Kamis, 19 Juni 2025

SIAPA YANG LEBIH BERHARGA?

Menyaksikan berita-berita perang dari pelbagai portal sosial media kian hari tambah mengkhawatirkan. Rudal-rudal balistik, jet-jet tempur yang sebelumnya hanya bisa disaksikan dalam gelar pameran dan Latihan-latihan perang. Kini, menjadi demo sungguhan. Dampaknya? Kerusakan dahsyat dan masif di kedua belah pihak yang bertikai. Nyawa manusia tidak ada harganya. Setiap hari terus bertambah korban tak bersalah berjatuhan!

 

Tentu, masing-masing pihak punya alasan pembenaran untuk menyerang dan menghancurkan pihak lawan. Israel punya alasan mengapa mereka menyerang Iran. Fasilitas pengayaan uranium yang menjadi bahan dasar senjata nuklir, inilah ancaman yang tidak hanya harus diatasi, tetapi juga harus dihabisi. Tidak hanya uranium, laboratorium, dan pabrik pembuat senjata, tetapi juga orang-orang yang mengendalikannya harus dieliminasi! Terbukti, puluhan ilmuwan nuklir dan sejumlah jenderal perang Iran mati terbunuh. Sebaliknya, Zionis – untuk menyebut Israel – adalah bangsa terkutuk bagi Rezim Khomeini – untuk menyebut penguasa Iran saat ini – yang harus dilenyapkan dari muka bumi. Maka tanpa ragu mereka mengirim ratusan drone dan rudal balistik yang bertebaran di langit Israel. Indah bagai kembang api, tetapi dahsyat mematikan!

 

Tiap hari insan-insan tak berdosa mati binasa dalam reruntuhan dan nyala api mesiu. Mereka tidak mengerti untuk apa perang ini terjadi. Satu-satunya kata penghiburan untuk mereka yang gugur adalah: kalian telah menjadi suhada, kalian telah menjadi martir!

 

Ternyata, bukan hanya di medan perang yang brutal, nyawa manusia tidak ada harganya. Bukankah dalam era industrialisasi kini, manusia tidak ada bedanya dengan aset, komoditi, dan obyek pasar? Ketika menguntungkan dan mempunyai nilai ekonomi tinggi, maka akan dipertahankan, dibela dan difasilitasi. Tetapi, ketika mulai pudar semaraknya, menjadi beban tanggungan, dan tidak lagi punya nilai jual; ini sama seperti ayam petelur yang sudah tidak lagi berproduksi, mereka akan dieliminasi dan diganti dengan yang baru. Lalu, apakah berhenti dalam sektor industrialisasi, bisnis dan ekonomi? Rupanya tidak, semua bidang kehidupan manusia sama. Martabat manusia dihargai hanya ketika ia menguntungkan, dibuang dan dieliminasi ketika dipandang tidak lagi berguna!

 

Gerasa bukan Telaviv bagi Iran, Gerasa bukan juga Teheran buat Nethanyahu dan serdadunya. Namun, gerasa punya kesamaan, ia berada di negeri seberang. Gerasa adalah daerah yang terletak 33 mil sebelah tenggara danau Galilea. Gerasa terletak di pegunungan Gilead. Kota ini didirikan oleh Aleksander Agung dan pada waktu itu menjadi kota Romawi. Meski ada segelintir orang Yahudi, namun kota ini adalah kota orang-orang non-Yahudi. Gerasa bukan bagian dari “kami”, ia adalah sang “lian”. Di negeri “lian” ini, terdapat seorang yang tidak lagi menguntungkan secara ekonomi, bahkan kehadirannya merupakan sebuah ancaman, maka ia harus dibuang, diasingkan dan dibelenggu!

 

Lalu, apa kepentingan Yesus menyeberang ke negeri lian dan berurusan dengan orang yang tidak punya nilai ekonomis ini? Ini jelas bukan karena Yesus kurang kerjaan di sekitar Galilea, Yudea dan Yerusalem. Inilah kisah yang menunjukkan kepada kita bahwa Injil Kerajaan Surga yang diberitakan Yesus tidak hanya ekslusif menjadi anugerah bagi sekelompok orang atau komunitas tertentu. Inilah kisah yang menjelaskan bahwa siapa pun manusia, ia adalah ciptaan yang berharga! Lukas mencatat dengan baik peristiwa ini. Jika kita membaca narasi Injil Lukas dan selanjutnya Kisah Para Rasul, kisah Yesus memulihkan seorang yang dirasuki banyak roh jahat ini merupakan prefigurasi karya-Nya kepada orang-orang non-Yahudi. Inilah kisah awal, dan nantinya akan diteruskan oleh pemberitaan para rasul. Dalam bingkai ini kita dapat mengerti ketika Paulus mempunyai kesimpulan, “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.”(Galatia 3:28). Yesus mencintai semua orang tanpa kecuali. Dan, semua orang berharga di mata-Nya!

