Rabu, 04 Mei 2016

PERGI MEMBERI KEPERCAYAAN


“…pada hari ketiga bangkit pula dari antara orang mati, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa,..”

Sepenggal kalimat ini adalah bagian dari Pengakuan Iman Rasuli yang setiap Ibadah Minggu kita ucapkan. Setelah menyelesaikan tugas perutusannya, Yesus kembali ke sorga. Ia naik ke sorga! Kenaikan Yesus ke sorga menandakan berakhirnya semua penampakan Yesus setelah peristiwa kebangkitan-Nya. Berakhir pula segala pekerjaan fisik Yesus di bumi ini. Hanya empat ayat, Lukas melukiskan peristiwa kenaikan Yesus (Lukas 24:50-53). Singkat sekali. Yesus membawa para murid-Nya ke dekat Betania, Dia memberkati mereka di sana. “Dan ketika Ia sedang memberkati mereka, Ia terpisah di antara mereka dan terangkat ke sorga.”(Luk. 24:51).

Yesus terangkat dan naik ke sorga! Jadi, apakah benar sorga itu ada di atas? Bukankah gambaran ini membawa kesan bahwa alam semesta ini terdiri dari tiga lapisan; ada alam bawah, yakni dunia orang mati. Ada alam semesta yang di dalamnya kita hidup saat sekarang ini. Dan kemudian ada alam atas, yakni sorga? Tentu, kita memahami sekarang bahwa sorga bukan semata-mata sebuah tempat. John Calvin pernah mengungkapkan sorga mestinya lebih dipahami sebagai sebuah situasi dan kondisi di mana manusia dapat berhubungan intim dengan Allah. Namun, dapat dikatakan bahwa hampir tidak ada cara untuk menggambarkan pemindahan total antara manusia dan Yesus yang kembali ke sorga, kecuali sebagai gerakan ke atas. “Atas” merupakan bayangan atau kesadaran manusia untuk menunjuk pada situasi dan kondisi mulia. Sulit di bayangkan kalau Yesus pergi ke sorga, lalu Ia bergerak ke kiri atau ke kanan atau ke depan dan belakang. Lebih tidak masuk akal lagi kalau kepergian-Nya ke sorga Ia menembus bumi. Peristiwa-peristiwa dalam Perjanjian Lama tentang Henokh dan Elia memerlihatkan gerak yang sama, ke atas. Lagi pula “naik dan terangkat” merupakan kata-kata liturgis. Kita ingat, Perjanjian Lama juga memakai kata-kata ini untuk korban-korban persembahan. Hal itu pulahlah yang kita lakukan ketika berdoa dan bernyanyi, tanpa sadar kita mengatakan, “Marilah kita menaikkan doa”, atau, “marilah kita menaikkan pujian NKB no…” Kita memahami bahwa Allah ada di atas maka doa dan nyanyian ibarat persembahan yang terangkat dan naik kepada Allah Bapa. Demikianlah seluruh rangkaian kehidupan, pelayanan, pengorbanan Yesus merupakan persembahan yang naik dalam kemuliaan kepada Bapa-Nya yang di sorga.

Yesus pergi ke sorga, mau tidak mau memakai gagasan ruang, tetapi gerakan naiknya Yesus ke sorga bukanlah sebagai tujuan utama pesan itu. Pusat perhatiannya justeru pada awan yang kemudian menutupi Yesus. Awan adalah gambaran takhta kemuliaan Allah. Kenaikan Yesus mendapatkan maknanya bukan karena gerekan Yesus yang naik, tetapi karena merupakan penutup dari rangkaian kisah pelayanan Yesus di bumi ini. Pemandangan ini didukung oleh pernyataan suara Langit, “Mengapakah kamu berdiri melihat ke langit?” (Kis 1:11) Namun kemudian, suara dari langit itu mengarahkan perhatian mereka untuk menantikan ke datangan Yesus kembali.

Tampaknya penulis Lukas belum puas dengan empat ayat untuk melukiskan Yesus yang naik ke sorga (Luk. 24:51-53). Dalam tulisan kedua yang ditujukan kepada Teofilus, ia kembali menggambarkan peristiwa kenaikan itu (Kisah Para Rasul 1:1-11). Sempat ada dialog dengan para murid. Dialog itu terjadi di meja makan dan Yesus berpesan agar mereka tidak meninggalkan Yerusalem. Mereka harus menantikan peristiwa baptisan oleh Roh Kudus, artinya menerima pencurahan Roh Kudus yang akan melengkapi mereka dengan pelbagai karunia untuk meneruskan pemberitaan Injil. Meski demikian, sepertinya para murid belum sungguh-sungguh memahami. Mereka masih membayangkan – seperti orang Yahudi pada umumnya – bahwa Yesus akan segera memulihkan kerajaan Daud secara politis (Kis 1:6-8). Alih-alih menjawab permintaan mereka, Yesus menjanjikan bahwa mereka akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun dan meminta mereka untuk menjadi saksi-Nya sampai ke ujung-ujung bumi.

