Pemilihan Umum Kepala Daerah sudah berakhir. Namun, masih menyisakan banyak hal, khususnya di DKI
Jakarta. Persaingan politik yang begitu hebat sempat menggoyahkan sendi-sendi
kehidupan berbangsa belum sepenuhnya mereda. Meski banyak tokoh menghimbau
untuk tidak menggunakan isu-isu suku, agama, ras dan dan antar golongan (SARA)
dalam kompetisi politik, nyatanya hal itu tetap saja terjadi. Kini, mestinya
kita semua kembali bersatu sebagai warga untuk membangun peradaban yang lebih
baik. Kita menanti pemenuhan janji-janji politik pada masa kampanye itu.
“Janji adalah hutang,” demikian pepatah orang tua kita, “kalau tidak
mampu melunasinya maka sebaiknya jangan mudah berjanji!” Manusia mudah
mengucapkan bahkan mengumbar janji meski belum tentu dapat memenuhinya. Bisa
saja, ketika seseorang berjanji, ia berniat untuk memenuhi janjinya. Namun,
belum tentu ia mempunyai kapasitas dalam memenuhi janjinya. Berbeda dari
manusia, ketika Tuhan berjanji, itu berarti tidak hanya ia mau menepatinya
tetapi juga Ia mampu dan berkuasa untuk memenuhi janji-Nya!
Kenaikkan Yesus Kristus kembali dalam kemuliaan menjadi pembuktian atas
janji yang pernah diucapkan oleh Yesus sendiri. Semasa berkarya bersama para
murid, Yesus pernah mengatakan bahwa sebagai Mesias, Ia harus menderita dan
bangkit dari antara orang mati pada hari ketiga. Ada unsur baru dalam perkataan
Yesus, Ia menyatakan bahwa dalam nama-Nya berita pertobatan dan pengampunan
dosa harus disampaikan kepada segala bangsa mulai dari Yerusalem. Yesus juga
berjanji bahwa kepergian-Nya kembali kepada Bapa di Sorga bukan berarti
membiarkan para murid bergumul sendiri. Ia menjanjikan Roh Kudus yang akan menyertai para murid dalam
meneruskan karya Yesus. Untuk itu para murid harus tetap berada di Yerusalem
sampai dilengkapi oleh kekuasaan dari tempat tinggi.
Pada saat pemenuhan janji itulah orang-orang yang dahulu hidup
bersama-sama dengan Yesus diberi kepercayaan menjadi saksi kehidupan baru. Itulah
yang ditegaskan dalam Lukas 24:49, “Aku
akan mengirimkan kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus
tinggal di dalam kota ini sampai kamu dilengkapi dengan kekuasaan dari tempat
tinggi.”
Jangan meninggalkan Yerusalem, nantikan apa yeng dijanjikan Bapa!
Pernyataan ini diulang karena memang menjadi penting bagi masa depan para
murid. Perintah Yesus agar para murid tetap berada di Yerusalem merupakan hal
khusus bagi penulis Injil Lukas. Bagi Lukas, kota Yerusalem mempunyai makna
dalam dimensi karya keselamatan Allah. Pengalaman di Yerusalem bersama Yesus
akan menjadi titik tolak pemberitaan keyakinan iman para murid. Pelayanan Yesus
berpusat dan berakhir di Yerusalem. Dan dari Yerusalemlah para murid diutus
untuk menjadi saksi Tuhan sampai ke ujung-ujung bumi. Untuk memahami karya
itulah, para murid membutuhkan apa yang dijanjikan Bapa. Janji Bapa itu
menunjuk pada Roh Kudus. Roh Kudus adalah karunia ilahi yang memampukan para
murid melakukan tugas perutusan.
Rupanya, para murid belum sepenuhnya mengerti apa yang akan terjadi bila
mereka sudah dilengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi. Mereka mengira –
dengan Yesus kembali ada bersama mereka seperti dulu – inilah saatnya Yesus
bersama-sama dengan mereka akan mewujudkan harapan mereka yakni, memulihkan
kerajaan Israel (Kis.1:6). Mereka berpikir Yesus bersama mereka yang telah
dilengkapi “kuasa” itu akan segera dapat menaklukan kekuasaan penindas dan
mereka dapat mengembalikan takhta kerajaan Daud.
Dalam jawaban Yesus kepada mereka menjadi jelas bahwa mereka tinggal di
Yerusalem bukan untuk memersiapkan pemulihan kerajaan Daud – sebagaimana diharapkan
oleh sebagian besar orang Yahudi! Mereka diharapkan membangun Kerajaan Allah
yang baru, kerajaan yang bukan bersifat politis tetapi kerajaan yang bersendi
pada pengalaman kebangkitan dari kematian. Yesus yang bangkit merupakan tanda
pembaruan kerajaan tersebut. Dalam jawabannya, Yesus tidak menekankan waktu
pemulihan oleh Mesias, melainkan menekankan saat, momen yang dikehendaki oleh
Bapa-Nya di mana kapan waktunya tidak ada seorang pun yang tahu selain Bapa.
Namun, para murid Yesus diharapkan mengarahkan pandang kepada Bapa yang akan
memercayakan kemampuan dan kekuatan untuk menyongsong kedatangan-Nya.
“Kamu akan menerima kekuatan bila
Roh Kudus datang kepada kamu.” Itulah yang mesti dipegang oleh para murid. Dengan
kekuatan itu, mereka akan dimampukan memahami apa yang menjadi rencana Bapa. Berkat
kehadiran Roh Kudus itu maka para murid bukan hanya menjadi orang percaya,
melainkan juga bisa dipercaya untuk mengerjakan keselamatan Allah dalam
perjuangan hidup mereka, baik secara pribadi maupun bersama-sama.
Janji Tuhan kepada para murid untuk memberikan kekuasaan dari tempat
tinggi bukan janji kosong. Kuasa dari tempat tinggi itu bukanlah kuasa untuk
mewujudkan segala angan dan impian mereka tentang Mesias. Kuasa itu adalah
kemampuan untuk meneruskan karya Kristus dan sekaligus menjadi saksi nyata
dalam berita Injil. Janji itu menuntut kesetiaan para murid untuk menanggapinya.
Mereka diminta untuk menyiapkan diri, bertekun, dan sehati sepikir.
Pada pihak lain, dengan selesainya karya Kristus secara kasat mata dan
Dia kembali kepada Bapa-Nya di Sorga dan diberikan-Nya janji Allah itu
menandakan kepercayaan Allah kepada para murid untuk meneruskan tugas mulia. Di
sinilah manusia harus menyiapkan diri untuk dapat menerima kepercayaan itu
dengan sungguh-sungguh. Kita sering menuntut, “mengklaim” janji Tuhan. Namun,
sadarkah pada saat yang sama kita pun harus memeriksa diri-sendiri akan
kesungguhan kita dalam menyiapkan diri dengan bertekun, sehati, sepikir dalam
menerima janji Tuhan itu?