Selasa, 09 Februari 2016

ALLAH MEMPERBARUI

“Ingatlah jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga.” (Matius 6;1).

Rasanya tidak ada kehidupan beragama tanpa disertai dengan ritual. Apa yang paling menonjol dalam ritual keagamaan? Jawaban yang paling sering muncul adalah sedekah atau beramal, berdoa atau sembahyang dan berpuasa. Ketiga disiplin rohani ini jika dilakukan dengan semestinya pasti mendatangkan kebajikan bagi siapa saja yang melakukannya. Namun, di balik upaya kesalehan itu ada bahaya yang sulit terditeksi, yakni: kesombongan! Kesombongan adalah dosa yang paling tidak terlihat. Godaan kesombongan selalu mengetuk pintu hati orang-orang kudus dan saleh setiap hari, serta memperlihatkan kehidupan yang terlihat terang di luar namun gelap di dalam. Andrew Murray menuliskan, “Tidak ada kebanggaan yang lebih membahayakan, tersembunyi dan busuk, daripada kebanggaan akan kekudusan diri.”

Kesombongan adalah satu-satunya dosa yang memerlukan kebaikan agar bisa terlihat eksis. Kesombongan bersembunyi di balik kebaikan dan inilah mengapa ia sulit untuk disadari. Sebenarnya dalam diri kita sudah terdapat semacam alarm. Kita bisa mengetes alarm ini. Perhatikan baik-baik: jika kita melakukan sesuatu kesalehan tanpa ada yang mengetahuinya, kemudian kita menjadi gelisah karena tidak mendapatkan apa yang kita inginkan – yakni pengakuan dan pujian. Alarm itu akan membuat kita gelisah. Di situlah mestinya kita waspada dan berusaha menentramkan jiwa yang gelisah itu. Caranya? Mudah, buang saja keinginan untuk disanjung! Sayangnya, kita sering tidak optimal mengupayakannya. Sebaliknya, berusaha menentramkan jiwa yang gelisah itu dengan mencari pujian ke sana ke mari.

Yesus memberi tanggapan atas ketiga kesalehan yang membuat orang menjadi sombong rohani. Pertama, Yesus menegur orang-orang yang memberikan sedekah kepada orang-orang miskin. Tidak ada yang salah memberi sedekah kepada orang miskin. Tindakan itu baik dan terpuji! Yesus tidak sedang melarang jika ada orang mengetahui pemberian Anda. Namun, yang terjadi di sini Yesus mempertanyakan apakah pemberian itu dicanangkan agar orang-orang memuji kita? Jika iya, maka sesungguhnya kita telah mendapatkan upahnya. Bukan dari Bapa di sorga tapi dari dunia ini!

Yesus mengkritik dan memberi solusi.  Katanya, ketika kita memberi sedekah, janganlah tangan kiri kita tahu apa yang diperbuat oleh tangan kanan. Beberapa pakar percaya bahwa yesus sedang mengacu pada kotak persembahan yang diletakkan di sisi kanan pintu masuk Bait Suci, yang berarti persembahan yang akan diberikan tangan kanan. Gambaran ini menunjukkan bahwa  kita harus melakukan perbuatan baik (memberikan uang kita kepada orang lain) dengan sikap tangan kiri tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh tangan kanan. Jika ada yang bertanya, “Hai, apakah kamu baru saja memberikan uang kepada orang miskin tadi?” Anda harus menjawab, “Hmm. Oh, ya? Saya tidak ingat!” Dan Anda memang benar-benar tidak mengingatnya. Di situlah Anda memberi kepada tersembunyi kepada Tuhan! Dan orang yang menerimanya tidak usah rikuh dan bersyukur kepada Anda melainkan ia akan bersyukur kepada Tuhan. Memberi kepada Tuhan dan Tuhan memberi kepada si miskin.

Kedua, Yesus mengeritik praktek doa di sinagoge dan tikungan jalan raya. Orang Yahudi saleh bedoa tiga kali dalam sehari, terkadang di tempat-tempat umum. Pada jam embilan orang Yahudi akan pergi ke sinagoge untuk berdoa. Mereka berdoa dengan suara keras sambil berdiri. Semua orang tahu jika seseorang sedang berdoa. Berdoa tidak salah! Namun, dengan cara seperti itu Yesus mempertanyakan apa motivasi sebenarnya dalam berdoa? Apakah kita ingin dilihat orang ketika kita berdoa dan kemudia mereka berdecak kagum atas kesalehan kita? Motivasi inlah yang dipandang keliru oleh Yesus. Yesus mengajarkan, jika ingin berdoa, masuklah kamar, tutup dank unci pintunya dan berdoalah kepada Bapa yang ada di tempat tersembunyi, maka Bapamu akan melihat dan membalasnya kepadamu. Kalimat ini adalah permainan kata yang luar biasa. Ada orang-orang yang ingin dilihat oleh orang lain, tetapi Allah adalah pribadi yang tidak terlihat. Allah tidak hanya melihat dari tempat tersembunyi tetapi Dia sendiri juga tersembunyi. Dengan kata lain, Allah tidak suka pamer, Ia adalah pribadi yang tidak sombong. R.T. France mengatakan, “Allah itu tidak terlihat, berbeda dengan para penyembah-Nya yang terlihat (dan mungkin juga sangat ingin dilihat).” Doa adalah sesuatu yang sangat pribadi. “Kamar” yang dimaksud Yesus bisa jadi adalah gudang, karena pada zaman itu hanya gudanglah yang bisa dikunci.

Kita harus mengunci pintu untuk memastikan bahwa tidak ada yang melihat kita sedang berdoa. Privasi macam inilah yang membuat kita “tidak terlihat” oleh orang lain tetapi bisa bersekutu dengan Allah. John Chrysostom menulis, “Mengapa kita harus berdoa? Bukan untuk menyuruh Allah melakukan apa yang kita ingini, melainkan untuk menang bersama-Nya; untuk dekat  dengan-Nya, dalam keberlangsungan doa permohonan; untuk menjadi rendah hati; untuk mengingatkan dosa kita.” Doa yang seperti ini hanya bisa dilakukan dengan “rahasia.”

Ketiga, Yesus mengeritik orang-orang berpuasa. Ingat Yesus tidak melarang puasa! Orang Yahudi berpuasa dua kali dalam seminggu (Luk.18:12), biasanya pada hari Senin dan Kamis. Beberapa orang mengenakan jubah atau pakaian berkabung. Mereka menaruh debu dan abu pada wajah mereka sebagai symbol pengakuan dosa dan perkabungan sikap ini bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Yesus mengajarkan bahwa puasa harus dilakukan tanpa memberitahukan kepada orang lain. Ketika kita berpuasa mestinya tidak usah lagi memakai pakaian kabung dan abu supaya dilihat orang. Penampilan kita harus normal. Mencuci wajah dan memakai minyak adalah budaya umum zaman Yesus. Tidak ada orang yang berpuasa pada zaman Yesus sengaja mencuci muka dan memakai minyak. Membuat orang lain tahu bahwa kita sedang berpuasa menunjukkan motivasi kita adalah untuk membuat orang lain terkesan; terpesona, dan bukan mendisiplinkan diri untuk mendekatkan diri kepada Allah.

“Hiduplah untuk dilihat Allah.” Pepatah Puritan ini dengan tepat menggambarkan kehidupan Kerajaan Allah. Kalau mau jujur, kebanyakan kita hidup untuk dilihat orang banyak, sambil mengira-ngira apa yang dipikirkan atau dikatakan oleh orang lain tentang kita. Tetapi jarang sekali kita mengira-ngira apa yang dipikirkan dan dikatakan Allah mengenai kita. Ketika kita mencari hal yang di atas dengan segenap pikiran dan hati kita (lih. Kolose 3:1), kita menjadi tidak ingin lagi dinilai oleh orang banyak selain Allah. Apa yang kita lakukan bagi Allah menjadi lebih penting!

Jika demikian, seharusnya orang-orang yang merasa diri saleh itulah yang terlebih dahulu bertobat. Bertobat dari dosa yang paling tersembunyi, yakni memanipulasi kesalehan agama untuk kepentingan dan kebanggaan diri.  “Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia,…” Kata nabi Yoel (Yoel 2:13). Sejak dulu TUHAN Allah membenci kedok dan kemunafikan! Tanggalkanlah semua itu, marilah kita melakukan pertobatan yang sesungguhnya dengan demikian kita memberikan diri untuk diperbarui Allah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar