Jumat, 18 April 2014

JADILAH TENANG, SUPAYA KAMU DAPAT BERDOA

Sabtu Sunyi 2014

Coba banyangkan sejenak. Begini, andaikan suami, isteri, anak, orang tua pendeknya orang  yang Anda cintai berada dalam pesawat  MH 370 milik maskapai Malaysia Airlines yang hilang dari pantauan radar mana pun sejak 8 Maret 2014, pukul 01.20 Wib. Bagaimana sikap dan perasaan Anda? Kita menyaksikan di layar televisi: Ada yang memaki-maki pemerintah Malaysia. Mereka menuduh pihak Malaysia menutup-nutupi apa yang sesungguhnya terjadi. Aparat dituduh menyembunyikan fakta yang sebenarnya. Di antara anggota keluarga itu ada yang menangis sejadi-jadinya, meronta dan sulit ditenangkan. Sebagian lagi memilih mogok makan dan banyak lagi ekspresi kesedihan, kekecewaan dan marah. Sangat sulit ditemukan keluarga atau kerabat yang terlihat tenang dalam tragedi ini.

Saya kira setiap orang akan mengalami kegelisahan dan kesedihan luar biasa mana kala orang yang dicintai tidak lagi dapat diketahui rimbanya, tidak bisa dihubungi apalagi dapat dipastikan bahwa mereka tidak bisa diselamatkan atau meninggal. Dalam suasana kalut sulit seseorang dapat menjadi tenang. Emosi merengguk nalar dan kesedihan bisa meledak dalam bentuk apa pun! Perasaan para murid barang kali tidak berbeda dengan semua orang yang kehilangan orang yang dikasihinya. Mereka melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Yesus menderita, begitu buruk rupanya, luka-luka yang menganga dan kemudian mati di tiang salib itu. Kini, jasad itu diturunkan lalu dikuburkan. Namun, tampaknya semua itu belum memuaskan orang-orang yang membenci-Nya. Mereka masih meminta kepada Pilatus agar kubur Yesus dijaga oleh tentara selama tiga hari(Matius 27:62-66). Mengapa? Mereka takut kalau para murid itu bikin berita sensasi; mencuri mayat Yesus lalu menyebarkan berita bohong bahwa Yesus bangkit dengan bukti kubur telah kosong. Pilatus menjawabnya dengan memberi penjaga-penjaga untuk menjaga kubur Yesus itu.

Sekali lagi, dapat dibayangkan kesedihan, kekecewaan bahkan bisa juga rasa benci namun tidak bisa berbuat apa-apa terhadap para penganiaya Sang Guru. Dalam situasi seperti ini sering manusia hilang kendali. Jalan pintas biasanya dipilih; menyakiti diri sendiri atau orang lain dan menyalahkan Tuhan. Ayub dalam menghadapi penderitaan berat pernah berpikir mungkin jalan kematian adalah jalan terbaik untuk mengakhiri penderitaan. Bukankah begitu banyak orang mengambil jalan pintas ini: lebih baik mati dari pada menanggung kesedihan dan penderitaan. Apakah jalan ini menyelesaikan persoalan? Ya, mungkin begitu bagi orang yang melakukannya. Tetapi tidak bagi realita kehidupan, bagaimana pun dan jalan apa pun akan meninggalkan jejak. Jalan pintas akan meninggalkan jejak betapa rentannya dan menyerah kalah seseorang itu pada kenyataan hidup! Namun, lihatlah ketika kita bisa mengatasi kesedihan, kekecewaan, penderitaan bahkan penganiayaan bukankah itu berarti kita sedang menabur benih, ya benih kehidupan bukan virus kematian.

Adakah resep untuk itu? Ada, Petrus mengatakan, “Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.”(I Petrus 4:7). Kunci jawaban dari kegelisahan jiwa yang tertekan adalah penguasaan diri sehingga menjadi tenang dan dapat berdoa. Petrus memberikan resep ini berangkat dari apa yang dialami umat Tuhan. Mereka dalam keadaan tertekan bahkan dianiaya, ditindas dan berusaha dimusnahkan. Lazimnya dalam kondisi seperti ini seseorang menjadi kalut dan bertindak diluar nalar bahkan jauh dari apa yang dikehendaki Tuhan. Alih-alih menyelesaikan memenangkan masalah, justeru terjerembab pada kondisi lebih parah ketika kita bertindak di luar kendali. Banyak contoh dari kehidupan mengajarkan ketika seseorang tidak bisa menguasai diri maka yang terjadi adalah kondisi yang lebih parah.

Kita tidak usah memperdebatkan mana lebih dulu, menguasai diri lalu menjadi tenang dan saat itu kita bisa berdoa atau berdoa dulu supaya kita dapat tenang dan bisa mengendalikan diri. Kedua dapat terjalin begitu rupa tanpa kita bisa membedakannya. Namun, yang jelas dua hal ini adalah resep yang paling mujarab! Pengalaman itulah yang sering terjadi pada Daud. Begitu banyak madah pujian yang ditulis Daud ketika menghadap kekalutan hidup salah satu contoh adalah Mazmur 31. Diberi judul oleh Lembaga Alkitab Indonesia “Aman dalam tangan TUHAN.” Apa definisi aman dalam tangan TUHAN? Banyak orang mengartikannya bahwa ketika kita ada dalam tangan TUHAN maka tidak ada kuasa yang dapat menyentuh kita. Seolah kita dibentengi dan diseterilkan oleh tangan yang Mahakuasa itu dari kuasa-kuasa yang dapat menimbulkan penderitaan dan kesulitan hidup. Dalam tangan TUHAN dipahami tidak ada masalah dan selalu sukses! Betulkah? Ternyata pengalam Daud tidak begitu, demikian juga dengan pengalam orang percaya pada sepanjang abad. Tenang dalam genggaman tangan TUHAN bukan berarti bebas dari kemelut melainkan kemelut boleh ada tetapi di dalam TUHAN aku bisa menikmati hidup malah menyukurinya.

Ada kisah merarik. Seorang raja mengadakan sayembara melukis tentang kedamaian dan berjanji memberikan hadiah besar bagi pemenangnya. Singkat cerita ada dua lukisan yang benar-benar disukai oleh raja. Lukisan pertama menggambarkan sebuah telaga yang begitu tenang. Permukaan telaga itu bagaikan kristal sempurna yang memantulkan kedamaian gunung-gunung yang ada di sekitarnya. Di atasnya terpampang langit biru dengan awan putih berarak. Semua yang memandang lukisan ini akan berpendapat, inilah lukisan terbaik tentang kedamaian.

Lukisan kedua menggambarkan pegunungan juga. Namun, tampak kasar dan gundul. Di atasnya langit yang gelap dan merah menandakan turunnya hujan badai. Tampak juga kilat menyambar liar. Di sisi gunung ada air terjun deras yang berbuih-buih. Sama sekali tidak menampakkan ketenangan apalagi kedamaian. Namun, sang Raja melihat ada sesuatu yang menarik. Di balik air terjun itu tumbuh semak-semak kecil di atas sela-sela batu . di dalam semak-semak batu itu seekor induk Pipit meletakkan sarangnya. Jadi, di tengah-tengah riuh rendahnya air terjun, seekor induk Pipit sedang mengerami telurnya dengan damai. Benar-benar damai!

Raja harus memilih, lukisan mana yang memenangkan lomba? Di luar dugaan banyak orang, Raja memilih lukisan nomor dua. Apa alasannya? “Karena’, jawab sang Raja, “kedamaian bukan beraarti Anda harus berada di tempat yang tanpa keributan, kesulitan, kesedihan atau pekerjaan yang keras dan sibuk. Kedamaian adalah hati yang tenang dan damai, mesti Anda berada di tengah-tengah keributan luar biasa. Kedamaian hati adalah kedamaian sejati. Dan...menurut pemazmur itu hanya bisa diperoleh ketika manusia terhubung dengan Sang Penguasa sesungguhnya, yakni TUHAN. Cara menggapainya adalah dengan doa! Ya, TUHAN hanya sejauh doa!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar