Kamis, 07 Desember 2023

IA DATANG KARENA CINTA-NYA

Raungan sirene pertanda kereta akan lewat terus berbunyi. Palang pintu perlahan turun menutup jalan. Namun, para pemotor dan pengemudi mobil tidak menghiraukan. Alih-alih berhenti, mereka berebut saling mendahului. Akhirnya menumpuk percis di atas rel kerata api itu. Lelaki setengah baya dengan tubuh gempal, sebut saja Usma tergopoh-gopoh keluar dari markasnya. Priiiiitttt... priiiittt... sekuat tenaga ia membunyikan peluit sambil mengangkat tangan kanannya memberi isyarat agar para pelintas batas itu berhenti. Tidak digubris!

Sementara dari arah lintasan itu sayup-sayup kereta api sudah mulai terlihat. Usman semakin panik. Lebih kencang lagi ia meniup peluitnya. Makin cemas, kereta semakin dekat. Ia memuntahkan peluit itu dari mulutnya dan kini sekuat tenaga ia berteriak, "Woi...stop, stop! Berhenti, kalau tidak elu mampus! Lihat, kereta depan muke, elu!"

Φωνη βοωντος εν τη ερημω, "... ada suara orang berseru-seru di padang gurun:..." (Markus 1:3). "Φωνη βοωντος, phone boõntos" (suara orang berseru-seru), dalam bahasa Yunani ada beberapa kata untuk menunjuk orang "berseru". Misalnya: krazo, lego, epikaleomai, parakaleo (dari kata kaleo: memanggil), dan boao. Injil Markus menggunakan kata boõntos dari kata dasa boao untuk kata "berseru-seru". Apa artinya? Ini tidak sekedar mengeluarkan suara. Lebih dari itu, boao nyaris sama dengan kata Ibrani qara yang berarti "berteriak, menjerit, mengerang" seperti Hana berseru, berteriak, menjerit kepada Tuhan memohon belas kasih untuk dikaruniai anak.

"Ada suara orang berseru-seru..." Ada suara orang berteriak, menjerit, meraung sambil menangis sekuat tenaga. Siapa dia dan untuk apa ia meraung sekuat tenaga sambil menangis? Ya, dia adalah Yohanes Pembaptis yang memperdengarkan suaranya di padang gurun! Dia adalah orang yang dipersiapkan Allah membuka jalan bagi Sang Mesias. Dia adalah sosok yang dinubuatkan Nabi Yesaya dan Nabi Maleakhi. Suaranya tentu saja bukan dari dirinya sendiri, melainkan penyambung lidah Allah. Artinya, Allah sendirilah yang berseru-seru. Allah sendirilah yang berteriak, mengerang, menangis, menjerit sekuat tenaga!

Untuk apa Allah berseru-seru, berteriak, mengerang dan menangis sekuat tenaga? Ini menjadi jelas ketika kita menyimak isi yang diserukan dan diteriakkan itu. "Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu!" (Markus 1:4). Bagi Allah, yang memakai suara Yohanes, situasi sudah sangat genting. Ibarat kereta api itu sudah di depan mata! Dosa yang terus-menerus dilakukan umat-Nya membuat Dia menangis. Seruan Yohanes Pembaptis adalah gambaran isi hati Allah sendiri terhadap perilaku umat-Nya. Umat itu menuju pada kebinasaan. Tentu saja keprihatinan Allah melebihi Usman si lelaki penjaga lintasan kereta api itu. Allah tidak ingin manusia binasa karena perilakunya itu. 

Teriakan padang gurun itu adalah ungkapan isi hati Allah. Ia ingin supaya umat-Nya bertobat dan kembali kepada-Nya. Teriakan dan tangisan yang begitu kuat keluar bukan untuk kepentingan-Nya. Bukan seperti teriakan dan tangisan Hana atau anak kecil yang merengek, histeris meminta agar keinginannya terpenuhi. Bukan! Teriakan itu seperti permohonan seorang ibu kepada anaknya yang terus saja melakukan keonaran dan tindakan pidana. Teriakan dan tangisan itu keluar dari cinta yang begitu dalam terhadap umat-Nya. Ia tidak ingin umat-Nya binasa!

Dengan cara-Nya yang unik dan bagi tiap-tiap orang, Tuhan berseru dan menangis! Ya, Ia menangisi kita, Ia ingin kita bertobat dan tidak binasa. Di tengah begitu deras-Nya arus dunia ini membuat kita terseret semakin jauh dari-Nya. Kita sibuk dengan diri dan kepentingan sendiri. Tidak lagi peduli dengan sesama yang menderita. Tidak lagi mau tahu dengan apa yang dikehendaki Tuhan. Ibarat suara sirene lintasan kereta api dan palang pintunya yang tertutup, kita terabas. Tidak mau dengar peringatan dan teriakan untuk berhenti. Kita menerabas batasan-batasan hukum dan moral, yang penting saya happy, yang penting saya sukses. Tuhan menangis dan Ia terus berseru agar kita berhenti dan balik arah. Bertobat!

Yohanes Pembaptis yang menyerukan isi hati Tuhan akan terus hadir dalam kehidupan tiap-tiap orang. Ia hadir dalam cara-Nya yang unik yang terkadang tidak kita sadari. Yohanes Pembaptis dapat hadir dalam sosok pasangan kita, orang tua atau anak kita, atasan atau bawahan dalam lingkungan pekerjaan kita, dalam teman pelayanan atau ibadah-ibadah bahkan dalam peristiwa-peristiwa kehidupan kita. Pesan inti dari kehadirannya adalah menyuarakan cinta-Nya. Ia hadir mengingatkan kita untuk bertobat dan kembali pada jalan-Nya!

Lalu, apa tanggapan kita? Mengeraskan hati, sama seperti para pengendara yang menerobos pintu lintasan kereta api? Silahkan, jika kita sudah tahu dan dapat menerima segala konsekuensinya! Namun, bagi setiap orang yang dapat menangkap, memahami kepedulian Allah, inilah saat yang tepat untuk berhenti. Ya, berhenti dari segala perilaku buruk dan tercela. Lebih dari itu, tidak cukup hanya berhenti, inilah saatnya kita berbalik arah. Hidup dalam pertobatan untuk menyambut Dia yang datang membawa cinta!

Benar, kedatangan-Nya kembali tidak ada seorang pun yang tahu. Di sini ada cukup waktu untuk kita berbenah diri. Yakinlah bahwa Dia tidak pernah lalai akan janji-Nya. Jika saja sampai hari ini, kedatangan-Nya belum juga terjadi, kita dapat memaknainya dalam bingkai cinta juga. Ingatlah, "Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9).

Inilah cinta kasih-Nya untuk semua orang. Ia ingin pada saat kedatangan-Nya kembali, akhir zaman itu semua orang selamat, semua menyambut dengan sukacita dan bukan dengan kertak gigi dan rintihan. Tuhan ingin tidak ada yang binasa. Dalam bingkai ini kita dapat mengerti, jika sampai hari ini Ia belum datang kembali, itu bukan karena Dia lupa akan janji-Nya. Tuhan setia dan Ia pasti datang! Dia Tuhan yang mengerti bahwa kita butuh waktu untuk berbenah diri. Pakailah waktu yang masih tersisa ini bukan untuk memuaskan diri dengan segala hawa nafsunya, melainkan dengan bersolek hati dan jiwa agar pantas menyambut cinta-Nya yang akan datang itu!

Jakarta, 07 Desember 2023, Minggu Adven II Tahun B

Kamis, 30 November 2023

MENANTI DALAM PENGHARAPAN DAN PENYERAHAN DIRI

Perang Rusia vs Ukraina belum kunjung reda. Perang lebih dahsyat muncul: Hamas vs Israel yang menyeret banyak negara terlibat di  dalamnya. Perang yang terakhir ini digadang-gadang dapat memincu bencana kemanusiaan yang berujung pada penggunaan senjata-senjata pemusnah masal, nuklir, dan kalau ini terjadi, ujungnya sudah dapat ditebak: kiamat! Perang ini menguras emosi dan spiritual. Mengapa? Mau tidak mau orang mengaitkannya dengan keterhubungan akar historis peradaban agama samawi. Ada kelompok-kelompok yang begitu yakin bahwa kekuatan-kekuatan yang sedang berperang mewakili sesembahan mereka yang sedang bertarung. Meski keyakinan ini absur, primitif dan naif namun masih laku. Buktinya, kita saksikan sendiri dalam berita-berita mainstrem, apalagi portal-portal media yang mencomot penggalan-penggal peristiwa untuk membenamkan frame mereka. Celakanya kita juga ikut berperang dalam platform media kita!

Ada kelompok yang begitu yakin, bahwa inilah permulaan akhir zaman yang sesungguhnya. Tnda itu begitu kuat: Israel akan naik podium. Menang dalam peperangan dan Bait Suci Salomo itu akan dibangun lagi dengan segala kemegahannya, umat pilihan Allah yang terserak ke pelbagai penjuru dunia akan dihimpunkan dan tentu saja akhir zaman atau kiamat tiba!

Akhir zaman atau kiamat menjadi tema seksi. Tema ini menyita perhatian dan energi luar biasa bukan hanya pada umat perjanjian baru. Akarnya jauh sudah ada pada peradaban perjanjian lama. Pengharapan mesianik, yakni datangnya sang mesias yang akan mengakhiri segala bentuk penderitaan telah lama dinantikan oleh  umat Israel. Dengan keyakinan itu, ada yang sungguh-sungguh berharap - umumnya mereka yang sedang menderita, tertindas dan diperlakukan tidak adail - namun tidak sedikit juga yang abai khususnya mereka yang nyaman menikmati kekuasaan dunia.

Akhir zaman adalah tema yang diimani sekaligus juga mengandung teka-teki. Diimani oleh karena sebuah keyakinan bahwa dunia ini pasti akan berakhir dan teka-teki, sebab kitab suci tidak memberi tahu kapan tepatnya peristiwa itu bakal terjadi. Sehingga banyak menyeret orang atau kelompok berspekulasi menduga-duga, mencocok-cocokkan peristiwa-peristiwa alam atau konflik manusia sebagai pengesahan tanda-tanda yang dulu dicatat oleh kitab suci. Banyak orang terjebak pada dugaan-dugaan spekulan ketimbang hidup dalam penantian yang dihimbau oleh pesan teks suci itu. Akibatnya, orang segera merasa perlu melakukan ini dan itu ketika melihat tanda-tanda itu tampaknya ada di depan mata mereka. Padahal, hidup beriman seharusnya dilandasi pada kasih akan Allah. Sehingga penantian datangnya hari Tuhan ditaruh pada frame pengharapan yang merindukan akan datangnya sang kekasih itu. Dalam pemahaman ini, orang beriman sama seperti seorang kekasih yang akan menggunakan saat penantian itu dengan bersolek, berbenah diri dalam kegembiraan untuk menyongsong hadirnya sang kekasih. Ia akan bersiap sedia, berjaga-jaga bukan dalam bingkai ketakutan tetapi kegembiraan; sukacita!

Kegembiraan dan sukacita akan terjadi pada seorang murid yang sudah mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik. Tetapi mimpi buruk bagi mereka yang mengabaikan tanggung jawab. Mengapa? Sebab, yang mereka bayangkan adalah sosok sang guru yang akan hadir dengan teguran dan hukuman. Yesaya 64 :1-9 memberi gambaran itu. Allah akan mengoyakkan langit, turun dan memberikan penghukuman, "...., Engkau ini murka, sebab kami berdosa;..." (Yesaya 64:5b). Sebaliknya, Allah akan menyambut mereka yang berbuat benar dan yang selalu mengingat jalan yang ditunjukkan-Nya. Hukuman itu dahsyat dan mengerikan ini bukan untuk menakut-nakuti. Namun, harus dibaca sebagai konsekwensi logis dari tindakan abai terhadap apa yang baik yang harus dilakukan.

Berita akhir zaman dan kedatangan Anak Manusia yang dikumandangkan saban dimulainya tahun baru gerejawi, Adven tentu saja bukan untuk menakut-nakuti umat agar senantiasa berbuat baik. Bukan itu! Kedatangan-Nya kembali dinyatakan Yesus itu akan dipenuhi dengan kekuasaan dan kemuliaan yang berarti bahwa Ia datang menghadirkan dengan utuh kuasa-Nya yang membarui ciptaan yang melahirkan keindahan, kecerahan, dan tentu saja penuh kasih karunia! Lalu, siapakah yang tidak merindukan situasi seperti ini, kecuali mereka yang merasa nyaman dengan kenikmatan dunia? Bagi orang percaya, situasi seperti ini akan menyerahkan diri mereka dibentuk kembali oleh Sang Penjunan itu, "Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kami tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu." (Yesaya 64:8).

Parousia, kedatangan Tuhan bagi orang percaya bukan hal menakutkan meski sebelumnya kedatangan itu, Yesus mengatakan ditandai dengan pelbagai peristiwa dahsyat. Kedatangan-Nya itu tidak ada yang dapat menduganya, apakah Tuhan akan datang "tengah malam", "larut malam", atau "pagi-pagi buta". Saatnya sama sekali tidak dapat diduga! Maka, ajakan untuk waspada dan berjaga-jaga adalah hal yang sangat logis.

Berjaga-jaga seperti apa? Sikap waspada dan berjaga-jaga dalam konteks Injil Markus 13 mempunyai pelbagai dimensi. Bukan hanya mengacu pada sikap tidak peduli dan terlena karena menganggap saat kedatangan Tuhan masih lama, tetapi juga jangan terbius oleh kabar angin yang menghembuskan berita bahwa tanda-tanda itu sudah terpenuhi dan saatnya sudah tiba di sini atau di situ. Kabar semu spekulan ini dari dulu sampai sekarang sudah dan akan terus dihembuskan dan sialannya banyak orang tertipu. 

Paraousia Tuhan di akhir zaman pasti terjadi, rentetan peristiwa yang Yesus sampaikan juga sudah banyak yang terjadi demikian juga momen kedatangan Tuhan yang lebih dekat, misalnya: kedatangan-Nya pada akhir hidup masing-masing orang, dan juga kedatangan-Nya setiap hari di dalam wujud saudara-saudara Yesus yang papa dan paling hina yang membutuhkan sapaan dan sambutan pelayanan. Apakah kita benar-benar waspada dan berjaga-jaga? Menyambut mereka adalah jauh lebih baik ketimbang menghitung hari kedatangan-Nya!

Waspada dan berjaga-jaga juga berarti bertanggung jawab dalam menjalankan tugas yang dimandatkan Tuhan kepada tiap-tiap orang percaya di tengah masyarakat. Berguna bagi kehidupan bersama, menjadi garam dan terang dalam setiap komunitas. Tugas-tugas ini ditanggapi bukan dengan beban berat, melainkan dengan sukacita karena kita memandangnya sebagai sarana menyatakan kasih kepada Allah. Jika orang termotivasi oleh kasih, maka tidak ada suatu tugas yang memberatkannya. Tugas-tugas itu bermuara pada pemulihan demi pemulihan: hari ini harus lebih baik dari kemarin dan besok harus lebih menyenangkan dari kemarin.

Mengharapkan kedatangan-Nya dengan bertanggung jawab akan membawa kita dapat memperbaiki kehidupan masa depan dengan baik. Orang yang bertanggung jawab dan berpengharapan pada kedatangan-Nya tidak akan berkata, "Saya merasa besok akan lebih baik!" Tetapi ia akan berkata, "Saya dengan pertolongan Tuhan bertekad membuat hari esok jauh lebih baik!" Harapan yang bertanggung jawab ini tidak ada hubungannya dengan nasib atau takdir. Kapan pun Tuhan datang, dengan kekuatan dari Tuhan aku akan mengerjakan tanggung jawabku sebab aku mengasihi-Nya!

Jakarta, 30 Septembar 2023. Adven Pertama, Tahun B