Jumat, 29 Desember 2023

MELANGKAH DENGAN PASTI

Menjelang pergantian tahun ada daftar-daftar yang berubah. Tidak kecuali daftar orang kaya. Setiap negara memiliki daftar orang terkaya. Di Swiss, daftar itu disebut BILANZ 300, memuat 300 orang terkaya di Swiss. Di Jerman, ada manager megazin menerbitkan daftar tahunan 500 orang terkaya di Jerman. Sunday Timesmengumumkan Rich List di Inggris; Challenges menerbitkan hal yang sama untuk Perancis. Forbes memuat daftar miliarder dunia tiap tahun. Kesan yang diberikan selalu sama: ini adalah orang-orang paling sukses di dunia, dan semuanya merupakan pelaku bisnis (atau pewaris mereka).

 

Daftar serupa juga ada untuk CEO terbaik, akademisi yang paling banyak dikutip pengarang yang karyanya banyak dibaca, artis yang paling mahal, musisi yang paling sukses, bintang olah raga yang paling hebat, dan aktor dengan jumlah penghasilan tertinggi. Setiap industri memiliki versinya masing-masing. Tetapi, apakah itu bermanfaat? Tergantung cara Anda mendefinisikan sukses.

 

Masyarakat dapat mengendalikan perilaku seseorang pada penetapan ukuran sukses tertentu, dan memberinya penghargaan. Masyarakat modern mengibarkan daftar orang-orang kaya, ternama, pesohor seperti halnya bendera yang menyala, sambil berkata: Inilah jalannya! Ya, jalan menuju orang sukses.

 

Mengapa masyarakat modern berusaha mengarahkan domba menuju kesuksesan material dan bukan misalnya: hidup yang memiliki lebih banyak waktu santai? Mengapa ada daftar orang-orang terkaya tetapi tidak ada daftar orang-orang yang paling bahagia? Cukup sederhana: itu karena pertumbuhan ekonomi menyatukan masyarakat!

 

Jika tidak ingin daftar Forbes membuat kita gila, ada dua hal yang harus kita fahami. Pertama, sukses didefinisikan berbeda-beda tiap zamannya. Seribu tahun yang lalu, daftar Forbes pasti tidak relevan; dalam seribu tahun lagi, mungkin juga begitu. Tidak relevan! Warren Buffett, yang bersama dengan Bill Gates telah menempati posisi atas daftar Forbes selama bertahun-tahun, mengakui bahwa dirinya tidak akan mencapai posisi sama seperti sekarang bila hidup pada Zaman Batu: “Jika saya lahir ribuan tahun yang lalu, saya akan menjadi santapan hewan buas, karena tidak bisa berlari cepat atau memanjat pohon.” Makna kesuksesan di masyarakat terus berubah mengikuti zamannya – tetapi masyarakat selalu menanamkan definisi kesuksesan pada diri Anda. Mestinya kita punya sikap: tidak mengikuti begitu saja bendera yang mereka kibarkan, sebab belum tentu ketika Anda melangkah mengikutinya di sana Anda akan menemukan kebahagiaan!

 

Ke mana Anda melangkah? Mengikuti arus dunia dengan sederet definisi sukses dan penghargaan-penghargaan yang dapat mengangkat derajat Anda? Ataukah ada yang melebihi itu? Akal waras kita tentu tidak naif bahwa kesuksesan secara materi dan tenarnya nama sebagai orang hebat itu dosa. Bukan demikian! Sebab, banyak orang kaya, artis atau atlet pesohor mereka tetap bisa hidup saleh bahkan membagi-bagi berkat yang mereka terima. Sebaliknya juga banyak orang miskin justru bertindak brutal dan sadis terhadap sesamanya. Ini bukan perkara kaya-miskin, pesohor atau bukan. Namun perkara melangkah yang memastikan kita menemukan definisi sukses dan bahagia.

 

Definisi sukses sekaligus bahagia itu sederhana, salah satunya menemukan apa yang dicari yang membuat hidup menjadi bermakna.

 

Para gembala yang hadir dalam peristiwa kelahiran Yesus Kristus kalau dibandingkan dengan orang-orang sukses versi Forbes jelas bukan siapa-siapa. Tetapi kalau diukur dengan ucapan Bill Gates, bisa jadi pada zamannya mereka adalah orang-orang paling bahagia sekaligus orang-orang paling sukses. Mau bukti? Mereka berhasil menemukan siapa yang dicari. Menanggapi pesan Malaikat Tuhan, mereka berjalan sesuai dengan petunjuk itu. Mereka tidak lama-lama diskusi dan berdebat, tetapi segera berangkat menuju Betlehem, kota kecil itu. Dan akhirnya, mereka menjumpai Anak itu dalam palungan di bungkus kain lampin. Mereka menjadi orang yang bebas bercerita tentang apa yang sudah mereka dengar sehingga membuat semua orang takjub! Mereka menemukan apa yang mereka cari!

 

Apa yang Anda cari sekarang? Berusaha masuk dalam daftar Forbes? Jika ya, silahkan berjuang dan menyadari segala risikonya. Seorang teman mengatakan, “Jika tidak punya uang, jika tidak kaya, kita akan dipandang sebelah mata. Lagi pula dengan uang kita dapat memberi orang lain, apa yang bisa diberikan kalau kita tidak punya apa-apa. Ya, benar, tidak segala-galanya dapat dibeli dengan uang. Tapi, untuk segala-galanya itu diperlukan uang!”

 

Bisa jadi para gembala itu juga bermimpi menjadi orang kaya. Kalau mereka jadi saudagar domba, tidak lagi perlu hidup terpencil, jauh dari komunitas masyarakat. Perkataan mereka didengar, ke mana saja dihormati. Coba Anda sekarang di posisi gembala, pasti mimpi-mimpi Anda berhenti menjadi gembala dan merindukan menjadi penguasa, pejabat atau para imam! Namun, ternyata Tuhan melalui Malaikat-Nya tidak membuat mereka melangkah ke arah itu. Kepada mereka, Malaikat itu menyerukan, “Jangan takut….!” Inilah sebenarnya petunjuk yang tepat untuk melangkah. Bukankah kebutuhan manusia yang paling mendasar itu bukan uang dan kekayaan? Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah terbebas dari rasa takut! Lihat, justru orang ingin kaya, tenar, populer dan dianggap sukses oleh masyarakat karena takut. Ya, takut tidak bahagia, takut tidak dipandang dan dilecehkan, takut ini dan itu!

 

Ketakutanlah yang membuat manusia berlomba-lomba menjadi nomor satu. Ketakutanlah yang membuat manusia menimbun banyak harta dan kekayaan, ketakutanlah yang membuat manusia menjadi serigala bagi sesamanya!

 

Malaikat itu menegaskan jangan takut dengan alasan bahwa “hari ini telah lahir bagimu Juruselamat”. Penawar takut itu ternyata adalah Juruselamat. Para gembala itu melangkah dengan pasti mencari dan akhirnya menemukan Sang Juruselamat itu. Penemuan inilah yang membuat mereka menjadi orang sukses sekaligus bahagia. Mereka menjadi orang-orang yang memiliki pengharapan di masa depan. Betapa tidak, janji dan petunjuk Malaikat itu benar adanya. Dengan bekal kebenaran inilah mereka boleh kembali dengan sukacita. “Maka kembalilah para gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang dikatakan kepada mereka” (Lukas 2:20).

 

Para gembala kembali mengayunkan langkah mereka. Sekarang tujuan mereka ke mana? Ya, kembali! Kembali menjadi gembala. Kembali bergaul dengan domba-domba mereka. Namun ada sesuatu yang berbeda. Mereka memuji dan memuliakan Allah! Hidup mereka penuh dengan pujian kepada Allah.

 

Teruskanlah perjuanganmu, melangkahlah terus dengan pasti. Yakin bahwa Allah menyertaimu. Imanuel! Namun, jangan lupa dalam perjuangan dan pekerjaanmu: sama seperti gembala, jadikanlah seluruh hidupmu menjadi puji-pujian bagi-Nya. Buatlah seluruh perjuanganmu menjadi kesaksian bagi kemuliaan nama-Nya. Dengan demikian, engkau tidak akan menjadi sombong apabila menempati rangkin teratas Forbes, atau engkau tidak akan stres dan bunuh diri ketika ada pada titik nadir. Engkau akan dikaruniai hari yang bersukacita, apabila engkau sungguh-sungguh mengalami perjumpaan dan menemukan apa yang engkau cari, yakni: Sang Mesias!

 

Selamat tahun baru, 1 Januari 2024. Tuhan memberkati!

 

Jakarta, Ibadah Tahun Baru 1 Januari 2024, Tahun 

HIDUP DALAM HIKMAT TUHAN

Saya yakin, di penghujung tahun ini banyak dari kita, termasuk saya sedang melihat “album” lama. Kenangan masa lalu! Sebuah buku menemani saya, entah kebetulan atau tidak, sampai pada Bab 20, tentang “Dua Diri Anda: Hidup Anda Bukanlah Album Foto” (The Art of The Good Live, Rolf Dobelli). Dobelli memperkenalkan kepada pembacanya tentang dua orang yang sangat kita kenal: diri Anda yang mengalami dan diri Anda yang mengingat.