Roh Kudus itu akan memampukan mereka mengerti Mesias seperti apa  Yesus itu. Roh Kudus juga akan memberikan kuasa kepada mereka untuk berani dan cakap menjadi pemberita Injil. Dari sini kita memahami, para murid adalah orang-orang biasa yang sederhana. Mereka bukan orang hebat. Mereka sering terjebak dalam pola piker dan keinginan seperti kebanyakan orang lain juga. Ingin merdeka, mempunyai kedudukan, mulia dan terhormat. Namun, Yesus memercayakan tugas yang tidak mudah ini kepada mereka. Tugas meneruskan pemberitaan yang sudah Ia mulai!

Mereka adalah orang-orang yang pernah jatuh dalam imannya. Mereka pernah menyangkal dan kocar-kacir ketika menyaksikan Sang Guru harus menanggung banyak penderitaan, mati dibunuh dengan cara mengerikan. Namun, Yesus kembali meneguhkan, memulihkan dan meluruskan iman mereka. Perjumpaan-Nya selama empat puluh hari dirasa cukup untuk memulihkan kondisi para murid. Kini, Ia harus “naik” kembali kepada Bapa yang telah mengutus-Nya.

Tanpa ada yang bisa mencegah, Yesus terus naik dana wan itu menutup-Nya. Mereka tidak lagi melihat-Nya dengan kasat mata seperti tiga tahun sebelumnya ketika bersama-sama menelusuri Nazaret, Galilea, Samaria dan Yesuralem. Ketika awan itu benar-benar menutup-Nya, Yesus hilang dari pandangan mereka, maka berkatalah dua orang yang berpakaian putih, “Hai orang-orang Galilea, mengapakah engkau berdiri melihat langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.” (Kis 1:11). Setelah mendengar pernyataan itu mereka pulang ke Yerusalem dengan sukacita (Luk 24:52). Selanjutnya, apa yang mereka lakukan? Kis 2:12 dan seterusnya menceritakan bagaimana mereka bertekun menantikan penggenapan ucapan Yesus tentang pencurahan Roh Kudus. Selanjutnya, ketika Roh Kudus dicurahkan pada Hari Pentakosta, mereka melakukan tugas perutusan itu. Mereka menyaksikan Injil itu betapa pun harus mengalami penderitaan dan penganiayaan mereka melakukannya dengan sukacita.

Orang-orang sederhana yang semula jatuh bangun dalam iman mereka, kini dipercaya meneruskan karya Yesus dari Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ujung-ujung bumi. Pada pihak lain, para murid, dalam bimbingan Roh Kudus terus berkarya. Mereka berusaha menjadi orang-orang yang pantas dan dapat dipercaya.

Kini, berita Injil itu sampai kepada kita. Bagaimana kita menyikapi? Mestinya, sama seperti para murid, kita pun turut terlibat dalam karya penyelamatan Allah bagi dunia ini. Sama seperti para murid, pada umumnya kita bukanlah orang-orang hebat. Kebanyakan kita adalah orang yang pernah jatuh dalam dosa. Kita pernah gagal memelihara iman. Banyak cacat cela! Namun, dalam kenyataannya, Tuhan justeru memakai orang-orang seperti ini.  Cerita kesaksian para murid Tuhan justeru menggambarkan bahwa Tuhan sendirilah yang pada akhirnya melengkapi mereka dengan pelbagai karunia agar mampu menjalankan tugas perutusan itu dengan sebaik-baiknya. Satu saja yang diharapkan-Nya dari kita, yakni kesediaan hati untuk menyambut tugas kepercayaan yang diberikan-Nya kepada kita. Nah, apakah kita mau menyambut kepercayaan itu? Masihkah kita berdalih untuk menolaknya? Kalau kita menyatakan kesediaan menyambut tugas kepercayaan itu, pertahankanlah. Jadilah orang-orang yang pantas dan dapat dipercaya. Buktikanlah dengan mengerjakan perkara-perkara sederhana dengan kesungguhan hati dan dengan cinta yang besar!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar