Hanya mereka yang dekat dengan TUHAN yang dapat menjadi pendoa syafaat.

Abraham gigih berdoa. Setelah menerima janji TUHAN bahwa Dia akan mengampuni kota itu demi 50 orang benar, Abraham terus memintanya 45, 40, 30, 20, dan akhirnya 10. Abraham menunjukkan keberanian yang penuh hormat kepada TUHAN, tetapi juga tidak pernah lancang. Ia berulang kali mengakui kerendahan hatinya di hadapan TUHAN yang Mahakuasa. Tidak ada indikasi bahwa Abraham menganggap dirinya lebih baik daripada orang-orang Sodom. Abraham menunjukkan keseimbangan antara kerendahan hati, kesadaran akan posisinya, namun juga keberanian untuk terus memohon kepada TUHAN lebih banyak lagi. Seharusnya kisah syafaat Abraham lebih popular ketimbangan penghancuran Sodom dan Gomora!

Mencontoh Abraham, kita membutuhkan tidak hanya keberanian tetapi juga rasa hormat mendalam Ketika datang di hadapan TUHAN untuk menyampaikan doa-doa kita. Kita harus mengingat siapa diri kita yang tidak lain adalah orang berdosa yang sebenarnya tidak layak di hadapan TUHAN. Namun, seperti keyakinan Paulus, “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita.” (Kolose 2:13). Relasi kita dipulihkan dan mestinya setiap orang percaya punya hubungan yang dekat dengan Allah dan doa adalah cara kita ngobrol dengan-Nya.

Relasi dekat bukan berarti dapat dengan seenaknya “ngobrol” apalagi lancang. Seperti Abraham, dia dekat bahkan menjadi sahabat Allah, namun tahu diri. Yesus mengajari para murid-Nya untuk berdoa, itu pun karena para murid sendiri yang meminta-Nya untuk mengajari berdoa setelah mereka melihat Yesus berdoa. Kita dapat membayangkan bagaimana Yesus menikmati suasana doa itu. Rasanya tidak mungkin para murid minta diajari berdoa jika Yesus tidak menikmati persekutuan indah dengan Bapa-Nya. Jadi, jika Anda ingin mengajarkan anak, pasangan, saudara, atau siapa pun berdoa, maka mulailah dari diri sendiri untuk menikmati persekutuan yang akrab dengan TUHAN!

Yesus berbagi kedekatannya dengan Bapa kepada para murid. Ia mengajarkan doa itu dimulai dengan menyebut Allah sebagai Bapa. Seperti relasi Abraham adalah sahabat Allah, murid-murid Yesus diantar-Nya mendekat dan mengenal Sang Bapa. Meskipun demikian, relasi yang dekat itu tidak serta merta membuat semua keinginan dari si pendoa dikabulkan. Yesus mengajarkan pertama-tama si pendoa untuk mengakui kedaulatan Bapa. Selanjutnya, memohon kebutuhan mendasar baik fisik maupun spiritual. Tidak berlebihan!

Sekali lagi kedekatan dengan Bapa harus tahu diri, tidak menjadikan keinginan diri sendiri sebagai tolok ukur keberhasilan doa. Melainkan kehendak-Nya yang terwujud. Apa yang menjadi jawaban doa dari Tuhan adalah yang terbaik. Abraham tahu diri dalam membatasi permohonannya, yakni sampai 10 orang benar, kota itu tidak akan dibinasakan. Dia tidak terus meminta 5 atau 3. Meskipun demikian Allah yang berdaulat tetap menyelamatkan Lot dan keluarga, kecuali istrinya. Itulah yang terbaik menurut kehendak-Nya. Yesus menegaskan bahwa manusia yang jahat saja bisa memberikan yang baik kepada anak-anaknya, apalagi Bapa yang di surga, Ia tahu apa yang terbaik untuk anak-anak-Nya.

Yesus telah mendekatkan kita kepada Bapa, dan kita percaya bahwa Bapa pasti tahu apa yang terbaik untuk anak-anak-Nya, ini tidak berarti bahwa kita hanya berpangku tangan untuk menerima yang terbaik dari Bapa surgawi itu. Selanjutnya, Yesus mengajar kita tidak hanya sungguh-sungguh tekun dalam berdoa seperti perumpamaan seorang pria yang datang larut malam, mengetuk pintu sahabatnya untuk meminta makanan. Karena ia terus menggedor maka pintu dibuka dan dia mendapatkan makanan itu. Tetapi, Yesus juga mengajar bahwa setiap orang itu wajib untuk bekerja dengan optimal untuk mewujudkan setiap doa-doa yang disampaikan kepada Bapa. Ia mengatakan, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” (Lukas 11:9). Minta, cari, ketok, adalah Upaya kita untuk mewujudkan doa-doa kita. Sementara, diberikan, mendapatkan, dibukakan adalah kedaulatan Allah yang mewujudkan doa kita dengan takaran-Nya yang terbaik.

Allah, Bapa kita adalah Allah yang dekat. Dia hanya sejauh doa! Namun, sadarilah bahwa relasi yang dekat seharunya menolong kita untuk tahu diri dan tahu kehendak Bapa di surga sehingga doa-doa kita akan terjaga dengan baik sebagai jalan untuk terus membangun relasi yang karib!

Temanggung, 24 Juli 2025 Minggu Biasa XVII Tahun C

Tidak ada komentar:

Posting Komentar