 

Diri yang mengalami adalah bagian alam sadar yang menjalani masa kini. Sekarang! Dalam kasus Anda, dia adalah diri Anda yang sedang membaca kata atau kalimat ini. Tidak lama lagi, diri Anda tersebut akan mengajak Anda berhenti membaca, dan kemudian menyeduh secangkir teh. Diri yang mengalami tidak hanya mengalami apa yang sedang Anda lakukan, tetapi juga apa yang sedang Anda pikirkan dan rasakan. Diri ini memandang kondisi fisik seperti kelelahan, sakit gigi, meriang, atau stress, kemudian mencampur semuanya menjadi satu momen pengalaman tunggal.

 

Berapa lama suatu momen itu dapat bertahan? Para psikolog memperkirakan kurang lebih tiga detik. Itu adalah rentang waktu yang kita pandang sebagai saat ini. Pada dasarnya, itu adalah semua hal yang kita alami dan satukan menjadi “sekarang”. Periode yang lebih lama dipandang sebagai serangkaian momen individual. Di kurangi waktu yang dihabiskan untuk tidur, semua ini menghasilkan dua puluh ribu momen per hari atau sekitar setengah juta miliar momen selama rata-rata waktu hidup manusia.

 

Apa yang terjadi terhadap semua kesan yang berlalu dengan cepat melalui otak Anda setiap detik? Sebagian besar orang mengatakan bahwa kesan tersebut pergi tanpa jejak. Sekarang uji diri Anda sendiri apa yang tepatnya Anda alami dua puluh empat jam, sepuluh menit, dan tiga detik yang lalu? Mungkin tadi Anda hendak bersin, atau memandang ke luar jendela, mengibaskan remah-remah makanan dari pakaian Anda. Apa pun itu, sudah lewat. Kita mengingat tidak sampai satu juta pengalaman kita. Kita adalah mesin raksasa penghapus pengalaman. Itulah diri yang mengalami.

 

Orang kedua dalam diri Anda adalah: diri yang mengingat. Ini adalah sebagian pikiran sadar Anda yang mengumpulkan, mengevaluasi, dan mengelola beberapa hal yang tidak dibuang oleh diri yang mengalami. Jika dua puluh empat jam, sepuluh menit, atau tiga detik yang lalu Anda memasukkan kue terbaik yang pernah Anda rasakan ke dalam mulut Anda, maka mungkin diri yang mengingat masih mengetahuinya. 

 

Perbedaan antara kedua diri Anda cukup digambarkan dengan sebuah pertanyaan sederhana. Apakah Anda bahagia? Gunakan sedikit waktu untuk pertanyaan itu.

 

Oke, bagaimana Anda memahaminya? Jika berkonsultasi kepada diri yang mengalami, dia akan menjawab dengan kondisi pengalaman saat ini, kondisi mental Anda dalam tiga detik terakhir, saya berharap responsnya positif. Tetapi, jika Anda menanyakan diri yang mengingat, penjelasan yang mungkin Anda dapatkan sifatnya akan menjadi sangat luas dan itu terkait dengan keseluruhan suasana hati Anda – kira-kira apa yang sedang Anda rasakan belakangan ini, dan bagaimana biasanya Anda merasa puas dengan hidup Anda.

 

Sayangnya, kedua diri tersebut jarang sekali memberikan jawaban yang sama. Dobelli menyimpulkan dengan memberi pertanyaan: Jadi mana yang penting, diri yang mengalami atau diri yang mengingat? Keduanya, tentu saja! Tidak ada seorang pun yang melewatkan kenangan yang indah. Akan tetapi, kita cenderung menilai terlalu tinggi diri yang mengingat, dan melebih-lebihkan kenangan yang bisa kita peroleh untuk masa depan, dari pada memusatkan perhatian pada masa kini. Putuskan apa yang lebih penting bagi Anda: hidup yang memuaskan dari waktu ke waktu atau, hidup yang dipenuhi oleh album foto?

Dari uraian Dobelli ada hal menarik, otak kita hanya mengenang hal-hal yang spektakuler, ekstrim, tragis, pendek kata momen-momen yang tidak biasa-biasa saja. Sementara, hal-hal biasa akan lewat begitu saja tanpa makna. Kita akan mengingat hal-hal yang sangat menggembirakan, momen saat kita dihargai dengan capaian-capaian kita. Kita akan mengingat detil peristiwa yang menyakitkan, yang menyinggung perasaan kita, namun kita lupa apa menu makan pagi, pemandangan dalam perjalanan menuju kantor, bahkan menaruh kacamata atau buku. Itu terlalu biasa untuk diingat. Setahun berapa banyak firman Tuhan yang berkesan dan masih kita ingat sampai sekarang? Saya yakin, yang kita ingat tidak banyak dan kalau pun ada yang diingat cerita yang lucunya itu.

 

Berapa banyak berkat Tuhan yang kita ingat dan kemudian itu mengubah hidup Anda untuk menjadi saluranberkat? Bisa jadi yang kita ingat sebagai berkat itu adalah kesuksesan dalam studi, karir, usaha, sembuh dari penyakit, lolos dari kecelakaan, atau terbebas dari masalah. Kita tidak mengingat bahwa dari hari ke sehari Tuhan menyertai dan memberkati kita. Imanuel!

 

Hikmat akan menolong kita dalam keterbatasan otak yang hanya mampu mengingat satu juta momen dari setengah juta miliar momen untuk melihat karya kasih Tuhan dalam hal-hal yang biasa-biasa saja. Benar, mungkin kita tidak akan mengingat detil demi detil karena keterbatasan tadi. Namun, hikmat itu akan membawa seluruh pengalaman itu pada “alam bawah sadar” kita, sehingga walaupun kita tidak mengingat detil peristiwanya, seluruh bagian dari diri kita akan merasakan bahwa di setiap momen kehidupan itu ada sentuhan tangan Tuhan yang tidak terlihat. Kita akan menjawab pertanyaan Dobelli itu: Bahagiakah Anda sekarang? Ya! Ini bukan bahagia yang dipengaruhi mentalitas saat ini saja. Tetapi seluruh rangkaian itu pada muara bahagia!

 

Manusia yang terbatas memerlukan hikmat Tuhan. Itulah yang diminta Salomo ketika Allah menawarinya dengan apa saja yang dimintanya akan dikabulkan. Salomo sadar, setidaknya di awal kekuasaannya, bahwa tanpa hikmat Allah setiap momen yang dilaluinya kehilangan makna. Hikmat itu teruji ketika ia diperhadapkan pada masalah pelik. Dua ibu yang memperebutkan seorang bayi. Hikmat itu ibarat terang yang menyibak kegelapan. Gelap, bukankah itu yang terjadi ketika dua ibu ini bersengketa. Siapa sesungguhnya ibu yang mengandung bayi yang sedang diperebutkan itu baru terkuak dan menjadi terang benderang karena hikmat yang dari Allah!

 

Hidup yang kita telah jalani bisa saja terasa gelap. Tanpa makna, hambar, tidak adil bahkan sia-sia. Apalagi menjadi proyeksi ke depan: tidak ada harapan! 

 

Tunggu dulu! Jangan buru-buru menyimpulkan. Benar, mungkin saja peristiwa-peristiwa kelam itu mewarnai kehidupan kita di tahun ini. Usaha bangkrut, orang yang dicintai meninggal, disalahpahami orang lain, anak-anak tidak lagi menaruh hormat, dan sederet lagi cerita tragis. Ada alasan dan pembenaran untuk pesimis dan putus asa. Namun, bukankah dengan hikmat Tuhan kita juga bisa melihat bahwa sampai di penghujung tahun ini, Dia menyertai kita. Kita masih ada dan benafas. Dan ketika Anda membaca atau mendengar renungan ini bukankah ingatan dan nalar kita masih bekerja? Dulu, Salomo berhasil menembus kegelapan, masalah pelik itu dengan hikmat Allah. Kita juga dapat meminjam hikmat itu untuk melihat segala kebaikan-Nya.

 

Terang yang dulu menyinari kegelapan pelik Salomo, akan menolong kita juga hari ini. Bukankah Terang itu telah datang dan kita telah menyambut-Nya? Ya, Yesus Sang Terang dunia itulah yang menolong kita untuk memaknai seluruh rangkaian hidup kita. Mungkin benar bahwa tidak bisa kita mengingat semua peristiwa yang telah terjadi. Namun, mata hati kita akan dipertajam untuk melihat kebaikan demi kebaikan Tuhan bahkan dalam perkara-perkara sederhana sekalipun. Ingatlah, Yesus pernah berkata di Bait Allah itu, “Akulah terang dunia; barang siapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup” (Yohanes 8:12).

 

Jakarta, 29 Desember 2023, Tutup Tahun