 

Kisah pemulihan terhadap sorang yang kerasukan di Gerasa ini dibalut  aksi eksorsisme. Setan-setan yang merasuki orang itu mengenal siapa Yesus, mereka menyebut-Nya, “Anak Allah Yang Mahatinggi.” Mereka meminta agar Yesus tidak menyiksa mereka. Negosiasi terjadi, setan-setan itu menawar agar mereka diizinkan untuk masuk ke kawan babi yang sedang digembalakan di sekitar tempat itu. Yesus mengizinkan mereka. Apa yang terjadi kemudian? Babi-babi itu terjun dari tepi jurang ke dalam danau dan mati! Bagaimana kalau Anda pengusaha babi-babi itu, rela? 

 

Gemparlah seluruh Gerasa. Mereka sangat ketakutan, mereka meminta supaya Yesus segera angkat kaki dari wilayah mereka. Ketakutan itu sangat wajar, Yesus kali ini menggunakan kuasa-Nya ternyata tidak hanya mengagumkan, tetapi menakutkan. Para murid telah mengalami ketakutan semacam ini sebelum mendarat di Gerasa. Itu terjadi ketika mereka menyeberang dan badai menerjang, lalu Yesus menghardik badai itu. Apa yang mau dikatakan oleh penulis Injil ini? Ya, tepat! Yesus mempunyai kuasa dan kekuatan yang lebih dahsyat daripada Legion. Setan-setan itu menghadapi Yesus sebagai Anak Allah Yang Mahatinggi. Mereka berhadapan dengan Yesus dan Yesus hadir untuk mengenyahkan kuasa jahat itu. Inilah pertanda Kerajaan Allah hadir di dalam diri-Nya!

 

Orang yang telah dibebaskan dari kuasa jahat itu memohon diizinkan untuk mengikut Yesus. Yesus menolaknya. Namun, Ia memberi pesan, “Pulanglah ke rumahmu dan ceritakanlah segala sesuatu yang telah dilakukan Allah kepadamu.” (Lukas 8:39). Orang ini tampaknya tidak kecewa. Buktinya? Ayat selanjutnya mengisahkan bahwa ia pergi ke seluruh kota dan memberitahukan segala sesuatu yang telah dilakukan Yesus terhadap dirinya. Inilah cara terbaik orang menjadi saksi Kristus. Tidak perlu ia ngotot dengan keinginannya untuk mengikut Yesus, tetapi dengan sukacita memberitakan kebaikan Yesus itu di daerahnya. Lagi pula, apa yang dilakukan orang ini adalah sebagai bentuk ucapan syukur. Ia berterima kasih atas pemulihan yang dilakukan Yesus terhadap diri-Nya. Ia merasakan bahwa dirinya sangat berharga di hadapan Tuhan, di tengah-tengah teman sekampung yang menganggap dirinya sebagai ancaman. 

 

Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda punya pengalaman, bahwa diri Anda begitu berharga di hadapan Tuhan? Apakah Anda menyadari untuk keselamatan dan pendamaian dari segala dosa-dosa Anda ada yang bersedia membayar harganya? Bukan dengan kawanan babi yang banyak. Tetapi dengan darah-Nya sendiri, dengan nyawa-Nya! Lalu ketika Anda menyadarinya, apa yang sudah Anda lakukan?

 

Kesadaran bahwa kita dicintai dan berharga di hadapan Tuhan akan mengubah kita menjadi orang-orang yang pandai mengucap syukur. Dengan cara apa kita mengucap syukur? Belajar dari orang Gerasa itu: mendengar perintah-Nya, mewartakan kasih karunia-Nya kepada semua orang dimulai dari lingkungan terdekat dengan tidak memandang bulu karena Tuhan pun mengasihi kita tanpa memperhitungkan siapa kita ini. Kita akan menghargai semua orang. Kita akan mampu bertolak ke seberang dan bersahabat dengan semua orang. Kita tidak akan mudah mengangkat senjata, menggunakan kuasa dan kekuatan kita untuk menyingkirkan orang lain. Tetapi kita akan menggunakannya untuk kebaikan, persahabatan, dan kasih sayang!

 

 

Jakarta, 19 Juni 2025, Minggu Biasa XII Tahun C

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar