Jumat, 18 April 2014

BANGKIT DENGAN HIDUP YANG BARU

Selama tiga hari, Martin Luther terpuruk dalam depresi berat karena besarnya masalah yang sedang dihadapinya. Pada hari yang ketiga, istrinya turun dari tangga dengan menggunakan pakaian perkabungan.
“Siapa yang mati?” tanya Martin Luther kepada istrinya.
“Tuhan”, jawabnya.
Luther menegurnya dan berkata, “Apa yang kau katakana, Tuhan mati? Tuhan tidak pernah mati”
“Baik”, jawabnya. “Tapi melihat caramu bersikap, aku yakin Dia sudah mati”

Percakapan singkat ini memperlihatkan bagaimana kondisi dan perasaan Martin Luther yang sedang kacau balau karena persoalan yang berat, sehingga dengan mulutnya, ia boleh menyatakan bahwa Tuhan itu tidak pernah mati tetapi sikap dan perilakunya memperlihatkan bahwa Tuhan sudah mati. Sikap berkabung, mengurung diri, dan mungkin juga bersikap negatif terhadap sekitar. Perasaan dan sikap yang sama diperlihatkan oleh para murid Tuhan ketika mereka menyaksikan kematian Tuhan mereka pada hari Jumat. Mereka merasa putus asa, sedih, kecewa dan semua perasaan negatif bergabung menjadi satu.

Padahal Tuhan Yesus sudah pernah berbicara kepada para murid mengenai jalan yang akan Ia tempuh, bahwa Ia akan mengalami penderitaan, kematian dan bangkit (Matius 28:6). Namun sayangnya, itu semua hanya menjadi sebuah percakapan antara guru dan murid. Para murid tidak pernah berpikir bahwa Guru mereka akan benar-benar mengalami semua yang disampaikan itu. Maka, ketika peristiwa itu benar-benar terjadi, mereka tidak siap. Mereka terlarut dalam kepedihan, kedukaan dan kekecewaan bahkan larut dalam ketakutan. Kuasa maut begitu mencengkram hati dan nalar mereka. Para murid tidak dapat melihat pengharapan di balik kematian Sang Guru. Apa yang sudah tiga kali dinyatakan Yesus kepada para murid seolah ditelan bulat-bulat oleh kuasa maut itu.

Menjelang fajar menyingsing pada hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain untuk menengok kubur. Kepergian mereka bukan untuk merawat jasad Yesus dengan rempah-rempah dan meminyaki-Nya sebagaimana lazimnya pada jaman itu. Bagaimana mungkin mereka akan bertemu dengan jasad Yesus? Apalagi menyongsong dengan sukacita Yesus yang bangkit sesuai pesan-Nya dulu. Tidak ada itu semua dalam benak mereka! Yang ada sikap pesimis bahwa kubur itu telah ditutup batu besar dan diberi meterai serta dijaga oleh prajurit Romawi. Mereka pergi ke kubur bukan untuk membuktikan dan menyambut kebangkitan Yesus, mereka ke kebur itu  hanyalah sekedar untuk menengok! Apa yang terjadi kemudian?

“Maka terjadilah gempa bumi hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk di atasnya...malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu: ‘Jangan kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalib itu. Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia dibaringkan.” (Matius 28:2,5,6) Dapat dibayangkan bagaimana perasaan mereka ketika mendapat kabar bahwa Guru dan Tuhan mereka itu bangkit. Mereka takut tetapi juga sekaligus sukacita. Mereka berlari cepat-cepat, seolah tidak sabar, untuk memberitakan kepada murid-murid yang lain. Namun, sebelum mereka bertemu dengan para murid yang lain untuk memberitakan kabar gembira itu ternyata Yesus menampakkan diri kepada mereka dan memberi salam, “Salam bagimu!” Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya. Perintah yang sama yang telah didengar Maria sekarang diucapkan sendiri oleh Yesus, “Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku.”

Perhatikan kata ini “jangan takut!” Rupanya kata ini menjadi pesan utama berita malaikat dalam Injil. Bila kita cermati seputar kehidupan Yesus, dari kelahiran sampai berita kebangkitan pesan itu terus disuarakan. Ketika malaikat Tuhan memberitahu Maria bahwa ia akan mengandung Yesus, malaikat itu mengatakan, “Jangan takut.”(Lukas 1:30). Pesan yang sama juga terjadi pada Yusuf ketika ia mempertimbangkan untuk menceraikan Maria, lantaran sudah mengandung (Matius 1:20). “Jangan takut” juga disampaikan kepada para gembala oleh malaikat Tuhan ketika memberitakan kelahiran Sang Juruselamat (Lukas 2:10). “Jangan takut!” ditujukan Yesus kepada Yairus yang begitu cemas lantaran anaknya sakit dan hampir mati (Markus 5:36). Dan, masih banyak lagi pesan “jangan takut”. Konon ada 360 kali kata “jangan takut” dalam Alkitab dan ada orang yang mengaitkannya dengan kalender Yahudi. Dalam kalender Yahudi satu tahun ada 360 hari, jadi lengkaplah sudah bahwa setiap hari manusia selalu diperhadapkan kepada ketakutan.

Kita dapat berkaca dari kelahiran sampai kematian Yesus pesan malaikat dan Yesus sendiri “jangan takut!” Memang benar, setiap hari manusia selalu diperhadapkan pada ketakutan, kehidupan manusia tidak lepas dari ketakutan. Tentu ada banyak alasan yang masuk akal tentang ketakutan manusia. Manusia takut dan pesimis mana kala ia berhadapan dengan sesuatu di luar kendalinya dan kematian, siapa pun tahu, tidak ada yang bisa mengendalikannya. Kematian dapat dan niscaya menghampiri siapa pun! Kematian adalah puncak dari ketakutan manusia.  

Di sinilah pesan utama kebangkitan: mematahkan sumber dari ketakutan itu, yakni kuasa maut dan kematian. Kebangkitan adalah jawaban dari pesimisme dan ketidak berdayaan manusia akibat kuasa dosa itu. Lihatlah apa yang terjadi dengan para murid ketika kebangkitan itu bukan hanya sebuah gagasan idealis atau hanya sebatas pesan Sang Guru tetapi sebuah pengalaman perjumpaan nyata dengan Sang Penakluk maut itu. Kebangkitan itu menjadi nyata mengubah mereka secara total. Lihatlah, para murid yang tadinya begitu rupa dikuasai aura kematian. Dua Maria yang diliputi kesedihan, mereka pesimis, takut luar biasa. Petrus, semula ia begitu berapi-api tetapi kemudian ia takut menghadapi resiko, akhirnya tiga kali ia menyangkal Yesus. Petrus begitu rupa dikuasai ketakutan, ia tidak berdaya. Ya, semua murid takut dan mengurung diri, lari dari kenyataan. Namun, itu semua berubah ketika mereka mangalami perjumpaan dengan Tuhan. Tuhan yang bangkit!

Kini hidup mereka berubah. Sebuah pemahaman iman yang lebih nyata bahwa Tuhan mereka bukanlah Tuhan yang mati dan kalah tetapi Tuhan yang bangkit dan menang. Kini, mereka keluar dan menyaksikan kebangkitan itu. Maut yang dahulu ditakuti, kini mereka berani menantangnya, mereka berani berhadapan dengan pelbagai resiko ketika meneruskan pekerjaan Sang Guru dan Tuhan mereka.

Persoalan mulai muncul ketika berita ini dikaitkan dengan kehidupan kita. Sebagai anak-anak Tuhan yang hidup pada zaman sekarang, kita tahu bahwa Kristus bangkit pada hari ketiga setelah kematianNya. Tetapi apa artinya? Apakah Ia sungguh-sungguh bangkit dalam hidup kita? Ataukah Ia tetap mati? Ketika hidup kita tetap dikuasai oleh bayang-bayang kuasa kematian: pesimisme, ketaakutan, keserakahan, nafsu, amarah, kegeraman, kebencian, iri hati, dan semua yang negatif berarti Tuhan tidak pernah bangkit. Kalau kita mengimani dan meyakini bahwa Tuhan sudah bangkit dan kita telah berjumpa dengan-Nya maka seharusnya hidup kita berbeda. Kita akan hidup dalam kasih, pengampunan dan sukacita serta bebas dari kuasa ketakutan! Selamat Paskah, Selamat Hidup Baru dalam kebangkitan-Nya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar