Jumat, 07 November 2014

MENANAMKAN KEBENARAN DAN KEJUJURAN Amsal 22:1-6

“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu.”
(Amsal 22:6)

Sangat menarik jika kita perhatikan tingkah-laku anak kecil. Ada seorang ibu sedang melatih anaknya untuk belajar berjalan. Anak kecil itu belum mantap untuk berdiri. Ia memegangi tepi meja, mulailah merayap berjalan mengelilingi meja itu. Tiba-tiba anak kecil itu terjatuh dan kepalanya membentur kaki meja itu. Ibunya sontak kaget. Segera ia merangkul anaknya yang sedang menangis. Apa yang kemudian dilakukan si ibu? Ibu itu memukul meja dan berkata, “Meja jahat telah membuat kamu jatuh! Sudah diam, mama sudah pukul meja itu!” anak kecil itu segera berhenti menangis dan kini tertawa lagi.

            Praktis dan singkat. Si anak berhenti menangis dan ceria kembali. Namun, tanpa sadar orang tua sedang mengajarkan kepada anaknya untuk melampiaskan kekesalan dan mengalihkan kesalahan kepada pihak lain. Anak belajar membalas dendam dan mencari kambing hitam. Tidaklah mengherankan kalau pada saatnya nanti anak itu akan tumbuh dengan nilai-nilai didikan seperti itu. Kita saksikan sekarang ada banyak orang tumbuh dengan jiwa balas dendam, tidak jujur dan selalu mencari pihak lain yang dapat dijadikan kambing hitam bila ia melakukan kesalahan.

            Penulis Amsal mengingatkan kepada setiap orang dewasa untuk mendidik orang-orang muda dengan jalan yang patut baginya. Artinya, mengajarkan kebenaran dengan seutuhnya. Setiap orang tua berkewajiban menanamkan nilai-nilai kebenaran itu tidak cukup dengan ucapan. Melainkan dengan seluruh aspek kehidupannya.
 
REFLEKSI:
Buah dari ajaran yang salah tidak pernah menghasilkan tindakan yang benar.
 

KASIH MELAMPAUI SEGALA SESUATU 1 Korintus 13:1-13

“Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap;...”
(1 Korintus 13:8)
 
Alkisah ada seorang raja muda yang pandai. Ia memerintahkan semua mahaguru terkemuka dalam kerajaannya untuk berkumpul dan menuliskan semua hikmat dan kebijaksanaan di dunia ini. Mereka mengerjakannya. Menakjubkan, setelah empat puluh tahun bekerja mereka telah menghasilkan ribuan buku tentang hikmat. Raja itu kini berumur enam puluh tahun. “Saya tidak mungkin lagi membaca ribuan buku ini, sekarang ringkaskan dasar-dasar hikmat itu!”

            Setelah sepuluh tahun bekerja, berhasil meringkas buku-buku hikmat itu dalam satu jilid saja. “Itu masih terlalu banyak”, kata sang raja “saya sudah berusia tujuh puluh tahun. Peraslah semua kebijaksanaan itu ke dalam inti yang paling dasariah!” Maka orang-orang bijak itu mencoba lagi memeras inti hikmat itu. Pada waktu raja berbaring di tempat tidur menjelang kematiannya, pemimpin kelompok mahaguru hikmat itu menyampaikan hasil akhir seluruh ringkasan hikmat. Ia menyampaikan kepada raja, “Manusia hidup, lalu menderita, kemudian mati. Satu-satunya hal yang dapat bertahan adalah cinta!”

            Cinta kasih adalah kekal! Setelah uraian panjang lebar mengenai pelbagai karunia, Paulus tiba pada satu hal pokok yang mendasar dalam kehidupan manusia, yakni kasih. Nubuat akan berakhir, bahasa roh akan berhenti dan mengetahuan akan lenyap, namun kasih akan tetap ada. Apa yang kita kejar sekarang? Pelbagai macam karunia? Ilmu pengetahuan dan kepandaian? Popularitas? Ingatlah semua akan lenyap di telan waktu, hanya kasih yang punya nilai abadi.
 
REFLEKSI:
Carilah apa yang kekal dan bukan yang fana. Kasih adalah kekal!